Namaku
Kiara Kamila pangil saja Kiara. Besok aku akan mengikuti MOS untuk masuk SMK.
Memang tidak enak rasanya ketika kita harus memulai kehidupan baru, suasana
baru, dan teman baru. Tapi ya itulah hidup, kita harus bisa beradaptasi
dimanapun tempatnya dan mengenal orang-orang yang baru.
Pagi
ini cuaca terlihat sangat cerah, kulihat jam dinding yang menunjukkan pukul
07.00. “ASTAGA!!! Mimpi apa aku semalam?Seharusnya aku sudah ada disekolah,
tapi ini??? YA TUHAN..,” Tanpa banyak bergumam lagi aku pun langsung memasuki
kamar mandi, bersiap kemudian segera berangkat sebelum hari semakin siang.
Begitu
sampai, kulihat ratusan siswa tengah berkumpul dihalaman sekolah. Sedangkan
aku?Aku masih diluar gerbang. Kurasa hari ini bukan hari keberuntungan bagiku.
Aku sempat terdiam begitu melihat seorang pria berpakaian yang sama denganku
datang menghampiri. “Apa kau juga telat?,”tanya pria itu dengan napas yang
terengah-engah. Aku hanya membalasnya dengan anggukan. Tak lama kemudian,
seorang satpam datang menghampiri untuk membuka gerbang dan akhirnya menyuruh
kami masuk. ”Jam berapa ini? kenapa baru datang?,”tanya ketua OSIS. ”maaf kalo
kami datang telat,”sesalku. “kalo gitu kalian dihukum. Lari keliling lapangan
sebanyak sepuluh kali. SEKARANG!!!,”perintahnya dengan tegas. Tanpa membantah
sedikit pun kami segera menuruti perkataannya. Sepuluh kali?apa dia gila,
lapangan seluas ini harus aku putari?demi Tuhan ini hukuman terberat dalam
hidupku. Orang tuaku saja belum pernah menghukumku sekeras ini, sedangkan dia,
hanya ketua OSIS seenaknya menyuruhku untuk memutari lapangan.
“Kau
mau dapat hukuman tambahan?kenapa masih duduk disitu?,”tanya pria yang senasib
denganku.”gak apa-apa, kau lari duluan saja,”jawabku. Pria itu hanya
mengangguk. Ku perhatikan dari jauh wajahnya yang lelah, serta keringat yang
menetes meluncur deras kepipinya yang putih. Aneh, kenapa aku masih duduk
disini dan terus menerus memperhatikan dia? Kalau ketua OSIS tau, bisa gawat.
Akhirnya kuputuskan untuk ikut lari bersamanya.
Tepat
diputaran ke lima, tiba-tiba saja kakiku lemas, napasku sesak, dan pria yang
belum kuketahui namanya itu menghampiriku, “apa kau baik-baik saja?”. Aku tidak
menjawab pertanyaannya, tanganku hanya memberikan isyarat untuk menyuruhnya
mengambil sesuatu di dalam tasku. Segera ia berlari dan kembali membawa benda
itu. Aku semprotkan sebanyak dua kali kedalam rongga mulutku, napas yang
awalnya sesak kini mulai lega.”sebaiknya kau istirahat kita sudahi hukuman ini,
aku rasa ketua OSIS akan mengerti,”usulnya kemudian membantuku untuk duduk
dipinggir lapangan. ”Namaku
Muhammad Reza, panggil saja Reza,”ucapnya memperkenalkan diri.”namaku Kiara
Kamila, panggil saja Kiara,”balasku sambil tersenyum. Ia kembali bertanya,
“sejak kapan kau sakit?”. “sejak kecil,”jawabku sekenanya. Sepertinya ia
terkejut mendengar jawabanku barusan.“selama itu?,”. Aku pun mengangguk kecil. ”kenapa
wajahmu kelihatan pucat?,”aku balik bertanya. Ia segera memalingkan wajahnya
membelakangiku, ”tidak apa-apa”.
Usai
mengikuti MOS kami pun berjalan menuju halte untuk pulang bersama dengan tujuan
yang berbeda. Aku kejalan Merpati No.9 sedangkan dia kejalan Merak No.3. “aku
duluan yah,”pamitku begitu bus yang kami tumpangi berhenti.”Iya,
hati-hati,”pesannya. Sore itu matahari hampir tenggelam, untungnya rumahku
tidak terlalu jauh dari gang, hanya membutuhkan waktu lima menit dengan
berjalan kaki. Sesampainya dirumah, segera ku menuju kamar mandi untuk
menghilangkan bau keringat. Begitu selesai, aku pun langsung beristirahat untuk
memulai hariku yang baru diesok harinya.
KRINNGGG…
“Kali
ini aku beruntung, ya meskipun datang dengan sambutan bel masuk, tapi
setidaknya tidak ada hukuman untuk hari ini. Terima kasih Ya Tuhan,”batinku. Kuletakkan
tas diatas meja kemudian menarik kursi dudukku. “Kiara,”panggil seseorang yang
suaranya sudah tak asing ditelingaku.”Reza?,”ucapku sambil tersenyum. Betapa bahagianya,
ternyata Reza mengambil jurusan yang sama denganku, yaitu Farmasi. “jadi kau
mengambil jurusan yang sama?,”tanyanya dengan wajah yang berbinar.”iya, dan
kita satu kelas,”sahutku. “kurasa kita akan lebih akrab nantinya,”. “aku harap
begitu,”.
Semakin
hari hubungan kami makin dekat, hubungan yang lebih dari seorang teman, yaitu
sahabat. Dia selalu ada disaat aku sedang membutuhkannya, dia juga sering
membantuku tiap kali aku dibingungkan dengan soal matematika. Dan kejadian itu
terus berlangsung hingga kami duduk dikelas XII. Kami pun heran, mengapa hanya
kami saja yang tidak dipisahkan, sedangkan murid-murid lain tiap tahunnya
selalu pisah kelas dengan sahabat mereka. Apa itu suatu tanda, bahwa kami
berjodoh?ah, mana mungkin.
Seiring
berjalannya waktu, kedekatan kami mulai renggang sejak munculnya Tiara, gadis
yang belakangan ini selalu dekat dengan Reza. Bukan hanya status persahabatan
kami yang ia rebut, tetapi ia juga menyita waktuku bersama Reza. Reza yang dulu
kukenal bukan lagi Reza yang sekarang, sikapnya begitu dingin tiap kali aku
menyapanya. Hanya sahutan ‘Ya, tidak, dan maaf’ yang selalu kudengar. Waktu
terus berjalan, tak terasa dalam waktu 3 bulan lagi kami bersama-sama melepas
seragam SMK dengan wajah yang bangga. Dan selama 3 bulan ini, aku putuskan
untuk mengubur kenanganku bersama Reza sementara waktu.
Satu
persatu berbagai macam ujian telah terlewati, kini sampai pada puncaknya. Ujian
Nasional yang selama ini menjadi Black
Shadow bagi para murid tengah bertengger dihadapan kami. Hari pertama,
kedua, ketiga, dan keempat sukses kami kerjakan bersama, tinggal menunggu hasil
yang akan dibagikan 1 bulan kedepan, ditempat yang nantinya akan menjadi
kenangan terakhir untuk kita, Kuta Beach. Sepertinya ini menjadi kesempatan
emas untukku menyatakan semua isi hatiku selama ini kepada Reza, dengan begitu,
jika dia menolakku maka hatiku tidak akan begitu sakit karena kami sudah lulus
dan tidak akan bertemu lagi.
Satu
bulan kemudian
Dimana
semua orang tengah asyik mengobrol dan bernyanyi ria dipinggir pantai yang
beralaskan pasir. Malam itu kulihat Reza sedang duduk sendiri sambil menikmati
desiran angin laut yang menerpa wajahnya. Kuberanikan diri untuk menghampiri
dan mengatakan padanya bahwa aku memendam perasaan yang sangat dalam. Kuhirup
udara sebanyak-banyaknya kemudian kuhembuskan perlahan untuk menetralisir rasa
gugup.
“Reza,”panggilku.
Ia pun menoleh.”Aku.. aku mau ngomong jujur sama kamu,”. “mau ngomong
apa?,”tanyanya lembut.”aku mungkin cuma orang awam yang gak tau apa-apa soal
perasaan, tapi aku juga gak bisa terus terusan nyembunyiin perasaan ini lebih
lama lagi. Sudah cukup bagiku untuk merasa diabaikan layaknya kertas lusuh yang
tidak tahu harus diapakan. Malam ini.. aku mau dengar jawaban dari kamu tentang
perasaan aku.”usai menyampaikan isi hatiku, kutatap dalam matanya. Seperti ada
angin kencang yang menerpa tubuhku. Sikapnya kini membuatku heran, ia menarik
lenganku dengan kasar kemudian menghempaskannya ditengah ratusan orang yang
sedang berpesta hingga tak ada lagi suara yang terdengar. Reza mengambil mic
yang berada diatas panggung, kemudian kembali kesisiku.
“Coba
semuanya dengarkan! Kalian perhatikan gadis ini baik-baik, bukankah kita semua
sudah mengenalnya?,”. “Ya, namanya Kiara, gadis yang selama 3 tahun ini satu
kelas denganku. Malam ini dia datang menghampiriku tanpa maksud yang jelas, dan
kalian tau apa yang dia katakan?,” semuanya menggeleng.”dia baru saja menyatakan
semua perasaannya padaku. Dia, gadis yang sedang kita tatap ini, dengan percaya
diri menembak seorang pria. Bukan maksudku untuk menyombongkan diri, tapi mana
mungkin ada pria yang mau dengan gadis penyakitan seperti dia?.” Kata demi kata
terus meluncur dari mulutnya, dan itu amat sangat menyiksaku terutama hati.
Sehingga dengan refleks tanganku melayang diudara dan mendarat dipipi sebelah
kirinya. Malam ini akan menjadi malam terburuk sekaligus malam tergila yang
pernah kualami dalam hidupku selama 17 tahun ini.
Setelah
tiga hari kepulanganku dari tempat terburuk itu, tiba-tiba saja aku disuguhkan
berita yang tak kalah gilanya. Pagi itu Ibunya Reza menelfonku, kalian tahu
kabar apa yang aku dapat?Ibunya bilang, kalau Reza dinyatakan meninggal tepat
pukul 06.00 pagi ini. Tubuhku kaku bagaikan tersambar petir. Pria yang baru
saja mempermalukanku didepan umum karena masalah penyakit, kini justru dialah
yang lebih dulu pergi. Dengan langkah gontai kudatangi makamnya, dan kulihat
disana juga ada Tiara yang berjongkok sambil merengkuh tubuh Ibu Reza. Kuhampiri
mereka dan minta penjelasan sedetail mungkin. Kemudian Tiara memberikan
selembar surat untukku.
To:Kiara
Terima kasih atas waktu yang selama ini kita habiskan. Aku harap kau tak akan melupakanku. Soal malam itu, aku tidak tau harus minta maaf seberapa banyak. Tapi kau perlu tahu, sebelum kau menyatakan semuanya, aku sudah lebih dulu menganggap kau sebagai penghuni hatiku. Mengenai penyakit, sangat bodoh jika aku mengejek asma yang kau derita. Karena akulah yang seharusnya kau ejek, seorang pria dengan leukemia yang di deritanya. Satu lagi yang perlu kau tau, Tiara, dia adalah sahabat lamaku, selama ini Ayahnya lah yang merawatku. Jadi kau tidak perlu salah paham lagi soal ini. Terima kasih cinta.. kau telah mengajarkan ku apa artinya mencintai dan dicintai. Selamat jalan Kiara, kenang aku dalam hidupmu.”
Reza (Pria terjahat dalam hidupmu)
Cerpen karangan: Sinta Bela
Facebook: Sinta BelLa
Twitter:
Sintabela82@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:
Posting Komentar