Translate

Minggu, 02 Oktober 2016

Terima kasih cinta


Namaku Kiara Kamila pangil saja Kiara. Besok aku akan mengikuti MOS untuk masuk SMK. Memang tidak enak rasanya ketika kita harus memulai kehidupan baru, suasana baru, dan teman baru. Tapi ya itulah hidup, kita harus bisa beradaptasi dimanapun tempatnya dan mengenal orang-orang yang baru.



Pagi ini cuaca terlihat sangat cerah, kulihat jam dinding yang menunjukkan pukul 07.00. “ASTAGA!!! Mimpi apa aku semalam?Seharusnya aku sudah ada disekolah, tapi ini??? YA TUHAN..,” Tanpa banyak bergumam lagi aku pun langsung memasuki kamar mandi, bersiap kemudian segera berangkat sebelum hari semakin siang.



Begitu sampai, kulihat ratusan siswa tengah berkumpul dihalaman sekolah. Sedangkan aku?Aku masih diluar gerbang. Kurasa hari ini bukan hari keberuntungan bagiku. Aku sempat terdiam begitu melihat seorang pria berpakaian yang sama denganku datang menghampiri. “Apa kau juga telat?,”tanya pria itu dengan napas yang terengah-engah. Aku hanya membalasnya dengan anggukan. Tak lama kemudian, seorang satpam datang menghampiri untuk membuka gerbang dan akhirnya menyuruh kami masuk. ”Jam berapa ini? kenapa baru datang?,”tanya ketua OSIS. ”maaf kalo kami datang telat,”sesalku. “kalo gitu kalian dihukum. Lari keliling lapangan sebanyak sepuluh kali. SEKARANG!!!,”perintahnya dengan tegas. Tanpa membantah sedikit pun kami segera menuruti perkataannya. Sepuluh kali?apa dia gila, lapangan seluas ini harus aku putari?demi Tuhan ini hukuman terberat dalam hidupku. Orang tuaku saja belum pernah menghukumku sekeras ini, sedangkan dia, hanya ketua OSIS seenaknya menyuruhku untuk memutari lapangan.



“Kau mau dapat hukuman tambahan?kenapa masih duduk disitu?,”tanya pria yang senasib denganku.”gak apa-apa, kau lari duluan saja,”jawabku. Pria itu hanya mengangguk. Ku perhatikan dari jauh wajahnya yang lelah, serta keringat yang menetes meluncur deras kepipinya yang putih. Aneh, kenapa aku masih duduk disini dan terus menerus memperhatikan dia? Kalau ketua OSIS tau, bisa gawat. Akhirnya kuputuskan untuk ikut lari bersamanya.



Tepat diputaran ke lima, tiba-tiba saja kakiku lemas, napasku sesak, dan pria yang belum kuketahui namanya itu menghampiriku, “apa kau baik-baik saja?”. Aku tidak menjawab pertanyaannya, tanganku hanya memberikan isyarat untuk menyuruhnya mengambil sesuatu di dalam tasku. Segera ia berlari dan kembali membawa benda itu. Aku semprotkan sebanyak dua kali kedalam rongga mulutku, napas yang awalnya sesak kini mulai lega.”sebaiknya kau istirahat kita sudahi hukuman ini, aku rasa ketua OSIS akan mengerti,”usulnya kemudian membantuku untuk duduk dipinggir lapangan. ”Namaku Muhammad Reza, panggil saja Reza,”ucapnya memperkenalkan diri.”namaku Kiara Kamila, panggil saja Kiara,”balasku sambil tersenyum. Ia kembali bertanya, “sejak kapan kau sakit?”. “sejak kecil,”jawabku sekenanya. Sepertinya ia terkejut mendengar jawabanku barusan.“selama itu?,”. Aku pun mengangguk kecil. ”kenapa wajahmu kelihatan pucat?,”aku balik bertanya. Ia segera memalingkan wajahnya membelakangiku, ”tidak apa-apa”.



Usai mengikuti MOS kami pun berjalan menuju halte untuk pulang bersama dengan tujuan yang berbeda. Aku kejalan Merpati No.9 sedangkan dia kejalan Merak No.3. “aku duluan yah,”pamitku begitu bus yang kami tumpangi berhenti.”Iya, hati-hati,”pesannya. Sore itu matahari hampir tenggelam, untungnya rumahku tidak terlalu jauh dari gang, hanya membutuhkan waktu lima menit dengan berjalan kaki. Sesampainya dirumah, segera ku menuju kamar mandi untuk menghilangkan bau keringat. Begitu selesai, aku pun langsung beristirahat untuk memulai hariku yang baru diesok harinya.



KRINNGGG…

“Kali ini aku beruntung, ya meskipun datang dengan sambutan bel masuk, tapi setidaknya tidak ada hukuman untuk hari ini. Terima kasih Ya Tuhan,”batinku. Kuletakkan tas diatas meja kemudian menarik kursi dudukku. “Kiara,”panggil seseorang yang suaranya sudah tak asing ditelingaku.”Reza?,”ucapku sambil tersenyum. Betapa bahagianya, ternyata Reza mengambil jurusan yang sama denganku, yaitu Farmasi. “jadi kau mengambil jurusan yang sama?,”tanyanya dengan wajah yang berbinar.”iya, dan kita satu kelas,”sahutku. “kurasa kita akan lebih akrab nantinya,”. “aku harap begitu,”.



Semakin hari hubungan kami makin dekat, hubungan yang lebih dari seorang teman, yaitu sahabat. Dia selalu ada disaat aku sedang membutuhkannya, dia juga sering membantuku tiap kali aku dibingungkan dengan soal matematika. Dan kejadian itu terus berlangsung hingga kami duduk dikelas XII. Kami pun heran, mengapa hanya kami saja yang tidak dipisahkan, sedangkan murid-murid lain tiap tahunnya selalu pisah kelas dengan sahabat mereka. Apa itu suatu tanda, bahwa kami berjodoh?ah, mana mungkin.



Seiring berjalannya waktu, kedekatan kami mulai renggang sejak munculnya Tiara, gadis yang belakangan ini selalu dekat dengan Reza. Bukan hanya status persahabatan kami yang ia rebut, tetapi ia juga menyita waktuku bersama Reza. Reza yang dulu kukenal bukan lagi Reza yang sekarang, sikapnya begitu dingin tiap kali aku menyapanya. Hanya sahutan ‘Ya, tidak, dan maaf’ yang selalu kudengar. Waktu terus berjalan, tak terasa dalam waktu 3 bulan lagi kami bersama-sama melepas seragam SMK dengan wajah yang bangga. Dan selama 3 bulan ini, aku putuskan untuk mengubur kenanganku bersama Reza sementara waktu.



Satu persatu berbagai macam ujian telah terlewati, kini sampai pada puncaknya. Ujian Nasional yang selama ini menjadi Black Shadow bagi para murid tengah bertengger dihadapan kami. Hari pertama, kedua, ketiga, dan keempat sukses kami kerjakan bersama, tinggal menunggu hasil yang akan dibagikan 1 bulan kedepan, ditempat yang nantinya akan menjadi kenangan terakhir untuk kita, Kuta Beach. Sepertinya ini menjadi kesempatan emas untukku menyatakan semua isi hatiku selama ini kepada Reza, dengan begitu, jika dia menolakku maka hatiku tidak akan begitu sakit karena kami sudah lulus dan tidak akan bertemu lagi.



Satu bulan kemudian

Dimana semua orang tengah asyik mengobrol dan bernyanyi ria dipinggir pantai yang beralaskan pasir. Malam itu kulihat Reza sedang duduk sendiri sambil menikmati desiran angin laut yang menerpa wajahnya. Kuberanikan diri untuk menghampiri dan mengatakan padanya bahwa aku memendam perasaan yang sangat dalam. Kuhirup udara sebanyak-banyaknya kemudian kuhembuskan perlahan untuk menetralisir rasa gugup.



“Reza,”panggilku. Ia pun menoleh.”Aku.. aku mau ngomong jujur sama kamu,”. “mau ngomong apa?,”tanyanya lembut.”aku mungkin cuma orang awam yang gak tau apa-apa soal perasaan, tapi aku juga gak bisa terus terusan nyembunyiin perasaan ini lebih lama lagi. Sudah cukup bagiku untuk merasa diabaikan layaknya kertas lusuh yang tidak tahu harus diapakan. Malam ini.. aku mau dengar jawaban dari kamu tentang perasaan aku.”usai menyampaikan isi hatiku, kutatap dalam matanya. Seperti ada angin kencang yang menerpa tubuhku. Sikapnya kini membuatku heran, ia menarik lenganku dengan kasar kemudian menghempaskannya ditengah ratusan orang yang sedang berpesta hingga tak ada lagi suara yang terdengar. Reza mengambil mic yang berada diatas panggung, kemudian kembali kesisiku.



“Coba semuanya dengarkan! Kalian perhatikan gadis ini baik-baik, bukankah kita semua sudah mengenalnya?,”. “Ya, namanya Kiara, gadis yang selama 3 tahun ini satu kelas denganku. Malam ini dia datang menghampiriku tanpa maksud yang jelas, dan kalian tau apa yang dia katakan?,” semuanya menggeleng.”dia baru saja menyatakan semua perasaannya padaku. Dia, gadis yang sedang kita tatap ini, dengan percaya diri menembak seorang pria. Bukan maksudku untuk menyombongkan diri, tapi mana mungkin ada pria yang mau dengan gadis penyakitan seperti dia?.” Kata demi kata terus meluncur dari mulutnya, dan itu amat sangat menyiksaku terutama hati. Sehingga dengan refleks tanganku melayang diudara dan mendarat dipipi sebelah kirinya. Malam ini akan menjadi malam terburuk sekaligus malam tergila yang pernah kualami dalam hidupku selama 17 tahun ini.



Setelah tiga hari kepulanganku dari tempat terburuk itu, tiba-tiba saja aku disuguhkan berita yang tak kalah gilanya. Pagi itu Ibunya Reza menelfonku, kalian tahu kabar apa yang aku dapat?Ibunya bilang, kalau Reza dinyatakan meninggal tepat pukul 06.00 pagi ini. Tubuhku kaku bagaikan tersambar petir. Pria yang baru saja mempermalukanku didepan umum karena masalah penyakit, kini justru dialah yang lebih dulu pergi. Dengan langkah gontai kudatangi makamnya, dan kulihat disana juga ada Tiara yang berjongkok sambil merengkuh tubuh Ibu Reza. Kuhampiri mereka dan minta penjelasan sedetail mungkin. Kemudian Tiara memberikan selembar surat untukku.



To:Kiara

Terima kasih atas waktu yang selama ini kita habiskan. Aku harap kau tak akan melupakanku. Soal malam itu, aku tidak tau harus minta maaf seberapa banyak. Tapi kau perlu tahu, sebelum kau menyatakan semuanya, aku sudah lebih dulu menganggap kau sebagai penghuni hatiku. Mengenai penyakit, sangat bodoh jika aku mengejek asma yang kau derita. Karena akulah yang seharusnya kau ejek, seorang pria dengan leukemia yang di deritanya. Satu lagi yang perlu kau tau, Tiara, dia adalah sahabat lamaku, selama ini Ayahnya lah yang merawatku. Jadi kau tidak perlu salah paham lagi soal ini. Terima kasih cinta.. kau telah mengajarkan ku apa artinya mencintai dan dicintai. Selamat jalan Kiara, kenang aku dalam hidupmu.”



Reza (Pria terjahat dalam hidupmu)








Cerpen karangan: Sinta Bela

Facebook: Sinta BelLa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar