Short Story
Cerita fiksi yang dapat mengubah pola hidupmu menjadi sebuah khayalan
Translate
Minggu, 05 Maret 2017
Sabtu, 26 November 2016
Make Me Fall In Love With You Part 5
Secara
tiba-tiba Indah menghentikan aktivitasnya. Manik matanya kini menatap lekat
sosok pria yang sedang lurus menghadapnya. Perlahan gelak tawa yang sedari tadi
ditahannya kini keluar secara spontan. “Hahhha. Rava… Rava… segini aja
kemampuan loe? Baru gue tatap segitu aja loe langsung salting.”. “Apa? Jadi dia
ngerjain gue? Cuma mau bikin gue salting aja? Sial. Liat aja loe, bakalan gue
bales!.”batin Rava.
~
Brukkk. Tiba-tiba saja tubuh Rava ambruk di atas ranjang. Membuat tawa Indah
lenyap dalam seketika. “Rava? Rava loe baik-baik aja kan? Ra-Rava, loe jangan
bercanda kayak gini dong. Gak lucu tau. Rava?” rasanya percuma Indah
memangil-manggilnya, toh Rava juga tidak sadar. Karena merasa khawatir, kini
tangan kanannya menepuk pelan pipi Rava dengan harapan agar pria itu segera
sadar. “Gue gak nyangka, segitu pedulinya loe sama gue,” ucap Rava sambil
meniup rambut-rambut halus diwajah Indah yang hanya berjarak sejengkal dari
wajahnya. Seolah baru menyadari kalau ternyata Rava hanya berpura-pura, Indah
segera mencubit perut Rava kemudian kembali berdiri.
“Aww…
bisa gak sih, loe kalau jadi cewek agak lembut dikit?” gerutu Rava sambil
terduduk memegangi perutnya yang baru saja di cubit oleh Indah. “Gue gak akan
bisa lembut saat berhadapan sama cowok hidung belang kayak loe!” terror Indah.
“kok jadi loe sih yang marah? Ayo, katanya mau ngobatin luka gue,” timpal Rava.
“Gak! Udah basi. Obatin aja sendiri!” Balas Indah kesal sambil melempar
kompresnya. Dan kini langkahnya sudah tak bisa diurungkan lagi untuk benar-benar
meninggalkan Ruang UKS. “Indah. Ndah jangan tinggalin gue Ndah!” teriak Rava
sambil mengacak rambutnya karena frustasi.
Dengan
langkah mengendap-endap Indah meninggalkan ruang kelas. “Indah, loe lagi
ngapain?” Tanya Clara heran sambil membuntuti Indah. Indah pun menoleh
berhadapan langsung dengan wajah Clara yang tengah menatapnya bingung. “gak
kenapa-napa. Loe mau pulangkan? Ayo bareng!” ucap Indah setelah ia pastikan
bahwa Rava tidak sedang menunggunya di depan kelas. Sepanjang perjalanan menuju
parkiran mereka berdua asyik berbincang-bincang sampai akhirnya Clara tidak
menyadari bahwa Reyhan tengah menghampirinya. “Reyhan? gue pikir loe belum
dateng?” tegur Clara. “gue udah nyampe dari tadi kok,” Sahut Reyhan sambil
menatap Indah padahal yang saat ini bertanya adalah Clara. “Hei Ndah?” sapa
Rava sambil merangkul bahu Indah yang refleks membuatnya memutar badan untuk
menatap sosok itu. Rava tetap merasa tak perduli meski kini kedua mata Indah
tengah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. “Ayo tadi katanya mau pulang
bareng, kok sekarang malah berdiri disini?” tanya Rava dengan nada manjanya
yang… lebay.
Indah
sempat merasa kesal namun dengan cepat ia meredamnya. Seolah baru menyadari
kalau ternyata Rava sengaja melakukan ini untuk memanas-manasi Reyhan. “Ohh
iyya. Gue sampe lupa, kitakan mau pulang bareng yah? Aduh… sory yah gue
benar-benar lupa” ucap Indah sambil tertawa jaim. “Hehhhe. Iyya” Sahut Rava.
“Yaudah deh kalau gitu. Ra, Rey kita balik duluan yah bentar lagi udah mau
sore. Bye…” tambah Indah kemudian berlalu tanpa berniat untuk melepaskan
rangkulan tangan Rava dibahunya.
Usai
mengeringkan rambutnya dengan handuk, Indah langsung menuju ruang tv untuk
bersantai. Tak lama kemudian, bel rumah berbunyi. Indah sempat bertanya-tanya
siapa orang yang malam-malam begini masih bertamu kerumahnya?. Sepertinya ia
tahu siapa orang itu. Siapa lagi kalau bukan makhluk pengganggu hidupnya
belakangan ini yaitu Rava. Begitu Indah mendekati pintu dan membukanya, sontak
kedua mata itu menatap tak percaya. “Re-Reyhan???” gumam Indah. “Indah…” lirih
Reyhan. “Loe tau dari mana alamat kostan gue?”. “Clara. Gue minta kasih tau
alamat loe sama dia,” jawab Reyhan. “Clara?” tambah Indah. “Ndah, tolong loe
jujur sama gue. Apa alasan loe buat deket sama cowok itu?” kini Reyhan yang
mendesak Indah. “Jadi loe malam-malam datang kesini cuma buat nanyain apa
alasan gue deket sama Rava?”. “Gue mau loe jawab jujur. Gue tau kalau semua ini
loe lakuin untuk manas-manasin gue kan?”. Indah mencibir. “Loe tuh kenapa sih?
Bukannya waktu itu loe sendiri yang udah nolak gue? Terus kenapa sekarang loe
jadi mengintimidasi gue kayak gini?”. Reyhan terdiam sejenak berusaha mencerna
kata-kata Indah barusan yang ternyata memang benar.
“Gue
mau… mulai sekarang loe jauhin dia!” ucap Reyhan yang sontak membuat Indah
menatapnya lekat. “Apa kata loe? Sejak kapan kita pacaran sampe loe
berani-beraninya ngatur hidup gue? Asal loe tau yah, walaupun loe ngelarang gue
sampe seribu kali buat ngejauhin Rava, gue gak akan mau nurut!” ucap Indah
penuh penekanan. “Bukannya loe cuma suka sama gue?” tanya Reyhan memastikan.
“Iyya. Tapi itu dulu, sebelum loe bikin gue balik benci sama loe!” Sahut Indah
santai namun tegas. “Tapi kenapa loe mau sama dia. Jelas-jelas loe sendiri juga
tau kalo dia cuma manfa’atin loe buat menang taruhan” tegas Reyhan. “Yaa terus
apa bedanya sama loe?” Balas Indah seraya memutar matanya kesal. “Asal loe tau
yah, justru gue lebih menghargai cowok yang ngomong jujur ke gue dibandingin
sama cowok yang bisanya mencari kesalahan orang lain padahal dia sendiri juga
gak tau bagaimana sifat asli orang itu!” Tukas Indah kemudian beranjak masuk
namun dengan cepat Reyhan menggenggam tangannya dan menarik paksa Indah agar
segera naik kemotornya. Tanpa mendengar tolakan dari Indah, Reyhan segera meluncurkan
motornya menuju suatu tempat.
15
menit menuju tempat itu. Kini keduanya telah sampai. Reyhan kembali menggenggam
tangan Indah dan mengajaknya menelusuri keindahan taman kota di malam hari.
“Coba lihat disana,” Reyhan akhirnya angkat bicara sambil menunjuk lurus kearah
depan. Tanpa bertanya lagi Indah segera mengikuti arah telunjuk Reyhan dimana
terdapat dua orang pasangan tengah duduk dibangku taman yang tepat menghadap
kearah bukit. Dengan santai Reyhan melangkah menuju kedua pasangan itu, dan diikuti
oleh Indah yang membuntut di belakangnya.
“Mungkin
cuma loe orang satu-satunya yang gue percaya, secara loe kan sahabat baiknya
Indah. Sejujurnya gue nolak keras waktu teman-teman gue ngadain taruhan buat
nantang gue jadian sama Indah. Tapi teman gue maksa, makanya mau gak mau gue
ngikutin semua kemauan mereka. Dan yang lebih hebatnya lagi, keliatannya
sekarang Indah mulai suka sama gue”. Itulah pengakuan dari pria itu yang
ternyata adalah Rava.
“Loe
yakin Indah baik-baik aja?” Tanya Clara. “Yaa mana gue perduli. Dia kan bukan
siapa-siapa gue. Bukannya dia juga udah tau kalo gue sengaja jadiin dia barang
taruhan?” Sahut Rava enteng. Entah sengaja ataupun tidak, tapi yang jelas
mereka sangat terkejut mendapati Indah yang sudah berdiri mematung sedari tadi.
“I-Indah?” lirih Clara. Mata Rava melirik sekilas kearah Reyhan kemudian
kembali menatap Indah. Indah terus menatap keduanya tanpa berkedip sebelum
akhirnya ia angkat bicara, “Terima kasih karena loe udah nyadarin gue akan
kata-kata gue dulu. Dan gue juga sadar, kalo disini gue cuma sebagai barang
taruhan aja. Yang gak akan lama lagi setelah loe dapetin gue, loe akan buang
gue sesuka hati loe” Lirih Indah. Rava sama sekali tak ada niat untuk menjawab.
“mulai besok, gue sendiri yang akan nemuin teman-teman loe untuk bilang kalo
kita udah resmi pacaran. Dan sehabis itu loe bisa putusin gue kapanpun loe mau”
Lanjut Indah kemudian beranjak pergi namun Reyhan segera menahannya. “Indah.
Loe mau kemana?” Tanya Reyhan. “Ini udah malem. Gue harus balik sekarang” Sahut
Indah. “Biar gue anter!”. Indah hanya membalasnya dengan anggukkan kecil.
“Thanks
yaa Rav, loe udah mau bikin Indah ngejauh dari loe” ucap Clara. “justru
seharusnya gue yang bilang terima kasih sama kalian berdua. Karena udah
ngingetin siapa sebenarnya diri gue. Kedekatan gue sama Indah hanya akan
menambah deritanya. Secara gue kan bukan orang baik-baik” balas Rava. Clara
tersenyum mendengar ucapan Rava.
~
~ ~
Perlahan
Indah menghembuskan nafasnya kemudian melangkah menuju meja kantin yang
terdapat Rava dkk. Andre merasa heran mengapa tiba-tiba Indah menghampiri
mereka. “Ada apa Ndah?” Tanya Andre penasaran. Rava menatap Indah sekilas
kemudian mengalihkannya kearah lain seolah sudah tau apa yang akan dilakukan
oleh gadis itu. “kira-kira gue ganggu kalian gak?” Indah balik bertanya. “Nggak
kok. Nggak sama sekali,” jawab Irvan. “emangnya loe mau ngomong apa?” Tanya Rey
menimpali. Andre menatap Rava seolah meminta penjelasan apa yang sebenarnya
terjadi. “gue kesini mau nyampein sesuatu sama kalin semua. Sebenarnya … gue
sama Rava udah jadian,” usai mengucapkan kalimat itu Andre dan yang lainnya
melotot tak percaya kecuali Rava yang tampak menyesal. “Seriusan Rav?” Tanya
Andre memastikan. “Dan sekarang gue mau pergi. Tapi sebelum gue pergi, gue mau
minta satu hal sama loe Rav.”. Rava mengerutkan dahi. “gue mau nagih sesuatu
yang seharusnya loe ucapin saat ini.”. Andre dan yang lainnya tampak terlihat
bingung apa yang sebenarnya mereka ucapkan. Dengan ragu Rava bangkit dari
kursinya. “Gue rasa bantuan loe cukup, buat gue dapetin uang sepuluh juta itu.
Dan mulai sekarang… gue mau kita putus,” ujar Rava dengan nada sendu. Indah
tersenyum senang.
“Kalo
gitu selamat. Usaha loe gak sia-sia. Oya, loe masih ingetkan dengan perjanjian
kita waktu itu? Loe bilang… siapapun diantara kita yang jatuh cinta lebih dulu,
maka dia akan kalah. Dan gue akui, kalo kali ini gue kalah” Aku Indah yang tak
terasa air mata telah jatuh dipipinya. “Indah loe gak apa-apa?” Tanya Andre
tampak khawatir. Indah menggeleng.
“Makasih
karena udah mau ngelibatin gue dalam permainan kalian. Seenggaknya gue dapat
merasakan, bagaimana rasanya dikejar-kejar sama cowok meskipun itu hanya
settingan. Gue mau minta ma’af sama loe Rav karena selama ini udah sering
maki-maki loe. Gue pergi dulu” Pamit Indah meninggalkan kantin dan juga puluhan
orang yang tengah menatapnya termasuk Lisa. Rava kembali mendudukkan dirinya
dikursi. “Si Indah kenapa si Rav?” Tanya Rey bingung. Rava tak menjawab, namun
Andre terlihat sedang berfikir keras sambil mencerna atas ucapan Indah barusan.
Dengan
langkah gontai Rava menjatuhkan tubuhnya dikursi taman belakang kampus.
Pikirannya saat ini benar-benar kacau, entah hal apa yang membuatnya sehancur
ini. Yang jelas hatinya tak pernah berhenti untuk merutuki diri sendiri. Saking
frustasinya, Rava mengacak-acak rambut serta mengusap kasar wajahnya. “Kenapa
harus dia!!!” pekik Rava yang terdengar diseluruh penjuru taman. “Kenapa harus
dia yang jadi korban gue…” gumamnya terdengar lirih.
[
Sementara Itu ]
“Ndah
sebenarnya ada yang mau gue omongin sama loe. Soal Rava” ucap Clara yang sesaat
membuat Indah terdiam. “Sebenarnya… gue yang nyuruh Rava untuk ngejauhin loe
dengan cara kayak gitu.”. Indah masih tak mengerti maksud dari ucapan
sahabatnya. “Dia juga sengaja ngelakuin itu supaya loe ngejauhin dia, karena
dia pikir seorang playboy gak akan bisa bersatu dengan gadis lugu dan baik hati
seperti loe,” jelas Clara. “jadi…?” tanya Indah. Clara pun mengangguk seolah
mengerti maksud Indah. “Sekarang gue mau nanya sama loe, loe harus jawab dengan
jujur. Apa loe benar-benar suka sama Rava?”. “Itu pertanyaan atau pernyataan?
Kok gue jadi ragu,” gumam Indah. “Loe tinggal jawab iyya atau nggak?” ulang
Clara menegaskan. “sory ya Ra, bukannya gue gak mau jawab pertanyaan loe saat
ini, tapi gue masih gak yakin sama perasaan gue yang sekarang. Jujur aja sejak
gue ketemu sama Rava, gue ngerasa kalo hidup gue tuh gak ada beban meskipun dia
yang selalu jadi beban hidup gue” gumam Indah.
“Bukannya
itu udah jelas kalo loe suka sama dia? Terus kenapa loe mesti pergi?” tutur
Clara. “gue pergi karena gue punya alasan lain,” Sahut Indah. “kapan loe akan
pergi?” tanya Clara to the point. “besok pagi” lirih Indah. Clara menarik nafas
dalam-dalam sebelum akhirnya ia hembuskan perlahan. “Gue cuma berharap agar loe
bisa berubah pikiran dan gak akan jadi ninggalin kita bersama kampus ini.”.
“kalo gitu gue pergi dulu yah,” pamit Indah. Clara pun mengangguk.
Selepas
kepergian Indah, Clara langsung mencari-cari keberadaan Rava saat ini. Setelah
kesana kemari mencari sosok itu, akhirnya ia menemukannya. “Rava,” panggil
Clara. Mendengar namanya dipanggil Rava pun menoleh sesaat kemudian
mengabaikannya lagi. “Rava. Sekarang juga loe harus ikut gue” ucap Clara. Rava
sama sekali tidak menggubrisnya. “Rav, loe kenapa sih?” tanya Clara heran
melihat wajah kusut Rava. “Gue gak apa-apa” Sahut Rava yang terdengar lirih.
“Kalo gitu loe harus ikut gue sekarang!” Clara terpaksa menarik tangan Rava
untuk ikut dengannya.
Perlahan
satu persatu kejadian itu kembali muncul di ingatan Indah. Mulai dari awal
mereka bertemu, bertengkar, hingga berpandangan satu sama lain. Sekilas hadir
raut wajah Rava, dimana ia menggodanya dulu. Namun semua itu hanya akan menjadi
sebuah kenangan. “Lagi-lagi gue terjebak dimasalah yang sama” Lirih Indah yang
entah sejak kapan air mata itu telah meleleh membasahi pipinya. Satu hal yang
membuatnya berat untuk meninggalkan tempat itu. Apalagi kalau bukan Rava,
faktor utama mengapa ia menangis. Mengingat waktu sudah mulai sore, Indah
segera bergegas untuk mengemas barang-barangnya.
Usai
mengemas, Indah berniat untuk langsung tidur. Namun niat nya diurungkan, begitu
mendengar seseorang membunyikan klakson di depan kost-an nya. Karena merasa
terganggu, Indah beranjak bangun dan melihat langsung siapa orang jail itu. “Akhirnya
tuan rumah buka pintu juga.”. Mendengar suara itu, Indah segera menoleh
kearahnya. “Loe? Ngapain loe kesini?” tanya Indah. “Mau mastiin keadaan loe,”
sahutorang itu yang ternyata adalah Rava. “Mastiin keadaan gue? Emangnya kenapa
sama gue?” Tanya Indah heran. “Gue tau, kalo loe cuma pura-pura merasa baik di
depan gue. Tapi faktanya, loe menyimpan sakit hati itu.” Tutur Rava. “Loe gak
usah sok tau deh,” ucap Indah sambil menggodanya. “Gue mau loe jujur, untuk
kali ini aja. Apa pernah loe berpikir kalo gue juga suka sama loe?”. Indah
tertegun mendapat pertanyaan itu. “Kalo emang loe gak bisa jawab, gue ngerti
kok. Seenggaknya gue udah tau kalo loe suka sama gue. Tapi satu hal yang harus
loe dengar langsung. Bahwa orang yang seharusnya dihukum pertama kali itu gue.
Karena gue lah yang pertama kali jatuh cinta sama loe. Sejak loe nolong gue
dari preman suruhannya Lisa.”. “Apa omongan loe itu benar?” Tanya Indah
memastikan. Rava menangguk. “Tolong jangan datang dan pergi sesuka loe. Karena
gue gak mau terus-terusan jadi playboy,” pinta Rava. Indah menghampiri dan
langsung memeluk Rava sambil menangis haru.
~ END ~
Make Me Fall In Love With You Part 4
Starnightblogradreass.blogspot.com
“Ini
pertama kalinya buat gue tau gak si,” Kata Rava saat keduanya duduk
berdampingan dalam bus yang akan mengantarkan mereka kekampus. “naik bus?”
akhirnya setelah sekian lama Indah terdiam. “Bukan. Tapi ngejar cewek. Secara
biasanya kan gue yang di kejar-kejar” jelas Rava. “Kalo gitu sama dong. Ini
juga jadi yang pertama buat gue,” Aku Indah. “di kejar-kejar sama cowok?” tanya
Rava yang tak lama disusul tawa dari bibirnya. “Bukan. Tapi ini jadi yang
pertama kalinya buat gue naik bus bareng sama kecoa kakus kadal bunting kayak
loe!” balas Indah mencibir yang sontak membuat tawa dibibir Rava hilang dalam
sekejap. “kok diem?” tanya Indah memastikan apakah keadaan Rava baik-baik saja
setelah ia membunuhnya secara terang-terangan. Rava tak membalas. Hanya tampak
menggerutu tak jelas membuat Indah tertawa lepas. “Ohh ya, ngomong-ngomong
kenapa loe pindah kekampus baru kita?” Tanya Rava mengalihkan pembicaraan. “Gue
habis patah hati” Balas Indah singkat. “Hahaha, emangnya cewek preman kayak loe
bisa juga ya patah hati?” Tanya Rava jelas meledek. Tapi Indah tak ada niat
untuk menjawab pertanyaan itu. Keheningan terus menyelimuti mereka, hingga
tibalah di gerbang kampus.
“Indah,”
panggil Rava. “Apa lagi?” tanya Indah tanpa menoleh. “Soal yang loe bilang
tadi. Loe bercanda kan?. Kali ini Indah menghentikan langkahnya. Dan berbalik
menatap Rava. “kalau seandainya gue bilang serius, loe percaya?” Tanya Indah
balik. “Ya enggak lah,” Sahut Rava cepat yang membuat Indah tersenyum sinis.
“Ya udah, kalo gitu yang tadi itu bo’ong. Gue cuma bercanda,” Balas Indah
kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Membuat Rava sejenak mengerutkan
kening. Gadis itu benar-benar sulit ditebak.
[Kantin]
Saat
sedang asyiknya Indah mengobrol dengan Clara sambil menyantap soto pesanannya,
tiba-tiba saja makhluk itu datang lagi. “Berani loe duduk disini, gue pergi
sekarang juga!,” Ancam Indah yang membuat Rava membatalkan niatnya untuk duduk
dan kembali berdiri. “Loe bilang loe gak akan terpengaruh sama sekali akan
rayuan gue. Belum juga gue ngerayu, loe malah takut duluan” Ujar Rava. “Eh?”
gumam Indah kaget. “Demi apapun loe imut banget kalo lagi kaget kayak gitu”
lagi-lagi Rava mengakuinya. Refleks Indah segera bangkit berdiri. Bersiap untuk
pergi kalau saja Rava tidak lebih dulu menarik tangannya. Dan membuat ia duduk
kembali.
Kali
ini Indah jelas melotot sebal kearah Rava yang dengan santainya malah duduk di
sampingnya. “Oya ra, tadi loe bilang loe gak bisa nganterin gue ketoko buku
yah?,” tanya Indah memastikan. “Iya, sorry banget ya Ndah. Soalnya cowok gue
jemput.” Kata Clara. “Yaudah deh gak papa. Lain kali aja,”. “Gue gak keberatan
kok kalo harus nemenin loe kemana pun,” kata Rava tulus. “Oya?,” tanya Indah
dengan wajah berbinar. Rava pun mengangguk senang. “BODO!!!” Tukas Indah
kemudian berlalu pergi yang disusul oleh Clara. Rava melongo sambil menyabarkan
hatinya yang mulai memanas.
Saat
Indah dan Clara sedang berjalan berdampingan tiba-tiba saja Rava datang
menghampiri. “Hei, mau pulang ya?” Sapa nya ramah. Clara mengangguk sementara
Indah justru mencibir. “Oya ra, mana katanya cowok loe mau jemput?” tanya Indah
seolah tak mengetahui keberadaan Rava.
Clara
tak langsung menjawab, matanya tengah asyik mencari sosok pria yang akan
menjemputnya. “Akh. Itu dia” ucapnya setelah melihat pria bersama motor
sportnya tengah menghampiri mereka. Indah terus menatap pria itu yang entah
mengapa sepertinya ia pernah mengenalnya. Sedangkan Rava, ia mengamati pria itu
mulai dari motor sport, helm hitam, jaket serta sepatu yang dikenakan terlihat
keren memang. Tapi menurutnya style dia lebih keren. Sesaat Rava menggelengkan
kepalanya begitu pria itu membuka helm, menurutnya pria itu tidak ada
apa-apanya dibandingkan dia, tapi tunggu. Kenapa Indah justru menatapnya lekat?
“Indah,
loe kenapa. Jangan bilang loe naksir sama cowok gue?” Tanya Clara langsung.
“Eh? Nggak kok ra, gue gak apa-apa.” jawab Indah seolah baru sadar dari
lamunannya. “yaudah kalo gitu kenalin. Ini Reyhan. Dan Reyhan, ini Indah.”.
Reyhan mengulurkan tangannya sedangkan Indah tak langsung menyambut uluran
tangan itu. Ia berfikir sejenak kemudian tersenyum sambil bersalaman. “Ehem”
Rava hanya berdehem. “Oiya, Reyhan. Kenalin yang itu namanya Rava. Playboy
kampus tingkat dewa” jelas Clara yang terdengar menyindir. Rava yang awalnya
tersenyum manis kini merubah ekspresinya setelah menatap Indah yang terdiam
tanpa ekspresi. Sepertinya ada sesuatu yang janggal, setelah kedatangan Reyhan.
“Eum… udah hampir sore nih, kita balik duluan yah” pamit Rava sambil menarik
tangan Indah untuk menjauh dari mereka. “Iyya, kalian hati-hati” sahut Clara.
Bus
melaju dalam keheningan. Keduanya masih sibuk akan jalan pikirannya
masing-masing. Bahkan tak terasa bus sudah berhenti ditempat tujuan. Dengan
perlahan Indah melangkah turun diikuti Rava yang masih setia di belakangnya.
Sambil melangkah Indah melirik jam yang melingkar ditangannya. Masih terlalu
siang untuk langsung pulang. Lagi pula pikirannya masih kusut jadi yang ia
butuhkan adalah tempat yang tenang. Menatap langit sore sepertinya
menyenangkan. Hanya saja ia baru menyadari kalau ternyata makhluk itu masih
saja membuntutinya. “Loe boleh kok terus menganggap gue gak ada kalau loe mau,”
Rava akhirnya bersuara saat mendapati tatapan risih Indah padanya. Sedangkan
Indah hanya berdehem seolah mengiyakan ucapan Rava barusan.
“Huh,”
tanpa sadar ia menghembuskan nafas berat yang kini hinggap dihatinya. “Dia
mantan loe ya?” Tanya Rava buka mulut. Indah refleks menoleh. Rava sedikit
mengernyit mendapati wajah Indah yang kini menatapnya sinis. “Heh, gimana gue
bisa nganggep loe gak ada, kalau jelas-jelas loe bisa ngomong.” Balas Indah
mencibir. “Kalau gitu loe gak perlu jawab.” Rava menambahkan. Suasana kembali
hening. Saat sampai di dekat taman Indah melajukan langkahnya menuju pohon
rindang dan duduk di bawah sana sambil menatap langit.
“Bukan”
gumam Indah. “Eh?” tanya Rava heran. “Dia bukan mantan gue,” Sambung Indah
tanpa menoleh walau ia tahu Rava sedang menatapnya menunggu kelanjutan dari
ucapan Indah. “walau gue pernah suka sama dia, bahkan sampai detik ini!” Indah
menegaskan. Kali ini ia menoleh. Berhadapan langsung dengan wajah Rava yang
menatapnya heran sekaligus merasa tak percaya.
“Untuk
menghindari dia, gue pindah kampus dengan harapan bisa ngelupain semuanya.
Siapa yang menyangka, justru dikampus baru ini gue malah ketemu loe. Seorang
playboy yang jelas manfa’atin gue buat dapet uang 10 juta. Ditambah lagi
kedatangan Reyhan yang ternyata pacar sahabat gue sendiri. Menurut loe, kurang
apa coba penderitaan gue?” Sambung Indah lagi. Rava menunduk dalam dengan mulut
terkunci. Tak tau perasaan apa yang kini ada dihatinya.
Selesai
berkata tangan Indah terulur mengambil handphone beserta headset yang tersimpan
di dalam tas. Kemudian memutar sebuah lagu yang beberapa hari ini menjadi teman
galau untuknya. The One That Got Away
tengah mengalun lembut. Yang tanpa ia sadari kini cairan bening sudah mengalir
bebas dipipinya. Rava yang melihatnya secara langsung, tak bisa diam begitu
saja. Ia merengkuh tubuh Indah agar menyandarkan kepala dibahunya. Entah Indah
yang merasa nyaman berada di dekapan Rava atau justru malah Rava yang enggan
untuk melepasnya. Tapi yang jelas saat ini mereka terlihat lebih akrab dari
biasanya.
[
Keesokan Harinya ]
Selesai
mengunci pintu rumah, Indah melangkah dengan santai. Namun baru tiga langkah
saja, sebuah klakson sudah terlebih dulu menahannya. Kali ini ia menghembuskan
nafas kesal saat mendapati cengiran lebar diwajah Rava. “Loe gak keberatankan
kalo gue parkir motor disini lagi?” tanya Rava. “tentu aja gue keberatan,”
balas Indah sinis. Rava terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Sementara Indah sendiri terdiam. Matanya mengawasi sosok yang berdiri
dihadapannya dari atas kepala sampai ujung kaki. Ya Tuhan, ini orang makin hari
kok makin keren aja ya?. Pujinya dalam hati. “Dari pada loe parkir di sana,
lebih baik loe goncengin gue”. Mendengar ucapan Indah barusan, sontak saja
membuat Rava terlonjak kaget. “ya-yang bener?,”. Indah mengangguk. “Eh tapi
tunggu! Gue mau naik motor bukan karena gue suka sama loe. Tapi karena gue tau
bahwa Sebaik-baiknya manusia, adalah dia
yang memberikan manfa’at kepada orang lain. Ya… jadi itung-itung irit
ongkoslah. Kan loe tau sendiri kalo gue ini cuma anak kost kost-an,”. “Iyyyaaa
gue tau itu, yaudah yuk naik!” perintahnya.
[
Sepanjang Perjalanan ]
“Bagaimana kalau kita… bikin
perjanjian?” ucap Rava. “Perjanjian? Perjanjian apa?” tanya Indah penasaran.
“siapapun di antara kita yang jatuh cinta lebih dulu, itu tandanya dia yang
akan kalah?” Tambah Rava. “gimana kalau ternyata loe sendiri yang jatuh cinta lebih
dulu?” Indah balik bertanya. “Ya… itu tandanya gue kalah, dan loe yang menang”
sahut pria itu dengan santai. “Apa gak ada hukuman tambahan buat yang kalah?”.
“Hmm ada. Hukuman bagi yang kalah, dia harus mengakui di depan semua orang
kalau dia udah melanggar perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak”
terang Rava yang kemudian disetujui oleh Indah. “Oke, deal!”.
Begitu sampai dikampus, tatapan tak
bersahabat langsung didapatkan oleh Indah. Tapi ia bersikap cuek enggan untuk
meladeni mereka. “Indah,”. Merasa namanya dipanggil Indah pun menoleh keasal
suara. “Clara?” Sahut Indah.
Matanya
tak sengaja menangkap keberadaan Reyhan yang baru saja mengantar Clara dan kini
berhadapan dengannya. “Kok loe bareng sama Rava?” Tanya Clara dengan wajah
herannya. “Tadi dia jemput gue,” balas Indah malas. “kalian pacaran?” tanya
Reyhan tiba-tiba yang sontak membuat Indah dan Rava melotot. “Yaa nggak lah.
Gak mungkin. Mana mau gue pacaran sama dia,” sahut Indah sambil tersenyum
kikuk. “Tapi gue suka sama dia.”. Refleks mata Indah memandang tajam kearah
Rava setelah apa yang ia katakan barusan. “Apa?” Tanya Reyhan tak percaya. Rava
hanya angkat bahu sambil tersenyum manis kearah Indah. “Sebagai taruhan sepuluh
juta,” Sambung Clara. “maksud kamu?” tambah Reyhan yang semakin tak mengerti.
“Iya. Rava ini playboy, dan secara sengaja bikin taruhan sama teman-temannya
buat macarin Indah dengan bayaran sepuluh juta,” Jelas Clara enteng.
Entah sejak kapan kejadian itu
terjadi, yang jelas saat ini Rava sudah terdampar di tanah sambil mengusap
bekas luka diwajahnya. Kalau saja Clara tidak menahan kuat emosi Reyhan, bisa
dipastikan Rava masuk ruang ICU setelah ini. “Loe benar-benar brengsek. Loe tau
gak, kalau tindakan loe ini bisa melukai hati Indah!” Geram Reyhan kalap. Perlahan
Rava berdiri. Menghadap langsung kearah Reyhan dengan tatapan menantang. “Loe
yakin kalau loe gak lebih brengsek dari gue?” Serang Rava balik. “maksud loe?”
tanya Clara bingung. “Cukup. Rava ayo kita pergi!” Indah angkat bicara saat
melihat keadaan yang semakin lama semakin kacau kalau saja ia membiarkan
kelanjutan dari perkelahian ini. “Indah loe kenapa masih aja ngelindungin dia?
Bukannya loe sendiri yang bilang ke gue kalau dia…”. ~ Plakkk. Belum sempat
Rava menyelesaikan kata-kata, tiba-tiba saja Indah menamparnya. Membuat pria
itu bungkam seribu bahasa sambil menatap Indah tak percaya. “Ayo kita pergi,”
kini gantian Indah yang menyeret tangan Rava agar menjauh dari mereka.
“Loe nampar gue?”. Walau kalimat
yang Rava lontarkan terdengar santai, namun nyatanya itu sebuah pernyataan. “ma’af
gue gak sengaja” balas Indah sedikit merasa bersalah. “Dia yang udah bikin loe
sakit hati, tapi kenapa gue yang ditonjok dan ditampar?” ujar Rava. “kenapa
harus marah sih? Lagian elo. Udah tau disana ada Clara, pake mau bongkar
rahasia segala lagi!” Serang Indah. “Bagus… bukannya menyesal tapi malah nambah
nyalahin gue,”. Seketika ucapan Rava barusan membuat Indah merasa tak enak. Ia
terdiam sejenak kemudian mulai angkat bicara. “Sini luka loe biar gue yang
ngobatin,” Ucap Indah akhirnya setelah sampai di depan ruang UKS.
Tanpa kata lagi Indah membersihkan
luka di wajah Rava yang membuat mereka saling berhadapan dengan jarak hanya
beberapa centi saja. Mendapati Indah yang sedang mengobati lukanya dengan
telaten, Rava merasa jantungnya kacau. Saat ini ia benar-benar tidak bisa
mengendalikan perasaannya. Dengan cepat Rava memalingkan wajahnya untuk
menetralisir rasa gugup yang kini mendera. Indah menatap heran. “Nih anak
kenapa tiba-tiba jadi aneh? Masih bagus dia mau ngobatin lukanya, bukannya
terima kasih tapi malah melengos.” Batin Indah.
Make Me Fall In Love With You Part 3
“Dasar manusia gila, kurang kerjaan.
Rese” Gerutu Indah sepanjang perjalanan menuju kekelasnya. Entah karena
keasyikan menggerutu atau memang pikirannya saja yang sedang badmood, yang
jelas saat tiba dibelokan koridor tak sengaja ia menabrak seseorang. Membuat
gadis itu yang ternyata sedang membawa banyak buku langsung berserakan di
lantai.
“Sory
sory, gue nggak sengaja” Sesal Indah sambil berjongkok membantu mengumpulkan
buku-buku itu. Setelah kembali tertata rapih, barulah Indah berani menatap
sosok yang barusan ia tabrak itu. Bulu matanya yang lentik serta kulit wajahnya
yang halus bebas dari jerawat membuat wajah bulatnya terlihat lebih cantik. “eh
sekali lagi ma’af ya. Gue jalan nggak liat-liat” ulang Indah merasa bersalah.
“nggak papa kok. Kayaknya tadi itu gue deh yang salah karena terlalu ceroboh
bawa bukunya” Balas gadis itu sambil berdiri. “Indah,” Tanpa diminta Indah
langsung menyodorkan tangannya. “Clara” balas gadis itu sambil menyambut uluran
tangan Indah. “Eum… mahasiswi baru yah?” Tambah Clara. “kok tau?” Tanya Indah
balik. “soalnya gue baru liat”. “Ohh. Oh ya, buru-buru banget memangnya mau
kemana?” Tanya Indah mengalihkan pembicaraan. “tadinya si pengen kekantin,
tapi… berhubung sebentar lagi udah mau masuk. Gak jadi deh, mau langsung kekelas
aja” sahut gadis itu. “emm kalo boleh tau kelas mana emang?” tanya Indah lagi.
“jurusan sastra, Semester tiga ruang 3C”. “kok sama?” tanya Indah kaget. “masa
sih?” tanya Clara ikutan kaget. “Yaudah yuk bareng!” Ajak Indah.
“Oh
ya ra, ngomong-ngomong loe kenal Rava gak???” tanya Indah sambil menyantap mie
soto pesanannya. “Rava?. Maksud loe dia?” tanya Clara balik sambil menunjuk
keluar melewati jendela kantin. “Tentu. Siapa sih yang gak kenal sama prince
playboy,” balas Clara santai sambil menggigit pisang goreng. “Oh ya? Emang dia
beneran playboy?” tanya Indah terlihat tertarik. “emmm” Clara mengangguk
membenarkan. “bahkan asal loe tau aja. Bukan cuma playboy tu orang, tapi juga
kurang ajar. Dua hari yang lalu, dia mutusin si Lisa. Cewek idola di kampus kita.
Katanya dia jadian sama tu cewek cuma karena teman-temannya nantangin dia buat
jadi taruhan, kan overdosis banget tuh orang! Gila kali ya?” jelas Clara sambil
menggeleng tak percaya. Indah kembali terdiam. Sekarang ia baru mengerti kenapa
Lisa begitu benci pada Rava sampe-sampe harus nyewa preman segala. Sepertinya
itu memang balasan yang pantas untuknya. “tapi dari mana loe bisa tau kalo dia
playboy?” tanya Clara yang membuat Indah mau tak mau harus menjelaskan kenapa
ia bertanya seperti itu.
“Apa?
Loe adalah target selanjutnya?”. “Demi apapun Indah benar-benar menyesali
karena sudah berkata jujur kepada Clara. Saat ini puluhan pasang mata tengah
menatap lurus kearah Indah. “kenapa gak sekalian aja loe minjem mic di kampus
atau kalau perlu buat iklan dikoran” Gerutu Indah kesal. “Ups, sory gue
kelepasan” Bisik Clara merasa bersalah. “giliran minta ma’af aja loe, baru
bisik-bisik” Umpat Indah. “Apa! Jadi bener, Rava melakukan taruhan lagi? Dan…
target selanjutnya itu elo?” tanya seseorang yang tidak diketahui namanya.
Akhirnya dengan berat hati Indah mengangguk, yang sontak membuat mereka tambah
melotot.
“Kok
bisa? Gimana ceritanya? Lagi juga loe gak cantik-cantik amat tuh”. “mana gue
tau. Kalau kalian mau tau tanyain aja langsung sama si Rava!” Gertak Indah dan
segera menyeret Clara untuk meninggalkan kantin. “Ma’af tadi gue nggak sengaja”
kata Clara lirih. Untuk sejenak Indah menghentikan langkahnya. Menatap kearah
Clara yang terlihat merasa bersalah. “Udahlah, lupain aja. Gue tau kok kalo loe
gak sengaja,” kata Indah akhirnya. “Tapi… “ Clara tidak jadi melanjutkan
ucapannya. Matanya lurus menatap sosok yang kini berdiri di belakang Indah.
Awalnya Indah merasa ada yang aneh, ternyata benar saja begitu dilihat ternyata
pria itu muncul lagi.
“Ya
Tuhan… “ Gumam Indah frustasi sambil mengusap keningnya. “Loe kenapa? Sakit?”
tanya Rava yang hendak melangkah untuk mendekat. Namun dengan sigap Indah
menyetopnya. “ekh, mau apa loe? Jangan deket-deket. Gue gak mau dideketin sama
banci kampus kayak loe!” Damprat Indah sewot. Kemudian tanpa kata segera berlalu.
“kenapa tu anak? Lagi dateng bulan ya?” tanya Rava kearah Clara yang masih
berdiri dihadapannya. “Bukannya itu gara-gara loe ya?” Cibir Clara sinis.
“Gue?” tunjuk Rava kearah wajahnya sendiri. “Iya. Lagian ngapain coba, loe
jadiin dia target taruhan loe selanjutnya?”. “Kok loe tau?” tanya Rava makin
kaget. “Bukan cuma gue. Tapi gue bisa jamin, sebentar lagi seluruh anak kampus
juga bakalan tau”. “Hah?”. Mulut Rava hanya mampu melongo terbuka. Sementara
Clara sama sekali tak tertarik untuk melanjutkan pembicaraan. Ia lebih memilih
mengejar Indah. Memastikan kondisinya sekarang.
Setelah
membasuh mukanya dengan air keran, tangan Indah terulur meraih tisu.
Mengeringkan wajahnya. Sejenak di tatapnya bayangan di cermin. Raut lelah jelas
tergambar disana. Tak ingin berlama-lama Indah segera melangkah keluar. Tepat
dipintu langkahnya terhenti. Menatap sosok tubuh yang kini berhadapan
dengannya.
“Gue
minta ma’af untuk masalah kemarin” Gumam Lisa yang terdengar menyesal. “maksud
loe?” Tanya Indah tak percaya. “Soal masalah kemarin. Gue mau minta ma’af sama
loe” ulang Lisa. “Ehem.. gak apa-apa kok. Lagian loe gak punya salah juga sama
gue” kata Indah akhirnya. “Tapi kemarin gue sempat bersikap gak wajar sama
loe”. Indah hanya membalas dengan senyuman. “Lisa,” tiba-tiba Lisa mengulurkan
tangannya. “Indah,” jawab Indah dan segera menyalami tangan Lisa. “Selain minta
ma’af. Gue juga mau berterima kasih sama loe, karena loe udah mau belain gue di
hadapan Rava”. “nggak masalah. Gue cuma ngelakuin apa yang menurut gue benar.”.
“Kalau gitu mulai sekarang loe mau jadi sahabat gue kan?” tanya Lisa lagi.
Indah terdiam sejenak. Sampai kemudian sebuah senyuman terukir di bibirnya.
“kenapa nggak?”. Kali ini benar-benar senyuman mengembang di kedua wajah cantik
itu.
Saat
kelas berakhir Indah segera membereskan buku-bukunya. Kemudian berjalan
beriringan dengan Clara menuju halaman kampus. Sepanjang perjalanan mereka
saling berbagi cerita. “Oh jadi loe pulang naik bus?” Tanya Clara. Kepala Indah
mengangguk membenarkan.
“O…
yaudah kalau gitu sory ya, gue duluan” Tambah Clara lagi saat melihat mobil
berwarna silver sudah terparkir tak jauh di hadapannya. “Oke… hati-hati ya”.
“Sip… loe juga”. Kata terakhir yang keluar dari mulut Clara sebelum menghilang
bersama mobilnya. Begitu Indah sampai di halte, suara klakson mengagetkannya
secara tiba-tiba. “Mau pulang ya?” tanya pria itu yang ternyata adalah Rava.
“Gak. Mau kepasar jualan sayur!” jawab Indah ketus. Suara tawa kontan terdengar
dari mulut Rava. “Ya elah jadi cewek judes amat si? Ntar gak punya pacar lo.”
Kata Rava setengah meledek. “Siapa bilang? Justru malah ada yang niat banget
buat bisa macarin gue biar dapet sepuluh juta” Tembak Indah. ~ Glek. Skak mat.
Tawa Rava langsung terhenti mendengar kalimat sindiran yang jelas-jelas tertuju
kepadanya. “Ehem, kalo loe mau pulang, gue gak keberatan kok buat nganterin”
ucap Rava mengalihkan pembicaraan. “Gak perlu! Gue masih sanggup bayar bus buat
nganterin gue sampe kerumah.”. Tak lama kemudian sebuah bus berhenti dihadapan
mereka. Indah segera memasuki bus itu. Sedang Rava hanya menatapnya sambil
melongo.
Selesai
mengunci pintu pagar, Indah segera melangkah. Suara klakson motor mengagetkan
nya. Dan lebih kaget lagi ia saat melihat Rava yang duduk diatas motor lengkap
dengan senyum manis dibibirnya. “Pagi Indah,” Sapa pria itu sambil melambai
ramah. “Loe kenapa bisa ada disini?” tanya Indah mengabaikan sapaan Rava.
“tentu aja buat jemput loe supaya kita bisa pergi bareng”. “Hah?” gumam Indah
tak percaya. “Akh loe makin kelihatan imut deh kalau lagi kaget kayak gitu,”
puji Rava. Dengan cepat Indah segera menoleh kearah lain. “dari mana loe tau
kalo gue tinggal disini?,”. “gue kan ikutin loe kemarin” Aku Rava santai.
“Hah?” Indah kembali terkejut. “Mentang-mentang gue bilang loe imut kalau
kaget, pake acara tayang ulang segala,” Komentar Rava membuat Indah segera
mengganti ekspresinya. “Jadi, loe mau pergi bareng gue kan?” Tawar Rava
kemudian. “nggak, makasih”. Tolak Indah kemudian melangkahkan kakinya berniat
untuk meninggalkan Rava.
“Indah,
kenapa si cowok sekeren gue loe tolak juga?” Tanya Rava yang kontan membuat
Indah berbalik menatapnya. Mata Indah terarah lurus kearah Rava dengan tatapan
mengamati. Kemeja lengan pendek dipadu dengan jaket beserta jins hitam serta
sepatu yang terpasang rapi dikakinya. Ditambah dengan motor sport dan helm
berwarna hitam. “Ah benar juga. Gue baru nyadar kalau loe ternyata beneran
keren,” Aku Indah santai. Sedangkan Rava hanya melotot kaget. “beneran gadis
itu memuji penampilan gue?” batin Rava dengan wajah yang kini terlihat nerves.
“Tapi sayang, kelebihan itu loe gunain sebagai playboy.” Tambah Indah angkat
bahu. Kemudian berbalik kembali. Meninggalkan Rava dengan tampang syoknya.
“Loe
emang demen banget ya angkat orang tinggi-tinggi terus abis itu loe hempaskan
kedasar bumi,” Tukas Rava kesal sambil berusaha mensejajarkan langkahnya
disamping Indah. Indah menghentikan langkahnya. Kemudian menatap kebelakang.
“Kok motor loe ditinggal?”. “Ya loe gak mau pergi bareng gue pake motor, yaudah
kalau gitu biar gue yang ikutan naik bus” Sahut Rava santai. “emang loe gak
takut tu motor hilang?”. “gue anak orang super kaya asal loe tau. Urusan motor
hilang mah tinggal beli aja lagi yang bagusan”. “Orang kayak kok sombong. Dasar
gila!” Umpat Indah yang mendadak mualnya kumat.Starnightbloggeradreass.blogspot.com
Make Me Fall In Love With You Part 2
Begitu
kelas berakhir, dengan angkuhnya Rava melangkah keluar kelas diikuti ketiga
sahabat karibnya. Tatapan dan decakan kagum dari lawan jenis masih saja ia
temui. Meski imagenya benar-benar buruk. Terkenal sebagai playboy kelas kakap
tapi tetap saja fansnya bejibun. Tak heran si, dengan ketampanan serta kekayaan
yang dimilikinya di atas rata-rata mampu menutupi sejuta kekurangannya.
Sampai
dipelataran parkir, Rava segera mengenakan helm dikepalanya. Kemudian melesat
pergi mengendarai motor kesayangannya melaju pulang kerumah. Tepat ditikungan
yang kebetulan sepi, mendadak Rava mengerem motornya. Tampak dihadapannya kini,
terdapat beberapa orang bertampang sangar yang sepertinya sengaja menghadang.
Tanpa diketahui, Rava sudah terlebih dahulu mendapat pukulan tepat dibagian
kepala, membuatnya jatuh terlempar kearah motor dan ikut ambruk secara
bersamaan. “mau apa kalian?”. Sebuah pukulan kembali mendarat ditubuh Rava
secara bertubi-tubi sebagai jawaban atas pertanyaannya. Meski sebenarnya Rava
juga sedikit jago bela diri, namun siapa yang sanggup jika mendapati
pengeroyokkan seperti ini?. Dan kini keadaan Rava benar-benar terkulai lemas
tak berdaya.
“STOPPP!!!”.
Para preman itu serentak berhenti melakukan aktifitasnya dan menoleh kesumber
suara. Walau setengah sadar tapi Rava masih mampu mengenali sosok itu. Dia kan…
gadis sepuluh jutanya?. Apa yang dia lakukan disini?. “Hei, siapa kau. Apa yang
kau lakukan disini?” tanya salah satu preman itu terdengar sangar yang membuat
Indah, sosok gadis yang baru saja muncul sedikit bergidik ngeri. Mendadak
merasa ragu dengan apa yang ia rencanakan. Ditariknya nafas dalam-dalam untuk
menetralisir rasa takutnya. “Bukan siapa-siapa kok Pak. Cuma kebetulan lewat
aja. Kayaknya… ada yang lagi dipukulin tuh pak? Kalau boleh tau, apa salah
orang itu?” tanya Indah polos. Saking polosnya ia, sampai membuat Rava
berpikir. Apa gadis itu sudah gila! melihat Rava yang sedang dipukuli bukannya
menolong, tapi malah menonton. “Udah pak, gak perlu dijawab kok. Lanjutin aja
aktifitasnya, nanti yang ada keburu basi loh mangsanya. Lagian saya juga disini
cuma sebentar kok, lagi nungguin jemputan”. Terang Indah. “Jemputan
siapa?,”tanya preman itu tak mengerti. “Jemputan bapak.”. “Apa? Siapa orang
itu?”. “emm… petugas keamanan” jawab Indah terdengar santai. Tanpa banyak
berkata-kata lagi, preman itu sudah lebih dulu meninggalkan tempat kejadian.
“Mau
apa loe?”. Refleks Indah menoleh. Baru menyadari kalau saat ini ia tidak
sendirian, ternyata makhluk yang satu itu masih terbaring betah di atas tanah.
Dengan segera Indah menghampiri tubuh itu dan membantunya untuk bangkit berdiri
kemudian duduk dipinggir jalan. “Loe kenapa ada disini? Dan apa yang loe lakuin
barusan?” tanya Rava lagi. Sejenak Indah terdiam, mempautkan bibirnya tanda
cemberut. Lagi pula sudah dibantuin bukannya bilang terima kasih tapi malah
ngebawel. Dasar banci kampus!. “Masih nanya lagi. Jelas-jelas gue disini buat
bantuin loe!” balas Indah sewot. “bantuin gue?” Kening Rava berkerut bingung.
“Terus
loe pikir. Dengan kaburnya preman-preman tengik itu karena kemauan sendiri? Ya
nggak lah. Mereka semua kabur karena berhasil gue bohongin soal petugas
keamanan. Lagian polisi mana coba yang mau dateng ketempat sepi kayak gini”.
Jelas Indah yang kemudian disusul tawa kecil dari bibirnya. Membuat Rava
terpaku melihat keindahan senyum itu. “ke-kenapa loe ngeliatin gue kayak gitu?
Awas jangan macem-macem sama gue!” ungkap Indah mendadak horror saat mendapati
tatapan aneh yang memancar dari wajah Rava. Seolah baru sadar dari lamunannya,
Rava segera mengalihkan tatapan itu kearah lain.
“Loe
udah gila yah? Nekad bohongin preman kayak gitu. Gimana kalo sampai tadi tu
preman gak percaya akan ancaman loe?”ucap Rava balik bertanya. “kok loe
ngomongnya kayak gitu sih?”. “Inget, jangan pernah loe ngulangin hal bodoh
seperti itu. Ntar yang ada gue lagi yang disalahin” tandas Rava penuh
penekanan. “Iyya iyya bawel!” Umpat Indah. “Oya, emm gue mau jujur sama loe”
ucap Rava. “jujur apaan?” tanya Indah merasa bingung. “sebenernya… gue ada
kesepakatan sama teman-teman gue. Isi kesepakatannya… kalo gue berhasil
naklukin hati loe selama satu bulan. Gue bakal menang taruhan.” jelas Rava yang
sontak membuat Indah geram dan bangkit dari duduknya. “Apa? Jadi maksudnya, loe
dan teman-teman loe jadiin gue barang taruhan? Wah gila loe!” rutuk Indah
sewot. “Tunggu dulu. Sebenernya gue juga gak ada niat kali buat jadiin loe
pacar gue, tapi ya mau gimana lagi. Kalo seandainya gue nolak, pasti ketenaran
gue bakalan luntur belum lagi populasi fans gue juga bakalan menurun”. “loe
enak-enakan numpang tenar pake nama gue sedangkan gue menderita karena jadi
pacar taruhan loe. Loe pikir itu lucu?” Gadis itu makin sewot. “gini aja,
gimana kalo kita fifthy fifthy?,” ucap Rava menawarkan. “otak loe tuh fifthy
fifthy!” Cerca Indah kemudian berlalu pergi meninggal sosok Rava yang tengah
mematung.
Untuk
pertama kalinya setelah hampir tiga tahun Rava menjalani hari-hari sebagai
mahasiswa dikampus itu, kini barulah ia berjalan menunduk merasa risih dengan
tatapan seisi kelasnya. Karna sepertinya tatapan itu bukan tatapan yang biasa
ia alami. Tetapi tatapan mereka kali ini adalah tatapan yang penuh dengan tanda
tanya. “Hei bro. Kenapa sama wajah tampan loe? Abis dipukulin?” tanya Andre
diikuti kedua temannya yang baru saja datang. “gue habis dihajar sama kumpulan
preman sewaktu pulang kemaren”jawab Rava. “dipukulin sama preman? Emangnya apa
yang udah loe lakuin sampe mancing harimau buat nyerang loe?” Sambung Irvan.
“gue sendiri juga bingung dari mana asalnya tuh preman. Pas gue tiba ditikungan,
tiba-tiba aja mereka langsung nyerang gue” jelas Rava membayangkan kejadian
itu. “gue rasa ada orang lain dibalik itu semua” Ujar Andre. “Gue gak akan
ngusut masalah itu sekarang. Tapi yang jelas begitu gue denger kabar soal itu,
akan gue pastikan yang nyuruh tu preman bakalan abis!”. “yaudahlah, kita
kekantin yok. Laper nih perut gue belum diisi dari semalem”Ajak Rey. “Ayo!!!”
sahut mereka kemudian beranjak menuju kantin.
“Sial,” rutuk Indah dalam hati
begitu mendapati tiga orang cewek yang kini menghadangnya untuk masuk kekelas.
“Siapa loe?,” tanya Lisa. Dari nadanya saja Indah sudah dapat merasakan kalau
tidak ada aura persahabatan disana. “Nama gue Indah” ucapnya sambil mengulurkan
tangan. Sedangkan Lisa hanya menatapnya sekilas tanpa ikut menyalaminya. “Ada
urusan apa loe sama Rava?” tanya Lisa langsung.
“Yang
jelas bukan urusan loe” balas Indah terdengar sinis. Membuat Lisa sedikit
tersentak kaget. “denger ya, siapapun yang berurusan sama Rava menjadi urusan
gue!” kata Lisa penuh penekanan. “Oh ya?” Indah pura-pura pasang tampang kaget.
“termasuk para preman yang menghajar Rava kemaren?.”sambungnya.
“Apa?.”
Kali ini Lisa tak mampu menyembunyikan tampang kagetnya. Indah sendiri hanya
angkat bahu. “Ehem…” Lisa sedikit berdehem tak mau terpancing emosi. “Apa
maksud loe barusan?” sambungnya lagi. Sejenak Indah tersenyum sinis, membuat
Lisa jelas menatapnya kesal. “Karena wajah tampan yang ia miliki, ia
menggunakan kelebihan itu untuk menyakiti orang. Tak ada salahnya kalau gue
memberi dia sedikit pelajaran bukan?,” Sambung Indah sambil menirukan gaya
Lisa. “Loe!!!” tunjuk Lisa kearah wajah Indah. “jadi sekarang loe mau ngancem
gue?” tukas Indah. “gak ada untungnya juga gue ngancem loe!” balas Lisa yang
tak kalah sinis. “yaudah kalau gitu. Berhenti ganggu gue, dan menyingkir
sekarang juga. Gue mau lewat” tukasnya.
“Eh
dengar ya? Loe pasti anak baru disini, jadi loe gak tau kan kalau gue ini
siapa. Asal loe tau aja ya, gue idola dikampus ini. Jadi gak akan ada yang
percaya sama ucapan loe kalau orang yang kemaren mukulin Rava itu suruhan gue.
Secara loe kan gak punya bukti” kata Lisa sambil mendorong tubuh Indah ke
dinding. “Soal gue gak punya bukti, loe salah.” belum sempat Lisa berujar,
Indah sudah lebih dulu mengisyaratkannya agar menengok kebelakang. “Rava?” Ujar
Lisa kaget, bingung, juga… takut. “Jadi para preman yang menghajar gue kemaren
itu orang-orang suruhan loe?” Tembak Rava langsung.
Lisa
hanya mampu menelan ludah. Mendadak seram saat mendapati tatapan tajam dari
Rava. “Iya. Itu orang-orang suruhan gue. Yang sengaja gue bayar buat menghajar
cowok brengsek kayak loe, yang udah seenaknya ngejadiin gue bahan taruhan. Puas
loe sekarang? Terus sekarang loe mau apa?” tantang Lisa. Percuma ia menghidar,
toh sudah tertangkap basah ini. “Loe…” tangan Rava siap terangkat keudara.
Sementara Lisa langsung menutup mata terkejut akan reaksi Rava padanya. “Cuma
pria pengecut yang berani melakukan tindakan kekerasan terhadap wanita”. Lisa
segera membuka matanya. Begitu dilihat ternyata Indah sedang menahan tangan Rava
yang tadinya akan melukai pipi mulus Lisa. “Loe sebenarnya belain gue apa dia
sih?” gumam Rava frustasi sambil menarik kembali tangannya. Indah angkat bahu.
“Gue gak belain siapa-siapa. Toh gak ada untungnya juga buat gue. Soal insiden
kemarin, Lisa jelas punya alasan untuk melakukannya. Karena tindakan itu
termasuk tindakan kriminal makanya gue berusaha untuk mencegah. Dan sekarang,
loe marah sama dia berniat untuk melakukan kekerasan fisik, jelas gue tahan.
Adil bukan?” terang Indah panjang lebar kemudian melengos pergi.
Starnightbloggeradreass.blogspot.comMake Me Fall In Love With You Part 1
Orang
bilang cinta itu SIMPLE . Kata siapa??
Buktinya
begitu gue ngerasain sendiri,
Ternyata
cinta itu rumit. Serumit-rumitnya rumus matematika,
Lebih
rumit lagi rumus cinta….
#Make
Me Fall In Love With You
Dari
kejauhan 300 meter, tampak sepasang kekasih yang bisa disebut baru jadian 1
minggu tengah melangkah lurus menuju kantin. Lisa terus berjalan sambil
tersenyum bangga menggandeng pacar barunya. Senyum dibibirnya semakin melebar
tiap kali mendapati kalimat pujian yang dilontarkan oleh teman-temannya, sesekali
matanya melirik sosok yang berjalan di sampingnya. Menurut pria itu, menyetujui
taruhan ini adalah keputusan yang tepat. Terbukti saat ini Lisa telah jatuh
dipelukan Rava, bukankah itu sudah jelas, bahwa hanya Rava lah yang berhak
menerima julukan Playboy In University.
Begitu
mereka menginjakkan kaki dikantin, seperti biasa langsung menarik perhatian
semua orang. Mulailah terdengar bisikan-bisikan membicarakan tentang keduanya.
“Kok kita malah duduk bareng sama teman-teman kamu sih” Bisik Lisa merasa risih
karena ditatap oleh ketiga sahabat karibnya Rava.”Oh, itu karena gue punya
kejutan buat loe. Bener gak guys?” Tanya Rava sambil tersenyum misterius kearah
teman-temanya.
“Oh
ya?” Tanya Lisa dengan wajah tampak bercahaya. ”Ya… gue sih gak yakin loe suka.
Tapi kalo kaget, bisa jadi.” .”Apa itu?,”tanya Lisa sambil mengernyitkan dahi
semakin penasaran dibuatnya.”gue mau kita PUTUS,”Kata Rava singkat, jelas dan
padat. “Apa!,” kali ini nada kaget yang keluar dari mulut Lisa. “loe gak
denger, gue bilang apa barusan?,” kata Rava sedikit emosi. “iya aku dengar,
tapi… kenapa kita harus putus?,”. “Sebenarnya nih ya, gue males banget pacaran
sama loe kalo bukan karena teman-teman gue yang udah berbaik hati buat ngadain
taruhan. Mereka bilang kalo aja gue bisa naklukin elo dalam sekali tembak
kemudian mutusin di depan umum, gue akan menang taruhan. Yaa gue pikir kenapa
enggak, malu dong gue kalo pencetak recore playboy gak bisa naklukin hati cewek
secantik apapun,” Aku Rava sambil menadahkan tangannya kearah Irvan, sahabat
karibnya yang sedang duduk berhadapan. Dan detik berikutnya lembaran uang
ratusan sudah tertera disana.
“Makasi
ya, atas kerja samanya. Sekarang loe boleh pergi”. Refleks tangan Lisa
melayang. Namun belum sempat mendarat diwajah Rava, tangannya sudah lebih dulu
mencekalnya.”loe pikir elo siapa, berani-beraninya nantangin gue hah?” kata
Rava lirih namun penuh penekanan. “Asal loe tau aja, image loe sebagai cewek
idola dikampus ini yang KATANYA selalu nolakin cowok ternyata cuma gosip
murahan. Buktinya loe dengan gampangnya bertekuk lutut dihadapan gue sekarang”
Sambung Rava lagi.
“Sialan
loe. Dasar brengsek!!!” Geram Lisa sambil menghempaskan tangannya membuat
cekalan Rava terlepas. “Oya? Makasi atas pujiannya barusan” Balas Rava santai.
”dengar ya, gue akan pastiin loe menyesali atas apa yang udah loe perbuat sama
gue hari ini.” Ancam Lisa dengan wajah memerah. Entah karena terlalu marah atau
malu karena kini tengah menjadi objek tontonan bagi anak-anak yang lain.”Kita
liat aja nanti” Rava cuek. Dengan kesal Lisa berlalu membawa sejuta dendam dan
sakit hatinya. Sementara Rava sendiri justru malah tertawa diikuti ketiga
teman-temannya.
“Wow…
sulit dipercaya, ternyata loe beneran berhasil menaklukannya” komentar Irvan
sambil menggeleng kagum menyaksikan drama action yang baru saja terjadi
dihadapannya. “Kenapa enggak? Lagian tuh cewek juga gak bener-bener ngejaga
image kok, dianya aja yang bodoh udah tau gue playboy ngapain coba masih
ditanggepin,”sahut Rava menyombongkan diri. ”Apa loe tertarik untuk melakukan
taruhan lagi?,” kali ini Andre yang angkat bicara. Rava terdiam. Matanya
melirik lembaran merah yang berada ditangannya. Setelah berpikir sejenak ia
kembali berujar. “Jika kalian siap untuk kalah lagi”. “wow pede sekali”
komentar Irvan. ”jadi apa taruhan mainnya?” tanya Rava lagi. Andre tidak
langsung menjawab. Wajahnya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan
tiba-tiba saja muncul senyum misterius dari bibirnya.
“Sebelum
gue jawab, gue pengen nanya sekali lagi. Rava, loe siap untuk ber’main?” tanya
Andre sambil menoleh kearah Rava. Rava hanya mengangguk. “Apapun?” tambahnya.
“Apapun selama itu masih terkait dengan ketenaran gue sebagai playboy!” balas
Rava membuat temannya mencibir mendengarnya. “Baiklah, taruhannya sepuluh juta.
Deal?” Tanya Andre lagi. “Tunggu dulu. Loe belum menentukan apa permainannya?”
potong Rava. “Baiklah, kalian lihat persimpangan dikoridor sana?” tunjuk Andre.
”Iya. Kenapa?” Irvan masih terlihat bingung. ”Loe” tunjuk Andre pada Rava
sekali lagi. “Harus bisa menaklukan siapapun yang pertama kali muncul dibalik
tembok itu”. “Apa???” ketiga teman-temannya bertanya tak percaya. “Bagaimana
kalau yang pertama muncul itu adalah Pak Anwar?” celetuk Rey.
Semuanya
terdiam untuk sejenak sambil membayangkan sosok yang disebut Rey barusan. Pak
Anwar, pria gendut, berkepala botak lengkap dengan kacamata minus yang selalu
ia pakai. Ditambah dengan raut wajah yang jelas-jelas sangar, hingga ia
dijuluki “Dosen Killer” sontak membuat Rava bergidik ngeri. “Rava loe tertarik
buat nunjukin pesona loe pada… bapak-bapak?” tanya Andre sambil berusaha
menahan gelak tawa saat melihat tampang kecut Rava. “loe gila ya, biar keren
gini gue juga masih waras kali! Ya gak mungkinlah gue macarin macan botak itu” Damprat
Rava kesal. “wuahahhha. Oke aturan main kita rubah dikit. Siapapun wanita yang
muncul pertama kali dari tembok itu, loe harus bisa naklukin dia dalam waktu
satu bulan?. Bagaimana?” tawar Andre lagi. Rava kembali menimbang-nimbang
keputusannya sebelum ia menyetujui tawaran itu. “Deal. Gue setuju” kata Rava
akhirnya. “Baiklah, permainan dimulai. Kita lihat siapa yang beruntung” Sahut
Andre sambil menatap lurus.
Satu
menit, dua menit, bahkan sampai lima menit masih belum ada tanda-tanda
kehadiran seorang wanita. Membuat keempat orang itu mendesah tak sabar dan
hampir gila hanya karena menunggu seseorang. Tapi tunggu! Tepat dimenit
kesembilan, mulai terdengar langkah kaki seseorang yang akan muncul dari balik
tembok. Semuanya langsung pasang mata sambil menarik nafas menanti siapa yang
akan datang, mulut semuanya langsung terbuka tak percaya akan apa yang
dilihatnya. “Mungkin kali ini nasib loe lagi beruntung” ujar Andre kemudian
mendorong tubuh Rava. Dengan langkah P.d Rava mendekati gadis itu dengan
harapan bisa menyapanya sebagai awal dari kesuksesan.
“Hai,”
itulah kata pertama yang keluar dari mulut Rava. Gadis itu tidak menjawab,
masih menatap Rava dengan tatapan heran. “Gue Rava, mahasiswa teladan ditahun
ini.” Lanjutnya. Belum sempat gadis itu bicara, Rava sudah lebih dulu
memotongnya. “apa loe mau jadi pacar gue?,”. Mendengar perkataan Rava barusan,
sontak membuat gadis itu melayangkan satu tamparan ke wajah Rava. “Aduh.. kok
loe nampar gue?,” geramnya. “jangan kurang ajar jadi cowok!” maki gadis itu
kemudian beranjak pergi. “Keberuntungan berujung maut…” lirih Irvan. Kini
ketiga temannya menghampiri Rava. “Apa yang loe rasain Rav?,” tanya Andre yang
memancing emosi Rava. “loe masih nanya? Nih yang gue rasain barusan!” kata Rava
ikut menampar wajah Andre, kemudian pergi.
[
Kelas ]
“Jadi segitu aja kemampuan loe buat
naklukin cewek itu?,” tanya Andre menghampiri. “kalo gitu gue gak usah
repot-repot ngumpulin uang 10 juta buat loe.” Sambungnya. Jelas Rava langsung
menatapnya tajam. “gue belum nyerah. Loe pikir cuma segitu aja kemampuan gue?
Jangan panggil gue Rava kalo naklukin cewek kayak gitu aja gue gak bisa.”
Ucapnya menyombongkan diri.
~
~ ~
“Dasar
Rava brengsek”. Langkah Indah mendadak terhenti mendengar teriakan yang baru
saja hinggap ditelinganya. Rava? Siapa Rava? Sepertinya ia baru mendengar nama
itu. Awalnya Indah tidak bermaksud untuk menguping, namun rasa penasaran kini
menggelayutinya. Ia terpaksa harus menguping dari balik tembok yang menghadap
kepekarangan kampus dimana terdapat tiga orang cewek yang tidak diketahui siapa
namanya sedang duduk disana.
“Udahlah Lisa, lupain aja makhluk
nggak berguna itu”. “lupain? Nggak akan semudah itu”. “terus loe mau ngapain?”.
“Gue nggak akan pernah ma’afin dia, sampai kapanpun. Kalian bayangin, gue idola
dikampus ini dijadikan bahan taruhan oleh si playboy brengsek itu. Dipermalukan
di depan anak-anak, loe pikir gue akan diam aja?. Nggak!. Gue akan pastikan dia
terima akibatnya” Dendam Lisa. “Maksud loe?” Tanya kedua temannya yang masih
belum mengerti. Dan kalimat yang meluncur dari mulut Lisa benar-benar membuat
Indah terlonjak kaget. Dengan hati-hati ia meninggalkan tempat persembunyiannya
karena khawatir ketahuan oleh mereka jika menguping terlalu lama.
Kamis, 03 November 2016
Ma’afkan Aku Ayah
Ayah memang bukan orang
yang telah melahirkan kita tapi ayah jugalah yang mempunyai peran terpenting
dalam sebuah keluarga. Bagaimana tidak, jika setiap hari ia harus membanting
tulang hanya untuk menghidupi keluarga, bahkan ia juga rela bermandi keringat
dibawah terik matahari tanpa mengeluh sedikitpun. Ayah selalu berusaha menutupi
rasa lelahnya, itu semua ia lakukan karena ingin melihat anak dan istrinya
tersenyum atas hasil jerih payah yang ia dapatkan selama ini. Pernahkah terlintas
difikiran kalian, bahwa begitu besar peran sang ayah dalam kehidupan kita? Ya,
mungkin salah satu diantara kalian mengerti seberapa lelahnya ia berjuang
melawan rintangan hidup. Namun tak jarang pula diantara kalian yang masih menyia-nyiakan
perjuangan sang ayah. Begitupun dengan gadis bernama Melati, ia tinggal bersama
seorang ayah yang kini menjadi tulang punggung satu-satunya karena sang ibu
telah lama meninggal dunia.
Saat matahari terbit
dari ufuk timur disambut gembira oleh kicauan burung dan semilir angin yang
berhembus menambah kesejukan dipagi itu. Terlihat seorang pria paruh baya tengah
mengayuh becaknya dengan penuh semangat meski usianya sudah tak muda lagi, tetapi
ia masih sanggup mengantar penumpang ketempat tujuan. Walau sesekali ia harus
turun untuk mendorong becaknya ketika menemui jalan yang menanjak. Terlukis
jelas rasa lelah diwajahnya, keringat yang tadinya hanya menetes satu atau dua
kali kini sudah semakin banyak.
Suatu ketika Melati
pulang sekolah dengan wajah murung, melihat keanehan yang ditunjukan anaknya
itu, Pak Kardi merasa khawatir dan langsung menanyakan apa yang sebenarnya
terjadi.
“Melati, kamu kenapa?
“tanyanya lembut. Melati sama sekali tak menjawab, ia bahkan enggan untuk
menatap wajah ayahnya.“Melati.. apa kamu mendengarkan ayah?“ tanyanya sekali
lagi. “Ayah !! ayah tidak usah pura-pura perhatian sama aku“ sentaknya yang
membuat hati sang ayah sedih.“Apa maksud kamu, ayah sama sekali tidak mengerti
?”. ”Sekarang aku yang bertanya sama ayah, apa ayah sayang sama aku ?!”ucap Melati
menegaskan. ”Kamu ini bicara apa, ya jelas ayah sayang sama kamu..”. “kalau
ayah memang sayang sama aku, kapan ayah mau bayar SPP bulananku...?”. Mendengar
penjelasan Melati barusan, Pak Kardi diam sejenak menimbang-nimbang apa yang
harus ia katakan, sebelum akhirnya membuka mulut, “ Ayah minta ma’af, tapi ayah
belum punya uang untuk bayar SPP kamu..”. “Belum punya uang? Itu terus yang
ayah katakan. Sampai kapan yah.. sampai kapan aku dipermalukan didepan
teman-teman aku?! “. “Ayah harus bagaimana lagi, pendapatan ayah hanya cukup
untuk makan kita sehari-hari. Mungkin kamu harus lebih bersabar..”. ”Sabar lagi
sabar lagi! Ayah bicara seperti itu karena ayah tidak tau bagaimana perasaan
aku selama ini. Pokoknya kalau besok ayah belum mendapatkan uang juga, aku akan
berhenti sekolah!!!” ancamnya sebelum bergegas memasuki kamar. Dengan perasaan sedih
sekaligus bingung, Pak Kardi mendorong becaknya kembali dan mengurungkan
niatnya untuk beristirahat, sementara Melati kini tengah sibuk memilih pakaian
yang akan ia kenakan kepesta ulang tahun temannya. Terik matahari yang
menyengat kulitnya sudah tak diperdulikan lagi. Pak Kardi masih saja memikirkan
ucapan anaknya tadi, harus dengan cara apalagi ia mencari uang. Kini matanya fokus
pada satu objek, dilihatnya seorang gadis tengah membawa tas dan berjalan
mendekatinya. Tak disangka-sangka ide buruk Pak Kardi muncul, ia berniat untuk
mencopet tas gadis itu tanpa memperhatikan keadaan sekitar yang cukup ramai.
Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Pak Kardi berlari menghindari kejaran warga.
Dari arah yang
berlawanan 5 orang gadis tengah memperhatikan aksi Pak Kardi yang berakhir
sia-sia, Pak Kardi berhasil ditangkap dan dipukuli hingga babak belur. Ke 4
gadis itu hanya menatap biasa saja karena mereka pikir jaman sekarang sudah tak
heran bila seorang copet berkeliaran ditempat ramai. Namun tidak bagi Melati,
matanya membulat seketika begitu melihat ternyata pencopet itu adalah ayahnya.
Ia segera berlari untuk menghentikan aktivitas warga yang terus saja memukuli
Pak Kardi tanpa ampun.
“ Hentika!!! Dia
ayahku,“ teriak Melati hingga membuat warga menghentikan aktivitasnya. Melati
menatap wajah ayahnya yang penuh dengan luka, matanya tak kuasa menahan tangis.
Dengan mata sayu Pak Kardi berkata kepada anaknya, “Ma’afkan ayah Melati… ayah
sudah membuatmu malu.. ini semua ayah lakukan karena ayah tidak mau kamu
berhenti sekolah. Kamu pasti malukan punya orang tua seperti ayah… ?“. ” Tidak
ayah… Melati tidak malu punya orang tua seperti ayah, tapi kenapa ayah melakukan
ini?”.
” Ayah sayaang… sekali sama
Melati, cuma Melati yang ayah punya didunia ini. Mungkin usia ayah tidak akan
lama lagi, ayah harap kamu mau mema’afkan ayah”. ” Tidak ayah.. bukan ayah yang
salah, tapi aku yang salah… ayah tidak boleh bicara seperti itu, ayah harus
kuat” ucap Melati disela-sela tangisnya. “Ma’afkan ayah Melati… ayah tidak bisa
menjadi orang tua yang baik untuk kamu, ayah tidak bisa membahagiakanmu”.
“ Ayah salah.. ayahlah
sumber kebahagiaan aku, ayah tidak boleh tinggalin aku…”.
” Ayah harap, jika ayah sudah tidak ada
nanti… kamu tidak akan melupakan ayah. Ayah sayang kamu Melati…”. Kata-katanya
semakin terdengar samar, matanya sudah tak lagi terbuka. “Ayah…?Yah.. ayah
bangun yah!“ ucap Melati sambil mengguncang tubuh ayahnya, berharap sang ayah
akan bangun kembali. Namun sia-sia Pak Kardi sudah menghembuskan nafas
terakhirnya. “ Ayah jangan tinggalin aku yah… aku sayang ayah.. cuma ayah yang
aku punya. Ayah ma’afin Melati yah…“ tangisnya memecah, kini sudah tidak ada
lagi figur seorang ayah dalam hidup Melati, hanya kesepian yang selalu hinggap
dihatinya.
Andaikan ia dapat
mengerti atas ucapan ayahnya saat itu, mungkin kejadiannya tidak akan seperti
ini. Kini nasi sudah menjadi bubur, apapun yang kita rencanakan didunia ini
semuanya atas kehendak Tuhan. Mungkin dari situ kita dapat mengambil
kesimpulan, bahwa jodoh, rezeki, maut, semuanya menjadi rahasia Tuhan. Maka
dari itu sayangi dan cintailah orang tua kalian sebagaimana kalian mencintai
diri kalian sendiri.
~ END ~
Senja yang menjadi saksi cinta kita
Senja
yang menjadi saksi cinta kita
Dalam hidup memang tak selamanya bahagia, hidup itu ibarat
gelombang air laut, kadang pasang kadang surut. Dan terkadang juga kita harus
merasakan yang namanya asam manis kehidupan. Begitulah yang saat ini dirasakan oleh
gadis bernama Kenanga, ia dilahirkan dalam keadaan cacat fisik. Sejak lahir ia
belum pernah menatap yang namanya warna-warni dunia, karna kedua mata yang tak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Bahkan dokter yang saat itu menangani proses persalinan
Ibunya pun, tidak mengetahui apa penyebab dari semua itu. Kedua orang tuanya
hanya dapat pasrah menerima cobaan yang diberikan Tuhan terhadap mereka.
Seiring berjalannya waktu, Kenanga tumbuh menjadi seorang gadis dewasa yang
cantik, dan juga baik. Kini usianya sudah 19 tahun, beberapa tahun yang lalu
ayahnya meninggal karena mengalami serangan jantung. Hingga sampai saat ini
ibunya lah yang selalu menemani serta membimbing Kenanga, walau hanya seorang
diri tetapi ia tetap sabar dan berbesar hati menerima sikap anaknya yang setiap
saat selalu merutuki dirinya sendiri. Sejujurnya orang tua ingin sekali
memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya, apapun akan dilakukan oleh mereka
meski nyawa taruhannya.
Begitulah yang saat ini tengah dirasakan oleh Bu Lia, namun apa
yang dapat dilakukan oleh janda ber-anak satu itu? Sebagai seorang kuli cuci, tidak
banyak pendapatan yang ia hasilkan. Keuangannya hanya dapat ia gunakan untuk
menghidupi kebutuhan mereka sehari-hari. Sampai suatu ketika, ada seorang pria
pendatang baru yang tinggal disamping rumah mereka. Pria itu bernama Rava, ia
hanya tinggal sendiri sedangkan kedua orang tuanya tinggal diluar negeri karena
kesibukan bisnis mereka. Awalnya Rava merasa heran, mengapa tiap kali ia sedang
bersantai dirumah selalu saja terdengar teriakkan seorang gadis. Rasa penasaran
hinggap dibenaknya, ia ingin sekali mendatangi rumah itu untuk sekedar menanyakan
apa yang sebenarnya terjadi, mengapa dari rumahnya selalu terdengar jeritan
seorang gadis?, sepertinya gadis itu sedang putus asa. Namun niat itu
diurungkan, ia takut kalau pertanyaannya nanti hanya membuahkan kekesalan
karena sikap Rava yang ingin tahu mengenai masalah dalam keluarga itu.
Pagi itu Rava sedang berjalan-jalan disekitar rumahnya,
untuk sekedar menghirup udara pagi. Namun tak sengaja matanya menangkap
kediaman seorang gadis, ia rasa gadis itulah sumber dari suara yang tempo hari
ia dengar. Dari jarak beberapa meter ia memandangi gadis itu dengan tatapan
yang intens. Sejenak Rava terdiam dan berfikir, mengapa gadis itu diam saja? Ia
bahkan tidak berniat sama sekali untuk menggubrisnya. Sepertinya ada yang
janggal… Rava melangkahkan kakinya untuk mendekati Kenanga. Hanya tinggal
beberapa langkah lagi ia sampai dihadapan gadis itu, namun langkahnya terhenti ketika
Kenanga mulai membuka mulut dan bertanya ..
“Siapa kau?,“ suaranya memecah keheningan. “Aneh sekali, gadis
itu sedang berbicara denganku atau siapa? Jika benar, lalu kenapa ia menatap
kearah lain“ batin Rava. Kedua bola matanya tak henti-hentinya mengedarkan
pandangan kesekeliling, tetapi tidak ada satupun orang selain mereka berdua,
hanya ada pepohonan rimbun yang menambah kesejukan dipagi hari. Kini ia sadar,
ternyata gadis itu memang sedang berbicara dengannya.
“Aku... aku Rava, tetangga yang tinggal disebelah rumahmu.
Apa yang sedang kau lakukan?,“ Ucap Rava balik bertanya dengan mata yang masih
menatap lurus kearah Kenanga. “Pergi! pergi kau dari sini!!,“ Ssirnya sambil
mengayunkan sebuah tongkat yang sedang digenggamnya. Beruntung saat itu Rava
cepat menghindar, sehingga tongkat itu meleset. “Aku bukan orang jahat, aku
hanya ingin bertanya, apa kau gadis yang tempo hari berteriak?,“. Mendengar kata-kata
yang keluar dari mulut Rava, Kenanga menghentikan aktivitasnya. “Untuk apa kau
ikut campur, cepat pergi dari siniii!!!“ Usir Kenanga untuk yang kedua kalinya
dengan sedikit penekanan diakhir kalimat. Akibat teriakan Kenanga yang
terdengar nyaring, sehingga membuat
ibunya lari keluar dengan tergesa-gesa .
Sesampainya sang ibu diluar, suasana berubah hening. Sesekali
ia menatap Kenanga lalu sesaat kemudian membuang pandangannya kearah Rava.
Diwajahnya tergurat rasa khawatir sekaligus bingung, seolah-olah meminta
penjelasan. “Gawat… kenapa ibunya juga keluar, melihat anaknya saja sudah seseram
itu, bagaimana dengan ibunya???“ Batin Rava yang mulai gelisah. Namun
penilaiannya terhadap bu Lia 100% salah, Bu Lia justru meminta ma’af kepada Rava
atas perilaku anaknya itu. Ia bahkan sempat bercerita mengenai keadaan yang
menimpa Kenanga, sesaat kemudian Rava memasang wajah pilu mendengar cerita itu.
Dengan langkah gontai Rava memasuki kamarnya, Kepalanya
mendongak menatap langit-langit sambil membaringkan tubuhnya diatas ranjang
yang berukuran king size. Usai mendengar cerita Bu Lia tadi, membuat hati Rava
tersentuh. Sungguh berat cobaan yang menimpanya. Semenjak itu pula ia jadi lebih
sering mengunjungi rumah Bu Lia untuk mempererat tali silaturahmi, namun faktor
utama yang mendorongnya adalah Kenanga.
Sepertinya ia mulai
menaruh hati terhadap gadis itu, meski tak jarang pula ia mendapat tolakan
mentah dari Kenanga tiap kali ia ingin membantunya untuk menyusuri jalan dan melakukan
aktivitas lainnya. Kejadian ini mengingatkan kita pada sebuah kalimat, “Cinta
tak akan hadir tanpa adanya pertemuan, juga tak akan bersemi tanpa adanya perhatian
karena dari pertemuan dan juga perhatian itulah awal cinta berkembang“. Itulah
perumpamaan yang disandingkan untuk sepasang insan yang mulai merasakan
benih-benih cinta. Berkat ketulusan serta kesabaran yang diberikan oleh Rava,
sehingga membuat hati Kenanga perlahan mulai luluh. Rava membimbingnya dengan
penuh kesabaran, mulai dari membantu Kenanga untuk mengontrol emosi, sampai
menasehatinya.
Sore
itu puluhan burung tengah mengepakkan sayapnya, melintasi langit senja yang
mulai tampak keorange-orangenan. Semilir angin berbisik lirih, seolah menyampaikan
maksud tertentu kepada dua pasang insan yang tengah duduk dihalaman rumah.
Entah mengapa sore itu menjadi hari terpanjang bagi mereka, mungkin karena Rava
telah menyampaikan perasaannya terhadap Kenanga. Dan tanpa pikir panjang lagi,
Kenanga pun langsung menerima Rava menjadi kekasihnya. Namun belum lama
hubungan mereka berlangsung, tiba-tiba saja dokter memvonis Rava bahwa ia
menderita sirosis hati. Tentu saja Rava
tidak membiarkan kabar itu sampai ketelinga Kenanga. Jika itu sampai terjadi,
mungkin saja Kenanga akan kembali seperti dulu, tidak dapat mengontrol
emosinya.
Hari demi hari mereka
lewati bersama, namun senja kali ini tampak berbeda dengan senja-senja sebelumnya.
Jika senja sebelumnya mereka menatap puluhan burung melintasi langit, tapi kini
justru tidak ada satu ekor pun burung yang terbang bahkan hinggap didahan.
Dalam seketika cuaca berubah menjadi gelap, Rava berniat untuk mengantarkan Kenanga
masuk kerumahnya dan setelah itu ia kembali pulang.
Malam harinya Rava
menerima telefon masuk dari Kenanga. Setelah menyimak apa yang baru saja
disampaikan olehnya, ia tersenyum senang. Karena Kenanga bilang... dua hari
lagi ia akan menjalani operasi mata, dan tentunya bukan hanya itu yang
membuatnya senang. Tetapi Kenanga juga bilang kalau ada orang yang ingin
mendonorkan kedua matanya, bahkan orang itu juga yang akan menanggung biaya
operasi. Dalam beberapa detik kemudian cairan bening mulai mengalir dari
matanya, disatu sisi ia merasa senang karena sebentar lagi Kenanga dapat
melihat indahnya dunia, namun disisi lain hatinya tergores luka yang amat
mendalam. Karena orang yang baru saja diceritakan oleh Kenanga itu adalah
dirinya. Ya, Ravalah yang akan mendonorkan kedua matanya untuk Kenanga. Dokter
bilang usia Rava tidak akan lama lagi, cepat atau lambat ia akan meninggal
dunia. Sementara kedua orang tuanya yang berada diluar negeri hanya sekedar
mengetahuinya lewat pesan sms yang dikirimkan Rava, dan mereka pun baru akan
tiba dijakarta esok lusa.
2 hari sudah berlalu,
sejak sepulangnya Rava kemarin sore dari rumah Kenanga, ia sudah tak lagi
menunjukkan batang hidungnya. Hari ini merupakan hari yang paling mendebarkan
bagi Kenanga dan juga ibunya, hanya tinggal hitungan menit saja Kenanga akan
menjalani operasi. Namun hatinya tak tenang menunggu kehadiran Rava yang hingga
saat ini belum juga tiba dirumah sakit. Beberapa jam operasi berlangsung. Alhasil,
operasi itu berjalan dengan lancar, kini Kenanga sudah diperbolehkan pulang. Sepulangnya
Kenanga dari rumah sakit, ia langsung menuju rumah Rava yang diantar oleh
ibunya. Belum sempat mereka memasuki rumah itu, bendera kuning sudah lebih dulu
menyambutnya. Tanpa pikir panjang, mereka segera memasuki rumah Rava yang ternyata
sudah banyak orang tengah menangisi sebujur mayat yang terbaring kaku, dengan
sehelai kain yang menutupinya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Dengan langkah ragu dan
segenap keberanian yang ia miliki, perlahan ia membuka sehelai kain yang
menutupi wajah mayat itu. Kenanga bertanya kepada ibunya, ”Apa dia adalah Rava,
orang yang kutunggu kedatangannya sejak kemarin?”. “Iya... dia adalah Rava,“
Jawab sang Ibu yang seketika membuat Kenanga terguncang. Orang yang ditunggunya
sejak kemarin dirumah sakit, ternyata kini sudah terbaring kaku. Kenanga tak
kuasa lagi menahan sesak dihatinya, air mata yang sedari tadi tertahan
dipelupuk mata kini menyeruak keluar. Belum reda Kenanga menangis, selembar
surat sudah terulur dari tangan Ibu Rava. Perlahan ia membuka surat itu, ”Kenanga...
tetaplah engkau menjadi bunga kenangaku yang cantik, aku tak ingin lagi ada
kesedihan dalam dirimu. Jika kau merindukanku, maka ingatlah senja... karna
senja yang mempersatukan cinta kita“.
END
Cerpen karangan : Sinta Bela
Facebook : Sinta BelLa
Twitter
: Sintabela82@yahoo.co.id
Langganan:
Komentar (Atom)
