Translate

Sabtu, 26 November 2016

Make Me Fall In Love With You Part 5


Secara tiba-tiba Indah menghentikan aktivitasnya. Manik matanya kini menatap lekat sosok pria yang sedang lurus menghadapnya. Perlahan gelak tawa yang sedari tadi ditahannya kini keluar secara spontan. “Hahhha. Rava… Rava… segini aja kemampuan loe? Baru gue tatap segitu aja loe langsung salting.”. “Apa? Jadi dia ngerjain gue? Cuma mau bikin gue salting aja? Sial. Liat aja loe, bakalan gue bales!.”batin Rava.
~ Brukkk. Tiba-tiba saja tubuh Rava ambruk di atas ranjang. Membuat tawa Indah lenyap dalam seketika. “Rava? Rava loe baik-baik aja kan? Ra-Rava, loe jangan bercanda kayak gini dong. Gak lucu tau. Rava?” rasanya percuma Indah memangil-manggilnya, toh Rava juga tidak sadar. Karena merasa khawatir, kini tangan kanannya menepuk pelan pipi Rava dengan harapan agar pria itu segera sadar. “Gue gak nyangka, segitu pedulinya loe sama gue,” ucap Rava sambil meniup rambut-rambut halus diwajah Indah yang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya. Seolah baru menyadari kalau ternyata Rava hanya berpura-pura, Indah segera mencubit perut Rava kemudian kembali berdiri.
“Aww… bisa gak sih, loe kalau jadi cewek agak lembut dikit?” gerutu Rava sambil terduduk memegangi perutnya yang baru saja di cubit oleh Indah. “Gue gak akan bisa lembut saat berhadapan sama cowok hidung belang kayak loe!” terror Indah. “kok jadi loe sih yang marah? Ayo, katanya mau ngobatin luka gue,” timpal Rava. “Gak! Udah basi. Obatin aja sendiri!” Balas Indah kesal sambil melempar kompresnya. Dan kini langkahnya sudah tak bisa diurungkan lagi untuk benar-benar meninggalkan Ruang UKS. “Indah. Ndah jangan tinggalin gue Ndah!” teriak Rava sambil mengacak rambutnya karena frustasi.
Dengan langkah mengendap-endap Indah meninggalkan ruang kelas. “Indah, loe lagi ngapain?” Tanya Clara heran sambil membuntuti Indah. Indah pun menoleh berhadapan langsung dengan wajah Clara yang tengah menatapnya bingung. “gak kenapa-napa. Loe mau pulangkan? Ayo bareng!” ucap Indah setelah ia pastikan bahwa Rava tidak sedang menunggunya di depan kelas. Sepanjang perjalanan menuju parkiran mereka berdua asyik berbincang-bincang sampai akhirnya Clara tidak menyadari bahwa Reyhan tengah menghampirinya. “Reyhan? gue pikir loe belum dateng?” tegur Clara. “gue udah nyampe dari tadi kok,” Sahut Reyhan sambil menatap Indah padahal yang saat ini bertanya adalah Clara. “Hei Ndah?” sapa Rava sambil merangkul bahu Indah yang refleks membuatnya memutar badan untuk menatap sosok itu. Rava tetap merasa tak perduli meski kini kedua mata Indah tengah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. “Ayo tadi katanya mau pulang bareng, kok sekarang malah berdiri disini?” tanya Rava dengan nada manjanya yang… lebay.
Indah sempat merasa kesal namun dengan cepat ia meredamnya. Seolah baru menyadari kalau ternyata Rava sengaja melakukan ini untuk memanas-manasi Reyhan. “Ohh iyya. Gue sampe lupa, kitakan mau pulang bareng yah? Aduh… sory yah gue benar-benar lupa” ucap Indah sambil tertawa jaim. “Hehhhe. Iyya” Sahut Rava. “Yaudah deh kalau gitu. Ra, Rey kita balik duluan yah bentar lagi udah mau sore. Bye…” tambah Indah kemudian berlalu tanpa berniat untuk melepaskan rangkulan tangan Rava dibahunya.
 
Usai mengeringkan rambutnya dengan handuk, Indah langsung menuju ruang tv untuk bersantai. Tak lama kemudian, bel rumah berbunyi. Indah sempat bertanya-tanya siapa orang yang malam-malam begini masih bertamu kerumahnya?. Sepertinya ia tahu siapa orang itu. Siapa lagi kalau bukan makhluk pengganggu hidupnya belakangan ini yaitu Rava. Begitu Indah mendekati pintu dan membukanya, sontak kedua mata itu menatap tak percaya. “Re-Reyhan???” gumam Indah. “Indah…” lirih Reyhan. “Loe tau dari mana alamat kostan gue?”. “Clara. Gue minta kasih tau alamat loe sama dia,” jawab Reyhan. “Clara?” tambah Indah. “Ndah, tolong loe jujur sama gue. Apa alasan loe buat deket sama cowok itu?” kini Reyhan yang mendesak Indah. “Jadi loe malam-malam datang kesini cuma buat nanyain apa alasan gue deket sama Rava?”. “Gue mau loe jawab jujur. Gue tau kalau semua ini loe lakuin untuk manas-manasin gue kan?”. Indah mencibir. “Loe tuh kenapa sih? Bukannya waktu itu loe sendiri yang udah nolak gue? Terus kenapa sekarang loe jadi mengintimidasi gue kayak gini?”. Reyhan terdiam sejenak berusaha mencerna kata-kata Indah barusan yang ternyata memang benar.
“Gue mau… mulai sekarang loe jauhin dia!” ucap Reyhan yang sontak membuat Indah menatapnya lekat. “Apa kata loe? Sejak kapan kita pacaran sampe loe berani-beraninya ngatur hidup gue? Asal loe tau yah, walaupun loe ngelarang gue sampe seribu kali buat ngejauhin Rava, gue gak akan mau nurut!” ucap Indah penuh penekanan. “Bukannya loe cuma suka sama gue?” tanya Reyhan memastikan. “Iyya. Tapi itu dulu, sebelum loe bikin gue balik benci sama loe!” Sahut Indah santai namun tegas. “Tapi kenapa loe mau sama dia. Jelas-jelas loe sendiri juga tau kalo dia cuma manfa’atin loe buat menang taruhan” tegas Reyhan. “Yaa terus apa bedanya sama loe?” Balas Indah seraya memutar matanya kesal. “Asal loe tau yah, justru gue lebih menghargai cowok yang ngomong jujur ke gue dibandingin sama cowok yang bisanya mencari kesalahan orang lain padahal dia sendiri juga gak tau bagaimana sifat asli orang itu!” Tukas Indah kemudian beranjak masuk namun dengan cepat Reyhan menggenggam tangannya dan menarik paksa Indah agar segera naik kemotornya. Tanpa mendengar tolakan dari Indah, Reyhan segera meluncurkan motornya menuju suatu tempat.
15 menit menuju tempat itu. Kini keduanya telah sampai. Reyhan kembali menggenggam tangan Indah dan mengajaknya menelusuri keindahan taman kota di malam hari. “Coba lihat disana,” Reyhan akhirnya angkat bicara sambil menunjuk lurus kearah depan. Tanpa bertanya lagi Indah segera mengikuti arah telunjuk Reyhan dimana terdapat dua orang pasangan tengah duduk dibangku taman yang tepat menghadap kearah bukit. Dengan santai Reyhan melangkah menuju kedua pasangan itu, dan diikuti oleh Indah yang membuntut di belakangnya.
“Mungkin cuma loe orang satu-satunya yang gue percaya, secara loe kan sahabat baiknya Indah. Sejujurnya gue nolak keras waktu teman-teman gue ngadain taruhan buat nantang gue jadian sama Indah. Tapi teman gue maksa, makanya mau gak mau gue ngikutin semua kemauan mereka. Dan yang lebih hebatnya lagi, keliatannya sekarang Indah mulai suka sama gue”. Itulah pengakuan dari pria itu yang ternyata adalah Rava.
“Loe yakin Indah baik-baik aja?” Tanya Clara. “Yaa mana gue perduli. Dia kan bukan siapa-siapa gue. Bukannya dia juga udah tau kalo gue sengaja jadiin dia barang taruhan?” Sahut Rava enteng. Entah sengaja ataupun tidak, tapi yang jelas mereka sangat terkejut mendapati Indah yang sudah berdiri mematung sedari tadi. “I-Indah?” lirih Clara. Mata Rava melirik sekilas kearah Reyhan kemudian kembali menatap Indah. Indah terus menatap keduanya tanpa berkedip sebelum akhirnya ia angkat bicara, “Terima kasih karena loe udah nyadarin gue akan kata-kata gue dulu. Dan gue juga sadar, kalo disini gue cuma sebagai barang taruhan aja. Yang gak akan lama lagi setelah loe dapetin gue, loe akan buang gue sesuka hati loe” Lirih Indah. Rava sama sekali tak ada niat untuk menjawab. “mulai besok, gue sendiri yang akan nemuin teman-teman loe untuk bilang kalo kita udah resmi pacaran. Dan sehabis itu loe bisa putusin gue kapanpun loe mau” Lanjut Indah kemudian beranjak pergi namun Reyhan segera menahannya. “Indah. Loe mau kemana?” Tanya Reyhan. “Ini udah malem. Gue harus balik sekarang” Sahut Indah. “Biar gue anter!”. Indah hanya membalasnya dengan anggukkan kecil.
“Thanks yaa Rav, loe udah mau bikin Indah ngejauh dari loe” ucap Clara. “justru seharusnya gue yang bilang terima kasih sama kalian berdua. Karena udah ngingetin siapa sebenarnya diri gue. Kedekatan gue sama Indah hanya akan menambah deritanya. Secara gue kan bukan orang baik-baik” balas Rava. Clara tersenyum mendengar ucapan Rava.
~ ~ ~
Perlahan Indah menghembuskan nafasnya kemudian melangkah menuju meja kantin yang terdapat Rava dkk. Andre merasa heran mengapa tiba-tiba Indah menghampiri mereka. “Ada apa Ndah?” Tanya Andre penasaran. Rava menatap Indah sekilas kemudian mengalihkannya kearah lain seolah sudah tau apa yang akan dilakukan oleh gadis itu. “kira-kira gue ganggu kalian gak?” Indah balik bertanya. “Nggak kok. Nggak sama sekali,” jawab Irvan. “emangnya loe mau ngomong apa?” Tanya Rey menimpali. Andre menatap Rava seolah meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. “gue kesini mau nyampein sesuatu sama kalin semua. Sebenarnya … gue sama Rava udah jadian,” usai mengucapkan kalimat itu Andre dan yang lainnya melotot tak percaya kecuali Rava yang tampak menyesal. “Seriusan Rav?” Tanya Andre memastikan. “Dan sekarang gue mau pergi. Tapi sebelum gue pergi, gue mau minta satu hal sama loe Rav.”. Rava mengerutkan dahi. “gue mau nagih sesuatu yang seharusnya loe ucapin saat ini.”. Andre dan yang lainnya tampak terlihat bingung apa yang sebenarnya mereka ucapkan. Dengan ragu Rava bangkit dari kursinya. “Gue rasa bantuan loe cukup, buat gue dapetin uang sepuluh juta itu. Dan mulai sekarang… gue mau kita putus,” ujar Rava dengan nada sendu. Indah tersenyum senang.
“Kalo gitu selamat. Usaha loe gak sia-sia. Oya, loe masih ingetkan dengan perjanjian kita waktu itu? Loe bilang… siapapun diantara kita yang jatuh cinta lebih dulu, maka dia akan kalah. Dan gue akui, kalo kali ini gue kalah” Aku Indah yang tak terasa air mata telah jatuh dipipinya. “Indah loe gak apa-apa?” Tanya Andre tampak khawatir. Indah menggeleng.
 
“Makasih karena udah mau ngelibatin gue dalam permainan kalian. Seenggaknya gue dapat merasakan, bagaimana rasanya dikejar-kejar sama cowok meskipun itu hanya settingan. Gue mau minta ma’af sama loe Rav karena selama ini udah sering maki-maki loe. Gue pergi dulu” Pamit Indah meninggalkan kantin dan juga puluhan orang yang tengah menatapnya termasuk Lisa. Rava kembali mendudukkan dirinya dikursi. “Si Indah kenapa si Rav?” Tanya Rey bingung. Rava tak menjawab, namun Andre terlihat sedang berfikir keras sambil mencerna atas ucapan Indah barusan.
Dengan langkah gontai Rava menjatuhkan tubuhnya dikursi taman belakang kampus. Pikirannya saat ini benar-benar kacau, entah hal apa yang membuatnya sehancur ini. Yang jelas hatinya tak pernah berhenti untuk merutuki diri sendiri. Saking frustasinya, Rava mengacak-acak rambut serta mengusap kasar wajahnya. “Kenapa harus dia!!!” pekik Rava yang terdengar diseluruh penjuru taman. “Kenapa harus dia yang jadi korban gue…” gumamnya terdengar lirih.
[ Sementara Itu ]
“Ndah sebenarnya ada yang mau gue omongin sama loe. Soal Rava” ucap Clara yang sesaat membuat Indah terdiam. “Sebenarnya… gue yang nyuruh Rava untuk ngejauhin loe dengan cara kayak gitu.”. Indah masih tak mengerti maksud dari ucapan sahabatnya. “Dia juga sengaja ngelakuin itu supaya loe ngejauhin dia, karena dia pikir seorang playboy gak akan bisa bersatu dengan gadis lugu dan baik hati seperti loe,” jelas Clara. “jadi…?” tanya Indah. Clara pun mengangguk seolah mengerti maksud Indah. “Sekarang gue mau nanya sama loe, loe harus jawab dengan jujur. Apa loe benar-benar suka sama Rava?”. “Itu pertanyaan atau pernyataan? Kok gue jadi ragu,” gumam Indah. “Loe tinggal jawab iyya atau nggak?” ulang Clara menegaskan. “sory ya Ra, bukannya gue gak mau jawab pertanyaan loe saat ini, tapi gue masih gak yakin sama perasaan gue yang sekarang. Jujur aja sejak gue ketemu sama Rava, gue ngerasa kalo hidup gue tuh gak ada beban meskipun dia yang selalu jadi beban hidup gue” gumam Indah.
“Bukannya itu udah jelas kalo loe suka sama dia? Terus kenapa loe mesti pergi?” tutur Clara. “gue pergi karena gue punya alasan lain,” Sahut Indah. “kapan loe akan pergi?” tanya Clara to the point. “besok pagi” lirih Indah. Clara menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya ia hembuskan perlahan. “Gue cuma berharap agar loe bisa berubah pikiran dan gak akan jadi ninggalin kita bersama kampus ini.”. “kalo gitu gue pergi dulu yah,” pamit Indah. Clara pun mengangguk.
Selepas kepergian Indah, Clara langsung mencari-cari keberadaan Rava saat ini. Setelah kesana kemari mencari sosok itu, akhirnya ia menemukannya. “Rava,” panggil Clara. Mendengar namanya dipanggil Rava pun menoleh sesaat kemudian mengabaikannya lagi. “Rava. Sekarang juga loe harus ikut gue” ucap Clara. Rava sama sekali tidak menggubrisnya. “Rav, loe kenapa sih?” tanya Clara heran melihat wajah kusut Rava. “Gue gak apa-apa” Sahut Rava yang terdengar lirih. “Kalo gitu loe harus ikut gue sekarang!” Clara terpaksa menarik tangan Rava untuk ikut dengannya.
 
Perlahan satu persatu kejadian itu kembali muncul di ingatan Indah. Mulai dari awal mereka bertemu, bertengkar, hingga berpandangan satu sama lain. Sekilas hadir raut wajah Rava, dimana ia menggodanya dulu. Namun semua itu hanya akan menjadi sebuah kenangan. “Lagi-lagi gue terjebak dimasalah yang sama” Lirih Indah yang entah sejak kapan air mata itu telah meleleh membasahi pipinya. Satu hal yang membuatnya berat untuk meninggalkan tempat itu. Apalagi kalau bukan Rava, faktor utama mengapa ia menangis. Mengingat waktu sudah mulai sore, Indah segera bergegas untuk mengemas barang-barangnya.
Usai mengemas, Indah berniat untuk langsung tidur. Namun niat nya diurungkan, begitu mendengar seseorang membunyikan klakson di depan kost-an nya. Karena merasa terganggu, Indah beranjak bangun dan melihat langsung siapa orang jail itu. “Akhirnya tuan rumah buka pintu juga.”. Mendengar suara itu, Indah segera menoleh kearahnya. “Loe? Ngapain loe kesini?” tanya Indah. “Mau mastiin keadaan loe,” sahutorang itu yang ternyata adalah Rava. “Mastiin keadaan gue? Emangnya kenapa sama gue?” Tanya Indah heran. “Gue tau, kalo loe cuma pura-pura merasa baik di depan gue. Tapi faktanya, loe menyimpan sakit hati itu.” Tutur Rava. “Loe gak usah sok tau deh,” ucap Indah sambil menggodanya. “Gue mau loe jujur, untuk kali ini aja. Apa pernah loe berpikir kalo gue juga suka sama loe?”. Indah tertegun mendapat pertanyaan itu. “Kalo emang loe gak bisa jawab, gue ngerti kok. Seenggaknya gue udah tau kalo loe suka sama gue. Tapi satu hal yang harus loe dengar langsung. Bahwa orang yang seharusnya dihukum pertama kali itu gue. Karena gue lah yang pertama kali jatuh cinta sama loe. Sejak loe nolong gue dari preman suruhannya Lisa.”. “Apa omongan loe itu benar?” Tanya Indah memastikan. Rava menangguk. “Tolong jangan datang dan pergi sesuka loe. Karena gue gak mau terus-terusan jadi playboy,” pinta Rava. Indah menghampiri dan langsung memeluk Rava sambil menangis haru.
 
~ END ~

Make Me Fall In Love With You Part 4

Starnightblogradreass.blogspot.com




“Ini pertama kalinya buat gue tau gak si,” Kata Rava saat keduanya duduk berdampingan dalam bus yang akan mengantarkan mereka kekampus. “naik bus?” akhirnya setelah sekian lama Indah terdiam. “Bukan. Tapi ngejar cewek. Secara biasanya kan gue yang di kejar-kejar” jelas Rava. “Kalo gitu sama dong. Ini juga jadi yang pertama buat gue,” Aku Indah. “di kejar-kejar sama cowok?” tanya Rava yang tak lama disusul tawa dari bibirnya. “Bukan. Tapi ini jadi yang pertama kalinya buat gue naik bus bareng sama kecoa kakus kadal bunting kayak loe!” balas Indah mencibir yang sontak membuat tawa dibibir Rava hilang dalam sekejap. “kok diem?” tanya Indah memastikan apakah keadaan Rava baik-baik saja setelah ia membunuhnya secara terang-terangan. Rava tak membalas. Hanya tampak menggerutu tak jelas membuat Indah tertawa lepas. “Ohh ya, ngomong-ngomong kenapa loe pindah kekampus baru kita?” Tanya Rava mengalihkan pembicaraan. “Gue habis patah hati” Balas Indah singkat. “Hahaha, emangnya cewek preman kayak loe bisa juga ya patah hati?” Tanya Rava jelas meledek. Tapi Indah tak ada niat untuk menjawab pertanyaan itu. Keheningan terus menyelimuti mereka, hingga tibalah di gerbang kampus.


“Indah,” panggil Rava. “Apa lagi?” tanya Indah tanpa menoleh. “Soal yang loe bilang tadi. Loe bercanda kan?. Kali ini Indah menghentikan langkahnya. Dan berbalik menatap Rava. “kalau seandainya gue bilang serius, loe percaya?” Tanya Indah balik. “Ya enggak lah,” Sahut Rava cepat yang membuat Indah tersenyum sinis. “Ya udah, kalo gitu yang tadi itu bo’ong. Gue cuma bercanda,” Balas Indah kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Membuat Rava sejenak mengerutkan kening. Gadis itu benar-benar sulit ditebak.


[Kantin]


Saat sedang asyiknya Indah mengobrol dengan Clara sambil menyantap soto pesanannya, tiba-tiba saja makhluk itu datang lagi. “Berani loe duduk disini, gue pergi sekarang juga!,” Ancam Indah yang membuat Rava membatalkan niatnya untuk duduk dan kembali berdiri. “Loe bilang loe gak akan terpengaruh sama sekali akan rayuan gue. Belum juga gue ngerayu, loe malah takut duluan” Ujar Rava. “Eh?” gumam Indah kaget. “Demi apapun loe imut banget kalo lagi kaget kayak gitu” lagi-lagi Rava mengakuinya. Refleks Indah segera bangkit berdiri. Bersiap untuk pergi kalau saja Rava tidak lebih dulu menarik tangannya. Dan membuat ia duduk kembali.


Kali ini Indah jelas melotot sebal kearah Rava yang dengan santainya malah duduk di sampingnya. “Oya ra, tadi loe bilang loe gak bisa nganterin gue ketoko buku yah?,” tanya Indah memastikan. “Iya, sorry banget ya Ndah. Soalnya cowok gue jemput.” Kata Clara. “Yaudah deh gak papa. Lain kali aja,”. “Gue gak keberatan kok kalo harus nemenin loe kemana pun,” kata Rava tulus. “Oya?,” tanya Indah dengan wajah berbinar. Rava pun mengangguk senang. “BODO!!!” Tukas Indah kemudian berlalu pergi yang disusul oleh Clara. Rava melongo sambil menyabarkan hatinya yang mulai memanas.


Saat Indah dan Clara sedang berjalan berdampingan tiba-tiba saja Rava datang menghampiri. “Hei, mau pulang ya?” Sapa nya ramah. Clara mengangguk sementara Indah justru mencibir. “Oya ra, mana katanya cowok loe mau jemput?” tanya Indah seolah tak mengetahui keberadaan Rava.


Clara tak langsung menjawab, matanya tengah asyik mencari sosok pria yang akan menjemputnya. “Akh. Itu dia” ucapnya setelah melihat pria bersama motor sportnya tengah menghampiri mereka. Indah terus menatap pria itu yang entah mengapa sepertinya ia pernah mengenalnya. Sedangkan Rava, ia mengamati pria itu mulai dari motor sport, helm hitam, jaket serta sepatu yang dikenakan terlihat keren memang. Tapi menurutnya style dia lebih keren. Sesaat Rava menggelengkan kepalanya begitu pria itu membuka helm, menurutnya pria itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dia, tapi tunggu. Kenapa Indah justru menatapnya lekat?


“Indah, loe kenapa. Jangan bilang loe naksir sama cowok gue?” Tanya Clara langsung. “Eh? Nggak kok ra, gue gak apa-apa.” jawab Indah seolah baru sadar dari lamunannya. “yaudah kalo gitu kenalin. Ini Reyhan. Dan Reyhan, ini Indah.”. Reyhan mengulurkan tangannya sedangkan Indah tak langsung menyambut uluran tangan itu. Ia berfikir sejenak kemudian tersenyum sambil bersalaman. “Ehem” Rava hanya berdehem. “Oiya, Reyhan. Kenalin yang itu namanya Rava. Playboy kampus tingkat dewa” jelas Clara yang terdengar menyindir. Rava yang awalnya tersenyum manis kini merubah ekspresinya setelah menatap Indah yang terdiam tanpa ekspresi. Sepertinya ada sesuatu yang janggal, setelah kedatangan Reyhan. “Eum… udah hampir sore nih, kita balik duluan yah” pamit Rava sambil menarik tangan Indah untuk menjauh dari mereka. “Iyya, kalian hati-hati” sahut Clara.


Bus melaju dalam keheningan. Keduanya masih sibuk akan jalan pikirannya masing-masing. Bahkan tak terasa bus sudah berhenti ditempat tujuan. Dengan perlahan Indah melangkah turun diikuti Rava yang masih setia di belakangnya. Sambil melangkah Indah melirik jam yang melingkar ditangannya. Masih terlalu siang untuk langsung pulang. Lagi pula pikirannya masih kusut jadi yang ia butuhkan adalah tempat yang tenang. Menatap langit sore sepertinya menyenangkan. Hanya saja ia baru menyadari kalau ternyata makhluk itu masih saja membuntutinya. “Loe boleh kok terus menganggap gue gak ada kalau loe mau,” Rava akhirnya bersuara saat mendapati tatapan risih Indah padanya. Sedangkan Indah hanya berdehem seolah mengiyakan ucapan Rava barusan.


“Huh,” tanpa sadar ia menghembuskan nafas berat yang kini hinggap dihatinya. “Dia mantan loe ya?” Tanya Rava buka mulut. Indah refleks menoleh. Rava sedikit mengernyit mendapati wajah Indah yang kini menatapnya sinis. “Heh, gimana gue bisa nganggep loe gak ada, kalau jelas-jelas loe bisa ngomong.” Balas Indah mencibir. “Kalau gitu loe gak perlu jawab.” Rava menambahkan. Suasana kembali hening. Saat sampai di dekat taman Indah melajukan langkahnya menuju pohon rindang dan duduk di bawah sana sambil menatap langit.


“Bukan” gumam Indah. “Eh?” tanya Rava heran. “Dia bukan mantan gue,” Sambung Indah tanpa menoleh walau ia tahu Rava sedang menatapnya menunggu kelanjutan dari ucapan Indah. “walau gue pernah suka sama dia, bahkan sampai detik ini!” Indah menegaskan. Kali ini ia menoleh. Berhadapan langsung dengan wajah Rava yang menatapnya heran sekaligus merasa tak percaya.


“Untuk menghindari dia, gue pindah kampus dengan harapan bisa ngelupain semuanya. Siapa yang menyangka, justru dikampus baru ini gue malah ketemu loe. Seorang playboy yang jelas manfa’atin gue buat dapet uang 10 juta. Ditambah lagi kedatangan Reyhan yang ternyata pacar sahabat gue sendiri. Menurut loe, kurang apa coba penderitaan gue?” Sambung Indah lagi. Rava menunduk dalam dengan mulut terkunci. Tak tau perasaan apa yang kini ada dihatinya.


Selesai berkata tangan Indah terulur mengambil handphone beserta headset yang tersimpan di dalam tas. Kemudian memutar sebuah lagu yang beberapa hari ini menjadi teman galau untuknya. The One That Got Away tengah mengalun lembut. Yang tanpa ia sadari kini cairan bening sudah mengalir bebas dipipinya. Rava yang melihatnya secara langsung, tak bisa diam begitu saja. Ia merengkuh tubuh Indah agar menyandarkan kepala dibahunya. Entah Indah yang merasa nyaman berada di dekapan Rava atau justru malah Rava yang enggan untuk melepasnya. Tapi yang jelas saat ini mereka terlihat lebih akrab dari biasanya.


[ Keesokan Harinya ]


Selesai mengunci pintu rumah, Indah melangkah dengan santai. Namun baru tiga langkah saja, sebuah klakson sudah terlebih dulu menahannya. Kali ini ia menghembuskan nafas kesal saat mendapati cengiran lebar diwajah Rava. “Loe gak keberatankan kalo gue parkir motor disini lagi?” tanya Rava. “tentu aja gue keberatan,” balas Indah sinis. Rava terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sementara Indah sendiri terdiam. Matanya mengawasi sosok yang berdiri dihadapannya dari atas kepala sampai ujung kaki. Ya Tuhan, ini orang makin hari kok makin keren aja ya?. Pujinya dalam hati. “Dari pada loe parkir di sana, lebih baik loe goncengin gue”. Mendengar ucapan Indah barusan, sontak saja membuat Rava terlonjak kaget. “ya-yang bener?,”. Indah mengangguk. “Eh tapi tunggu! Gue mau naik motor bukan karena gue suka sama loe. Tapi karena gue tau bahwa Sebaik-baiknya manusia, adalah dia yang memberikan manfa’at kepada orang lain. Ya… jadi itung-itung irit ongkoslah. Kan loe tau sendiri kalo gue ini cuma anak kost kost-an,”. “Iyyyaaa gue tau itu, yaudah yuk naik!” perintahnya.


[ Sepanjang Perjalanan ]


            “Bagaimana kalau kita… bikin perjanjian?” ucap Rava. “Perjanjian? Perjanjian apa?” tanya Indah penasaran. “siapapun di antara kita yang jatuh cinta lebih dulu, itu tandanya dia yang akan kalah?” Tambah Rava. “gimana kalau ternyata loe sendiri yang jatuh cinta lebih dulu?” Indah balik bertanya. “Ya… itu tandanya gue kalah, dan loe yang menang” sahut pria itu dengan santai. “Apa gak ada hukuman tambahan buat yang kalah?”. “Hmm ada. Hukuman bagi yang kalah, dia harus mengakui di depan semua orang kalau dia udah melanggar perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak” terang Rava yang kemudian disetujui oleh Indah. “Oke, deal!”.


            Begitu sampai dikampus, tatapan tak bersahabat langsung didapatkan oleh Indah. Tapi ia bersikap cuek enggan untuk meladeni mereka. “Indah,”. Merasa namanya dipanggil Indah pun menoleh keasal suara. “Clara?” Sahut Indah.


Matanya tak sengaja menangkap keberadaan Reyhan yang baru saja mengantar Clara dan kini berhadapan dengannya. “Kok loe bareng sama Rava?” Tanya Clara dengan wajah herannya. “Tadi dia jemput gue,” balas Indah malas. “kalian pacaran?” tanya Reyhan tiba-tiba yang sontak membuat Indah dan Rava melotot. “Yaa nggak lah. Gak mungkin. Mana mau gue pacaran sama dia,” sahut Indah sambil tersenyum kikuk. “Tapi gue suka sama dia.”. Refleks mata Indah memandang tajam kearah Rava setelah apa yang ia katakan barusan. “Apa?” Tanya Reyhan tak percaya. Rava hanya angkat bahu sambil tersenyum manis kearah Indah. “Sebagai taruhan sepuluh juta,” Sambung Clara. “maksud kamu?” tambah Reyhan yang semakin tak mengerti. “Iya. Rava ini playboy, dan secara sengaja bikin taruhan sama teman-temannya buat macarin Indah dengan bayaran sepuluh juta,” Jelas Clara enteng.


            Entah sejak kapan kejadian itu terjadi, yang jelas saat ini Rava sudah terdampar di tanah sambil mengusap bekas luka diwajahnya. Kalau saja Clara tidak menahan kuat emosi Reyhan, bisa dipastikan Rava masuk ruang ICU setelah ini. “Loe benar-benar brengsek. Loe tau gak, kalau tindakan loe ini bisa melukai hati Indah!” Geram Reyhan kalap. Perlahan Rava berdiri. Menghadap langsung kearah Reyhan dengan tatapan menantang. “Loe yakin kalau loe gak lebih brengsek dari gue?” Serang Rava balik. “maksud loe?” tanya Clara bingung. “Cukup. Rava ayo kita pergi!” Indah angkat bicara saat melihat keadaan yang semakin lama semakin kacau kalau saja ia membiarkan kelanjutan dari perkelahian ini. “Indah loe kenapa masih aja ngelindungin dia? Bukannya loe sendiri yang bilang ke gue kalau dia…”. ~ Plakkk. Belum sempat Rava menyelesaikan kata-kata, tiba-tiba saja Indah menamparnya. Membuat pria itu bungkam seribu bahasa sambil menatap Indah tak percaya. “Ayo kita pergi,” kini gantian Indah yang menyeret tangan Rava agar menjauh dari mereka.


            “Loe nampar gue?”. Walau kalimat yang Rava lontarkan terdengar santai, namun nyatanya itu sebuah pernyataan. “ma’af gue gak sengaja” balas Indah sedikit merasa bersalah. “Dia yang udah bikin loe sakit hati, tapi kenapa gue yang ditonjok dan ditampar?” ujar Rava. “kenapa harus marah sih? Lagian elo. Udah tau disana ada Clara, pake mau bongkar rahasia segala lagi!” Serang Indah. “Bagus… bukannya menyesal tapi malah nambah nyalahin gue,”. Seketika ucapan Rava barusan membuat Indah merasa tak enak. Ia terdiam sejenak kemudian mulai angkat bicara. “Sini luka loe biar gue yang ngobatin,” Ucap Indah akhirnya setelah sampai di depan ruang UKS.


            Tanpa kata lagi Indah membersihkan luka di wajah Rava yang membuat mereka saling berhadapan dengan jarak hanya beberapa centi saja. Mendapati Indah yang sedang mengobati lukanya dengan telaten, Rava merasa jantungnya kacau. Saat ini ia benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaannya. Dengan cepat Rava memalingkan wajahnya untuk menetralisir rasa gugup yang kini mendera. Indah menatap heran. “Nih anak kenapa tiba-tiba jadi aneh? Masih bagus dia mau ngobatin lukanya, bukannya terima kasih tapi malah melengos.” Batin Indah.

Make Me Fall In Love With You Part 3


            “Dasar manusia gila, kurang kerjaan. Rese” Gerutu Indah sepanjang perjalanan menuju kekelasnya. Entah karena keasyikan menggerutu atau memang pikirannya saja yang sedang badmood, yang jelas saat tiba dibelokan koridor tak sengaja ia menabrak seseorang. Membuat gadis itu yang ternyata sedang membawa banyak buku langsung berserakan di lantai.
“Sory sory, gue nggak sengaja” Sesal Indah sambil berjongkok membantu mengumpulkan buku-buku itu. Setelah kembali tertata rapih, barulah Indah berani menatap sosok yang barusan ia tabrak itu. Bulu matanya yang lentik serta kulit wajahnya yang halus bebas dari jerawat membuat wajah bulatnya terlihat lebih cantik. “eh sekali lagi ma’af ya. Gue jalan nggak liat-liat” ulang Indah merasa bersalah. “nggak papa kok. Kayaknya tadi itu gue deh yang salah karena terlalu ceroboh bawa bukunya” Balas gadis itu sambil berdiri. “Indah,” Tanpa diminta Indah langsung menyodorkan tangannya. “Clara” balas gadis itu sambil menyambut uluran tangan Indah. “Eum… mahasiswi baru yah?” Tambah Clara. “kok tau?” Tanya Indah balik. “soalnya gue baru liat”. “Ohh. Oh ya, buru-buru banget memangnya mau kemana?” Tanya Indah mengalihkan pembicaraan. “tadinya si pengen kekantin, tapi… berhubung sebentar lagi udah mau masuk. Gak jadi deh, mau langsung kekelas aja” sahut gadis itu. “emm kalo boleh tau kelas mana emang?” tanya Indah lagi. “jurusan sastra, Semester tiga ruang 3C”. “kok sama?” tanya Indah kaget. “masa sih?” tanya Clara ikutan kaget. “Yaudah yuk bareng!” Ajak Indah.
“Oh ya ra, ngomong-ngomong loe kenal Rava gak???” tanya Indah sambil menyantap mie soto pesanannya. “Rava?. Maksud loe dia?” tanya Clara balik sambil menunjuk keluar melewati jendela kantin. “Tentu. Siapa sih yang gak kenal sama prince playboy,” balas Clara santai sambil menggigit pisang goreng. “Oh ya? Emang dia beneran playboy?” tanya Indah terlihat tertarik. “emmm” Clara mengangguk membenarkan. “bahkan asal loe tau aja. Bukan cuma playboy tu orang, tapi juga kurang ajar. Dua hari yang lalu, dia mutusin si Lisa. Cewek idola di kampus kita. Katanya dia jadian sama tu cewek cuma karena teman-temannya nantangin dia buat jadi taruhan, kan overdosis banget tuh orang! Gila kali ya?” jelas Clara sambil menggeleng tak percaya. Indah kembali terdiam. Sekarang ia baru mengerti kenapa Lisa begitu benci pada Rava sampe-sampe harus nyewa preman segala. Sepertinya itu memang balasan yang pantas untuknya. “tapi dari mana loe bisa tau kalo dia playboy?” tanya Clara yang membuat Indah mau tak mau harus menjelaskan kenapa ia bertanya seperti itu.
“Apa? Loe adalah target selanjutnya?”. “Demi apapun Indah benar-benar menyesali karena sudah berkata jujur kepada Clara. Saat ini puluhan pasang mata tengah menatap lurus kearah Indah. “kenapa gak sekalian aja loe minjem mic di kampus atau kalau perlu buat iklan dikoran” Gerutu Indah kesal. “Ups, sory gue kelepasan” Bisik Clara merasa bersalah. “giliran minta ma’af aja loe, baru bisik-bisik” Umpat Indah. “Apa! Jadi bener, Rava melakukan taruhan lagi? Dan… target selanjutnya itu elo?” tanya seseorang yang tidak diketahui namanya. Akhirnya dengan berat hati Indah mengangguk, yang sontak membuat mereka tambah melotot.
“Kok bisa? Gimana ceritanya? Lagi juga loe gak cantik-cantik amat tuh”. “mana gue tau. Kalau kalian mau tau tanyain aja langsung sama si Rava!” Gertak Indah dan segera menyeret Clara untuk meninggalkan kantin. “Ma’af tadi gue nggak sengaja” kata Clara lirih. Untuk sejenak Indah menghentikan langkahnya. Menatap kearah Clara yang terlihat merasa bersalah. “Udahlah, lupain aja. Gue tau kok kalo loe gak sengaja,” kata Indah akhirnya. “Tapi… “ Clara tidak jadi melanjutkan ucapannya. Matanya lurus menatap sosok yang kini berdiri di belakang Indah. Awalnya Indah merasa ada yang aneh, ternyata benar saja begitu dilihat ternyata pria itu muncul lagi.
“Ya Tuhan… “ Gumam Indah frustasi sambil mengusap keningnya. “Loe kenapa? Sakit?” tanya Rava yang hendak melangkah untuk mendekat. Namun dengan sigap Indah menyetopnya. “ekh, mau apa loe? Jangan deket-deket. Gue gak mau dideketin sama banci kampus kayak loe!” Damprat Indah sewot. Kemudian tanpa kata segera berlalu. “kenapa tu anak? Lagi dateng bulan ya?” tanya Rava kearah Clara yang masih berdiri dihadapannya. “Bukannya itu gara-gara loe ya?” Cibir Clara sinis. “Gue?” tunjuk Rava kearah wajahnya sendiri. “Iya. Lagian ngapain coba, loe jadiin dia target taruhan loe selanjutnya?”. “Kok loe tau?” tanya Rava makin kaget. “Bukan cuma gue. Tapi gue bisa jamin, sebentar lagi seluruh anak kampus juga bakalan tau”. “Hah?”. Mulut Rava hanya mampu melongo terbuka. Sementara Clara sama sekali tak tertarik untuk melanjutkan pembicaraan. Ia lebih memilih mengejar Indah. Memastikan kondisinya sekarang.
Setelah membasuh mukanya dengan air keran, tangan Indah terulur meraih tisu. Mengeringkan wajahnya. Sejenak di tatapnya bayangan di cermin. Raut lelah jelas tergambar disana. Tak ingin berlama-lama Indah segera melangkah keluar. Tepat dipintu langkahnya terhenti. Menatap sosok tubuh yang kini berhadapan dengannya.
“Gue minta ma’af untuk masalah kemarin” Gumam Lisa yang terdengar menyesal. “maksud loe?” Tanya Indah tak percaya. “Soal masalah kemarin. Gue mau minta ma’af sama loe” ulang Lisa. “Ehem.. gak apa-apa kok. Lagian loe gak punya salah juga sama gue” kata Indah akhirnya. “Tapi kemarin gue sempat bersikap gak wajar sama loe”. Indah hanya membalas dengan senyuman. “Lisa,” tiba-tiba Lisa mengulurkan tangannya. “Indah,” jawab Indah dan segera menyalami tangan Lisa. “Selain minta ma’af. Gue juga mau berterima kasih sama loe, karena loe udah mau belain gue di hadapan Rava”. “nggak masalah. Gue cuma ngelakuin apa yang menurut gue benar.”. “Kalau gitu mulai sekarang loe mau jadi sahabat gue kan?” tanya Lisa lagi. Indah terdiam sejenak. Sampai kemudian sebuah senyuman terukir di bibirnya. “kenapa nggak?”. Kali ini benar-benar senyuman mengembang di kedua wajah cantik itu.
Saat kelas berakhir Indah segera membereskan buku-bukunya. Kemudian berjalan beriringan dengan Clara menuju halaman kampus. Sepanjang perjalanan mereka saling berbagi cerita. “Oh jadi loe pulang naik bus?” Tanya Clara. Kepala Indah mengangguk membenarkan.
 
“O… yaudah kalau gitu sory ya, gue duluan” Tambah Clara lagi saat melihat mobil berwarna silver sudah terparkir tak jauh di hadapannya. “Oke… hati-hati ya”. “Sip… loe juga”. Kata terakhir yang keluar dari mulut Clara sebelum menghilang bersama mobilnya. Begitu Indah sampai di halte, suara klakson mengagetkannya secara tiba-tiba. “Mau pulang ya?” tanya pria itu yang ternyata adalah Rava. “Gak. Mau kepasar jualan sayur!” jawab Indah ketus. Suara tawa kontan terdengar dari mulut Rava. “Ya elah jadi cewek judes amat si? Ntar gak punya pacar lo.” Kata Rava setengah meledek. “Siapa bilang? Justru malah ada yang niat banget buat bisa macarin gue biar dapet sepuluh juta” Tembak Indah. ~ Glek. Skak mat. Tawa Rava langsung terhenti mendengar kalimat sindiran yang jelas-jelas tertuju kepadanya. “Ehem, kalo loe mau pulang, gue gak keberatan kok buat nganterin” ucap Rava mengalihkan pembicaraan. “Gak perlu! Gue masih sanggup bayar bus buat nganterin gue sampe kerumah.”. Tak lama kemudian sebuah bus berhenti dihadapan mereka. Indah segera memasuki bus itu. Sedang Rava hanya menatapnya sambil melongo.
Selesai mengunci pintu pagar, Indah segera melangkah. Suara klakson motor mengagetkan nya. Dan lebih kaget lagi ia saat melihat Rava yang duduk diatas motor lengkap dengan senyum manis dibibirnya. “Pagi Indah,” Sapa pria itu sambil melambai ramah. “Loe kenapa bisa ada disini?” tanya Indah mengabaikan sapaan Rava. “tentu aja buat jemput loe supaya kita bisa pergi bareng”. “Hah?” gumam Indah tak percaya. “Akh loe makin kelihatan imut deh kalau lagi kaget kayak gitu,” puji Rava. Dengan cepat Indah segera menoleh kearah lain. “dari mana loe tau kalo gue tinggal disini?,”. “gue kan ikutin loe kemarin” Aku Rava santai. “Hah?” Indah kembali terkejut. “Mentang-mentang gue bilang loe imut kalau kaget, pake acara tayang ulang segala,” Komentar Rava membuat Indah segera mengganti ekspresinya. “Jadi, loe mau pergi bareng gue kan?” Tawar Rava kemudian. “nggak, makasih”. Tolak Indah kemudian melangkahkan kakinya berniat untuk meninggalkan Rava.
“Indah, kenapa si cowok sekeren gue loe tolak juga?” Tanya Rava yang kontan membuat Indah berbalik menatapnya. Mata Indah terarah lurus kearah Rava dengan tatapan mengamati. Kemeja lengan pendek dipadu dengan jaket beserta jins hitam serta sepatu yang terpasang rapi dikakinya. Ditambah dengan motor sport dan helm berwarna hitam. “Ah benar juga. Gue baru nyadar kalau loe ternyata beneran keren,” Aku Indah santai. Sedangkan Rava hanya melotot kaget. “beneran gadis itu memuji penampilan gue?” batin Rava dengan wajah yang kini terlihat nerves. “Tapi sayang, kelebihan itu loe gunain sebagai playboy.” Tambah Indah angkat bahu. Kemudian berbalik kembali. Meninggalkan Rava dengan tampang syoknya.
“Loe emang demen banget ya angkat orang tinggi-tinggi terus abis itu loe hempaskan kedasar bumi,” Tukas Rava kesal sambil berusaha mensejajarkan langkahnya disamping Indah. Indah menghentikan langkahnya. Kemudian menatap kebelakang. “Kok motor loe ditinggal?”. “Ya loe gak mau pergi bareng gue pake motor, yaudah kalau gitu biar gue yang ikutan naik bus” Sahut Rava santai. “emang loe gak takut tu motor hilang?”. “gue anak orang super kaya asal loe tau. Urusan motor hilang mah tinggal beli aja lagi yang bagusan”. “Orang kayak kok sombong. Dasar gila!” Umpat Indah yang mendadak mualnya kumat.Starnightbloggeradreass.blogspot.com

Make Me Fall In Love With You Part 2



Begitu kelas berakhir, dengan angkuhnya Rava melangkah keluar kelas diikuti ketiga sahabat karibnya. Tatapan dan decakan kagum dari lawan jenis masih saja ia temui. Meski imagenya benar-benar buruk. Terkenal sebagai playboy kelas kakap tapi tetap saja fansnya bejibun. Tak heran si, dengan ketampanan serta kekayaan yang dimilikinya di atas rata-rata mampu menutupi sejuta kekurangannya.

Sampai dipelataran parkir, Rava segera mengenakan helm dikepalanya. Kemudian melesat pergi mengendarai motor kesayangannya melaju pulang kerumah. Tepat ditikungan yang kebetulan sepi, mendadak Rava mengerem motornya. Tampak dihadapannya kini, terdapat beberapa orang bertampang sangar yang sepertinya sengaja menghadang. Tanpa diketahui, Rava sudah terlebih dahulu mendapat pukulan tepat dibagian kepala, membuatnya jatuh terlempar kearah motor dan ikut ambruk secara bersamaan. “mau apa kalian?”. Sebuah pukulan kembali mendarat ditubuh Rava secara bertubi-tubi sebagai jawaban atas pertanyaannya. Meski sebenarnya Rava juga sedikit jago bela diri, namun siapa yang sanggup jika mendapati pengeroyokkan seperti ini?. Dan kini keadaan Rava benar-benar terkulai lemas tak berdaya.

“STOPPP!!!”. Para preman itu serentak berhenti melakukan aktifitasnya dan menoleh kesumber suara. Walau setengah sadar tapi Rava masih mampu mengenali sosok itu. Dia kan… gadis sepuluh jutanya?. Apa yang dia lakukan disini?. “Hei, siapa kau. Apa yang kau lakukan disini?” tanya salah satu preman itu terdengar sangar yang membuat Indah, sosok gadis yang baru saja muncul sedikit bergidik ngeri. Mendadak merasa ragu dengan apa yang ia rencanakan. Ditariknya nafas dalam-dalam untuk menetralisir rasa takutnya. “Bukan siapa-siapa kok Pak. Cuma kebetulan lewat aja. Kayaknya… ada yang lagi dipukulin tuh pak? Kalau boleh tau, apa salah orang itu?” tanya Indah polos. Saking polosnya ia, sampai membuat Rava berpikir. Apa gadis itu sudah gila! melihat Rava yang sedang dipukuli bukannya menolong, tapi malah menonton. “Udah pak, gak perlu dijawab kok. Lanjutin aja aktifitasnya, nanti yang ada keburu basi loh mangsanya. Lagian saya juga disini cuma sebentar kok, lagi nungguin jemputan”. Terang Indah. “Jemputan siapa?,”tanya preman itu tak mengerti. “Jemputan bapak.”. “Apa? Siapa orang itu?”. “emm… petugas keamanan” jawab Indah terdengar santai. Tanpa banyak berkata-kata lagi, preman itu sudah lebih dulu meninggalkan tempat kejadian.

“Mau apa loe?”. Refleks Indah menoleh. Baru menyadari kalau saat ini ia tidak sendirian, ternyata makhluk yang satu itu masih terbaring betah di atas tanah. Dengan segera Indah menghampiri tubuh itu dan membantunya untuk bangkit berdiri kemudian duduk dipinggir jalan. “Loe kenapa ada disini? Dan apa yang loe lakuin barusan?” tanya Rava lagi. Sejenak Indah terdiam, mempautkan bibirnya tanda cemberut. Lagi pula sudah dibantuin bukannya bilang terima kasih tapi malah ngebawel. Dasar banci kampus!. “Masih nanya lagi. Jelas-jelas gue disini buat bantuin loe!” balas Indah sewot. “bantuin gue?” Kening Rava berkerut bingung.

 

“Terus loe pikir. Dengan kaburnya preman-preman tengik itu karena kemauan sendiri? Ya nggak lah. Mereka semua kabur karena berhasil gue bohongin soal petugas keamanan. Lagian polisi mana coba yang mau dateng ketempat sepi kayak gini”. Jelas Indah yang kemudian disusul tawa kecil dari bibirnya. Membuat Rava terpaku melihat keindahan senyum itu. “ke-kenapa loe ngeliatin gue kayak gitu? Awas jangan macem-macem sama gue!” ungkap Indah mendadak horror saat mendapati tatapan aneh yang memancar dari wajah Rava. Seolah baru sadar dari lamunannya, Rava segera mengalihkan tatapan itu kearah lain.

“Loe udah gila yah? Nekad bohongin preman kayak gitu. Gimana kalo sampai tadi tu preman gak percaya akan ancaman loe?”ucap Rava balik bertanya. “kok loe ngomongnya kayak gitu sih?”. “Inget, jangan pernah loe ngulangin hal bodoh seperti itu. Ntar yang ada gue lagi yang disalahin” tandas Rava penuh penekanan. “Iyya iyya bawel!” Umpat Indah. “Oya, emm gue mau jujur sama loe” ucap Rava. “jujur apaan?” tanya Indah merasa bingung. “sebenernya… gue ada kesepakatan sama teman-teman gue. Isi kesepakatannya… kalo gue berhasil naklukin hati loe selama satu bulan. Gue bakal menang taruhan.” jelas Rava yang sontak membuat Indah geram dan bangkit dari duduknya. “Apa? Jadi maksudnya, loe dan teman-teman loe jadiin gue barang taruhan? Wah gila loe!” rutuk Indah sewot. “Tunggu dulu. Sebenernya gue juga gak ada niat kali buat jadiin loe pacar gue, tapi ya mau gimana lagi. Kalo seandainya gue nolak, pasti ketenaran gue bakalan luntur belum lagi populasi fans gue juga bakalan menurun”. “loe enak-enakan numpang tenar pake nama gue sedangkan gue menderita karena jadi pacar taruhan loe. Loe pikir itu lucu?” Gadis itu makin sewot. “gini aja, gimana kalo kita fifthy fifthy?,” ucap Rava menawarkan. “otak loe tuh fifthy fifthy!” Cerca Indah kemudian berlalu pergi meninggal sosok Rava yang tengah mematung.

Untuk pertama kalinya setelah hampir tiga tahun Rava menjalani hari-hari sebagai mahasiswa dikampus itu, kini barulah ia berjalan menunduk merasa risih dengan tatapan seisi kelasnya. Karna sepertinya tatapan itu bukan tatapan yang biasa ia alami. Tetapi tatapan mereka kali ini adalah tatapan yang penuh dengan tanda tanya. “Hei bro. Kenapa sama wajah tampan loe? Abis dipukulin?” tanya Andre diikuti kedua temannya yang baru saja datang. “gue habis dihajar sama kumpulan preman sewaktu pulang kemaren”jawab Rava. “dipukulin sama preman? Emangnya apa yang udah loe lakuin sampe mancing harimau buat nyerang loe?” Sambung Irvan. “gue sendiri juga bingung dari mana asalnya tuh preman. Pas gue tiba ditikungan, tiba-tiba aja mereka langsung nyerang gue” jelas Rava membayangkan kejadian itu. “gue rasa ada orang lain dibalik itu semua” Ujar Andre. “Gue gak akan ngusut masalah itu sekarang. Tapi yang jelas begitu gue denger kabar soal itu, akan gue pastikan yang nyuruh tu preman bakalan abis!”. “yaudahlah, kita kekantin yok. Laper nih perut gue belum diisi dari semalem”Ajak Rey. “Ayo!!!” sahut mereka kemudian beranjak menuju kantin.

            “Sial,” rutuk Indah dalam hati begitu mendapati tiga orang cewek yang kini menghadangnya untuk masuk kekelas. “Siapa loe?,” tanya Lisa. Dari nadanya saja Indah sudah dapat merasakan kalau tidak ada aura persahabatan disana. “Nama gue Indah” ucapnya sambil mengulurkan tangan. Sedangkan Lisa hanya menatapnya sekilas tanpa ikut menyalaminya. “Ada urusan apa loe sama Rava?” tanya Lisa langsung.

“Yang jelas bukan urusan loe” balas Indah terdengar sinis. Membuat Lisa sedikit tersentak kaget. “denger ya, siapapun yang berurusan sama Rava menjadi urusan gue!” kata Lisa penuh penekanan. “Oh ya?” Indah pura-pura pasang tampang kaget. “termasuk para preman yang menghajar Rava kemaren?.”sambungnya.

“Apa?.” Kali ini Lisa tak mampu menyembunyikan tampang kagetnya. Indah sendiri hanya angkat bahu. “Ehem…” Lisa sedikit berdehem tak mau terpancing emosi. “Apa maksud loe barusan?” sambungnya lagi. Sejenak Indah tersenyum sinis, membuat Lisa jelas menatapnya kesal. “Karena wajah tampan yang ia miliki, ia menggunakan kelebihan itu untuk menyakiti orang. Tak ada salahnya kalau gue memberi dia sedikit pelajaran bukan?,” Sambung Indah sambil menirukan gaya Lisa. “Loe!!!” tunjuk Lisa kearah wajah Indah. “jadi sekarang loe mau ngancem gue?” tukas Indah. “gak ada untungnya juga gue ngancem loe!” balas Lisa yang tak kalah sinis. “yaudah kalau gitu. Berhenti ganggu gue, dan menyingkir sekarang juga. Gue mau lewat” tukasnya.

“Eh dengar ya? Loe pasti anak baru disini, jadi loe gak tau kan kalau gue ini siapa. Asal loe tau aja ya, gue idola dikampus ini. Jadi gak akan ada yang percaya sama ucapan loe kalau orang yang kemaren mukulin Rava itu suruhan gue. Secara loe kan gak punya bukti” kata Lisa sambil mendorong tubuh Indah ke dinding. “Soal gue gak punya bukti, loe salah.” belum sempat Lisa berujar, Indah sudah lebih dulu mengisyaratkannya agar menengok kebelakang. “Rava?” Ujar Lisa kaget, bingung, juga… takut. “Jadi para preman yang menghajar gue kemaren itu orang-orang suruhan loe?” Tembak Rava langsung.

Lisa hanya mampu menelan ludah. Mendadak seram saat mendapati tatapan tajam dari Rava. “Iya. Itu orang-orang suruhan gue. Yang sengaja gue bayar buat menghajar cowok brengsek kayak loe, yang udah seenaknya ngejadiin gue bahan taruhan. Puas loe sekarang? Terus sekarang loe mau apa?” tantang Lisa. Percuma ia menghidar, toh sudah tertangkap basah ini. “Loe…” tangan Rava siap terangkat keudara. Sementara Lisa langsung menutup mata terkejut akan reaksi Rava padanya. “Cuma pria pengecut yang berani melakukan tindakan kekerasan terhadap wanita”. Lisa segera membuka matanya. Begitu dilihat ternyata Indah sedang menahan tangan Rava yang tadinya akan melukai pipi mulus Lisa. “Loe sebenarnya belain gue apa dia sih?” gumam Rava frustasi sambil menarik kembali tangannya. Indah angkat bahu. “Gue gak belain siapa-siapa. Toh gak ada untungnya juga buat gue. Soal insiden kemarin, Lisa jelas punya alasan untuk melakukannya. Karena tindakan itu termasuk tindakan kriminal makanya gue berusaha untuk mencegah. Dan sekarang, loe marah sama dia berniat untuk melakukan kekerasan fisik, jelas gue tahan. Adil bukan?” terang Indah panjang lebar kemudian melengos pergi.
Starnightbloggeradreass.blogspot.com

Make Me Fall In Love With You Part 1


Orang bilang cinta itu SIMPLE . Kata siapa??

Buktinya begitu gue ngerasain sendiri,

Ternyata cinta itu rumit. Serumit-rumitnya rumus matematika,

Lebih rumit lagi rumus cinta….

#Make Me Fall In Love With You

Dari kejauhan 300 meter, tampak sepasang kekasih yang bisa disebut baru jadian 1 minggu tengah melangkah lurus menuju kantin. Lisa terus berjalan sambil tersenyum bangga menggandeng pacar barunya. Senyum dibibirnya semakin melebar tiap kali mendapati kalimat pujian yang dilontarkan oleh teman-temannya, sesekali matanya melirik sosok yang berjalan di sampingnya. Menurut pria itu, menyetujui taruhan ini adalah keputusan yang tepat. Terbukti saat ini Lisa telah jatuh dipelukan Rava, bukankah itu sudah jelas, bahwa hanya Rava lah yang berhak menerima julukan Playboy In University.

Begitu mereka menginjakkan kaki dikantin, seperti biasa langsung menarik perhatian semua orang. Mulailah terdengar bisikan-bisikan membicarakan tentang keduanya. “Kok kita malah duduk bareng sama teman-teman kamu sih” Bisik Lisa merasa risih karena ditatap oleh ketiga sahabat karibnya Rava.”Oh, itu karena gue punya kejutan buat loe. Bener gak guys?” Tanya Rava sambil tersenyum misterius kearah teman-temanya.

“Oh ya?” Tanya Lisa dengan wajah tampak bercahaya. ”Ya… gue sih gak yakin loe suka. Tapi kalo kaget, bisa jadi.” .”Apa itu?,”tanya Lisa sambil mengernyitkan dahi semakin penasaran dibuatnya.”gue mau kita PUTUS,”Kata Rava singkat, jelas dan padat. “Apa!,” kali ini nada kaget yang keluar dari mulut Lisa. “loe gak denger, gue bilang apa barusan?,” kata Rava sedikit emosi. “iya aku dengar, tapi… kenapa kita harus putus?,”. “Sebenarnya nih ya, gue males banget pacaran sama loe kalo bukan karena teman-teman gue yang udah berbaik hati buat ngadain taruhan. Mereka bilang kalo aja gue bisa naklukin elo dalam sekali tembak kemudian mutusin di depan umum, gue akan menang taruhan. Yaa gue pikir kenapa enggak, malu dong gue kalo pencetak recore playboy gak bisa naklukin hati cewek secantik apapun,” Aku Rava sambil menadahkan tangannya kearah Irvan, sahabat karibnya yang sedang duduk berhadapan. Dan detik berikutnya lembaran uang ratusan sudah tertera disana.

“Makasi ya, atas kerja samanya. Sekarang loe boleh pergi”. Refleks tangan Lisa melayang. Namun belum sempat mendarat diwajah Rava, tangannya sudah lebih dulu mencekalnya.”loe pikir elo siapa, berani-beraninya nantangin gue hah?” kata Rava lirih namun penuh penekanan. “Asal loe tau aja, image loe sebagai cewek idola dikampus ini yang KATANYA selalu nolakin cowok ternyata cuma gosip murahan. Buktinya loe dengan gampangnya bertekuk lutut dihadapan gue sekarang” Sambung Rava lagi.


“Sialan loe. Dasar brengsek!!!” Geram Lisa sambil menghempaskan tangannya membuat cekalan Rava terlepas. “Oya? Makasi atas pujiannya barusan” Balas Rava santai. ”dengar ya, gue akan pastiin loe menyesali atas apa yang udah loe perbuat sama gue hari ini.” Ancam Lisa dengan wajah memerah. Entah karena terlalu marah atau malu karena kini tengah menjadi objek tontonan bagi anak-anak yang lain.”Kita liat aja nanti” Rava cuek. Dengan kesal Lisa berlalu membawa sejuta dendam dan sakit hatinya. Sementara Rava sendiri justru malah tertawa diikuti ketiga teman-temannya.

“Wow… sulit dipercaya, ternyata loe beneran berhasil menaklukannya” komentar Irvan sambil menggeleng kagum menyaksikan drama action yang baru saja terjadi dihadapannya. “Kenapa enggak? Lagian tuh cewek juga gak bener-bener ngejaga image kok, dianya aja yang bodoh udah tau gue playboy ngapain coba masih ditanggepin,”sahut Rava menyombongkan diri. ”Apa loe tertarik untuk melakukan taruhan lagi?,” kali ini Andre yang angkat bicara. Rava terdiam. Matanya melirik lembaran merah yang berada ditangannya. Setelah berpikir sejenak ia kembali berujar. “Jika kalian siap untuk kalah lagi”. “wow pede sekali” komentar Irvan. ”jadi apa taruhan mainnya?” tanya Rava lagi. Andre tidak langsung menjawab. Wajahnya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan tiba-tiba saja muncul senyum misterius dari bibirnya.

“Sebelum gue jawab, gue pengen nanya sekali lagi. Rava, loe siap untuk ber’main?” tanya Andre sambil menoleh kearah Rava. Rava hanya mengangguk. “Apapun?” tambahnya. “Apapun selama itu masih terkait dengan ketenaran gue sebagai playboy!” balas Rava membuat temannya mencibir mendengarnya. “Baiklah, taruhannya sepuluh juta. Deal?” Tanya Andre lagi. “Tunggu dulu. Loe belum menentukan apa permainannya?” potong Rava. “Baiklah, kalian lihat persimpangan dikoridor sana?” tunjuk Andre. ”Iya. Kenapa?” Irvan masih terlihat bingung. ”Loe” tunjuk Andre pada Rava sekali lagi. “Harus bisa menaklukan siapapun yang pertama kali muncul dibalik tembok itu”. “Apa???” ketiga teman-temannya bertanya tak percaya. “Bagaimana kalau yang pertama muncul itu adalah Pak Anwar?” celetuk Rey.

Semuanya terdiam untuk sejenak sambil membayangkan sosok yang disebut Rey barusan. Pak Anwar, pria gendut, berkepala botak lengkap dengan kacamata minus yang selalu ia pakai. Ditambah dengan raut wajah yang jelas-jelas sangar, hingga ia dijuluki “Dosen Killer” sontak membuat Rava bergidik ngeri. “Rava loe tertarik buat nunjukin pesona loe pada… bapak-bapak?” tanya Andre sambil berusaha menahan gelak tawa saat melihat tampang kecut Rava. “loe gila ya, biar keren gini gue juga masih waras kali! Ya gak mungkinlah gue macarin macan botak itu” Damprat Rava kesal. “wuahahhha. Oke aturan main kita rubah dikit. Siapapun wanita yang muncul pertama kali dari tembok itu, loe harus bisa naklukin dia dalam waktu satu bulan?. Bagaimana?” tawar Andre lagi. Rava kembali menimbang-nimbang keputusannya sebelum ia menyetujui tawaran itu. “Deal. Gue setuju” kata Rava akhirnya. “Baiklah, permainan dimulai. Kita lihat siapa yang beruntung” Sahut Andre sambil menatap lurus.

 

Satu menit, dua menit, bahkan sampai lima menit masih belum ada tanda-tanda kehadiran seorang wanita. Membuat keempat orang itu mendesah tak sabar dan hampir gila hanya karena menunggu seseorang. Tapi tunggu! Tepat dimenit kesembilan, mulai terdengar langkah kaki seseorang yang akan muncul dari balik tembok. Semuanya langsung pasang mata sambil menarik nafas menanti siapa yang akan datang, mulut semuanya langsung terbuka tak percaya akan apa yang dilihatnya. “Mungkin kali ini nasib loe lagi beruntung” ujar Andre kemudian mendorong tubuh Rava. Dengan langkah P.d Rava mendekati gadis itu dengan harapan bisa menyapanya sebagai awal dari kesuksesan.

“Hai,” itulah kata pertama yang keluar dari mulut Rava. Gadis itu tidak menjawab, masih menatap Rava dengan tatapan heran. “Gue Rava, mahasiswa teladan ditahun ini.” Lanjutnya. Belum sempat gadis itu bicara, Rava sudah lebih dulu memotongnya. “apa loe mau jadi pacar gue?,”. Mendengar perkataan Rava barusan, sontak membuat gadis itu melayangkan satu tamparan ke wajah Rava. “Aduh.. kok loe nampar gue?,” geramnya. “jangan kurang ajar jadi cowok!” maki gadis itu kemudian beranjak pergi. “Keberuntungan berujung maut…” lirih Irvan. Kini ketiga temannya menghampiri Rava. “Apa yang loe rasain Rav?,” tanya Andre yang memancing emosi Rava. “loe masih nanya? Nih yang gue rasain barusan!” kata Rava ikut menampar wajah Andre, kemudian pergi.

[ Kelas ]

            “Jadi segitu aja kemampuan loe buat naklukin cewek itu?,” tanya Andre menghampiri. “kalo gitu gue gak usah repot-repot ngumpulin uang 10 juta buat loe.” Sambungnya. Jelas Rava langsung menatapnya tajam. “gue belum nyerah. Loe pikir cuma segitu aja kemampuan gue? Jangan panggil gue Rava kalo naklukin cewek kayak gitu aja gue gak bisa.” Ucapnya menyombongkan diri.

~ ~ ~

“Dasar Rava brengsek”. Langkah Indah mendadak terhenti mendengar teriakan yang baru saja hinggap ditelinganya. Rava? Siapa Rava? Sepertinya ia baru mendengar nama itu. Awalnya Indah tidak bermaksud untuk menguping, namun rasa penasaran kini menggelayutinya. Ia terpaksa harus menguping dari balik tembok yang menghadap kepekarangan kampus dimana terdapat tiga orang cewek yang tidak diketahui siapa namanya sedang duduk disana.

            “Udahlah Lisa, lupain aja makhluk nggak berguna itu”. “lupain? Nggak akan semudah itu”. “terus loe mau ngapain?”. “Gue nggak akan pernah ma’afin dia, sampai kapanpun. Kalian bayangin, gue idola dikampus ini dijadikan bahan taruhan oleh si playboy brengsek itu. Dipermalukan di depan anak-anak, loe pikir gue akan diam aja?. Nggak!. Gue akan pastikan dia terima akibatnya” Dendam Lisa. “Maksud loe?” Tanya kedua temannya yang masih belum mengerti. Dan kalimat yang meluncur dari mulut Lisa benar-benar membuat Indah terlonjak kaget. Dengan hati-hati ia meninggalkan tempat persembunyiannya karena khawatir ketahuan oleh mereka jika menguping terlalu lama.


Kamis, 03 November 2016

Ma’afkan Aku Ayah






Ayah memang bukan orang yang telah melahirkan kita tapi ayah jugalah yang mempunyai peran terpenting dalam sebuah keluarga. Bagaimana tidak, jika setiap hari ia harus membanting tulang hanya untuk menghidupi keluarga, bahkan ia juga rela bermandi keringat dibawah terik matahari tanpa mengeluh sedikitpun. Ayah selalu berusaha menutupi rasa lelahnya, itu semua ia lakukan karena ingin melihat anak dan istrinya tersenyum atas hasil jerih payah yang ia dapatkan selama ini. Pernahkah terlintas difikiran kalian, bahwa begitu besar peran sang ayah dalam kehidupan kita? Ya, mungkin salah satu diantara kalian mengerti seberapa lelahnya ia berjuang melawan rintangan hidup. Namun tak jarang pula diantara kalian yang masih menyia-nyiakan perjuangan sang ayah. Begitupun dengan gadis bernama Melati, ia tinggal bersama seorang ayah yang kini menjadi tulang punggung satu-satunya karena sang ibu telah lama meninggal dunia.

Saat matahari terbit dari ufuk timur disambut gembira oleh kicauan burung dan semilir angin yang berhembus menambah kesejukan dipagi itu. Terlihat seorang pria paruh baya tengah mengayuh becaknya dengan penuh semangat meski usianya sudah tak muda lagi, tetapi ia masih sanggup mengantar penumpang ketempat tujuan. Walau sesekali ia harus turun untuk mendorong becaknya ketika menemui jalan yang menanjak. Terlukis jelas rasa lelah diwajahnya, keringat yang tadinya hanya menetes satu atau dua kali kini sudah semakin banyak.

Suatu ketika Melati pulang sekolah dengan wajah murung, melihat keanehan yang ditunjukan anaknya itu, Pak Kardi merasa khawatir dan langsung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Melati, kamu kenapa? “tanyanya lembut. Melati sama sekali tak menjawab, ia bahkan enggan untuk menatap wajah ayahnya.“Melati.. apa kamu mendengarkan ayah?“ tanyanya sekali lagi. “Ayah !! ayah tidak usah pura-pura perhatian sama aku“ sentaknya yang membuat hati sang ayah sedih.“Apa maksud kamu, ayah sama sekali tidak mengerti ?”. ”Sekarang aku yang bertanya sama ayah, apa ayah sayang sama aku ?!”ucap Melati menegaskan. ”Kamu ini bicara apa, ya jelas ayah sayang sama kamu..”. “kalau ayah memang sayang sama aku, kapan ayah mau bayar SPP bulananku...?”. Mendengar penjelasan Melati barusan, Pak Kardi diam sejenak menimbang-nimbang apa yang harus ia katakan, sebelum akhirnya membuka mulut, “ Ayah minta ma’af, tapi ayah belum punya uang untuk bayar SPP kamu..”. “Belum punya uang? Itu terus yang ayah katakan. Sampai kapan yah.. sampai kapan aku dipermalukan didepan teman-teman aku?! “. “Ayah harus bagaimana lagi, pendapatan ayah hanya cukup untuk makan kita sehari-hari. Mungkin kamu harus lebih bersabar..”. ”Sabar lagi sabar lagi! Ayah bicara seperti itu karena ayah tidak tau bagaimana perasaan aku selama ini. Pokoknya kalau besok ayah belum mendapatkan uang juga, aku akan berhenti sekolah!!!” ancamnya sebelum bergegas memasuki kamar. Dengan perasaan sedih sekaligus bingung, Pak Kardi mendorong becaknya kembali dan mengurungkan niatnya untuk beristirahat, sementara Melati kini tengah sibuk memilih pakaian yang akan ia kenakan kepesta ulang tahun temannya. Terik matahari yang menyengat kulitnya sudah tak diperdulikan lagi. Pak Kardi masih saja memikirkan ucapan anaknya tadi, harus dengan cara apalagi ia mencari uang. Kini matanya fokus pada satu objek, dilihatnya seorang gadis tengah membawa tas dan berjalan mendekatinya. Tak disangka-sangka ide buruk Pak Kardi muncul, ia berniat untuk mencopet tas gadis itu tanpa memperhatikan keadaan sekitar yang cukup ramai. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Pak Kardi berlari menghindari kejaran warga.

Dari arah yang berlawanan 5 orang gadis tengah memperhatikan aksi Pak Kardi yang berakhir sia-sia, Pak Kardi berhasil ditangkap dan dipukuli hingga babak belur. Ke 4 gadis itu hanya menatap biasa saja karena mereka pikir jaman sekarang sudah tak heran bila seorang copet berkeliaran ditempat ramai. Namun tidak bagi Melati, matanya membulat seketika begitu melihat ternyata pencopet itu adalah ayahnya. Ia segera berlari untuk menghentikan aktivitas warga yang terus saja memukuli Pak Kardi tanpa ampun.

“ Hentika!!! Dia ayahku,“ teriak Melati hingga membuat warga menghentikan aktivitasnya. Melati menatap wajah ayahnya yang penuh dengan luka, matanya tak kuasa menahan tangis. Dengan mata sayu Pak Kardi berkata kepada anaknya, “Ma’afkan ayah Melati… ayah sudah membuatmu malu.. ini semua ayah lakukan karena ayah tidak mau kamu berhenti sekolah. Kamu pasti malukan punya orang tua seperti ayah… ?“. ” Tidak ayah… Melati tidak malu punya orang tua seperti ayah, tapi kenapa ayah melakukan ini?”.

” Ayah sayaang… sekali sama Melati, cuma Melati yang ayah punya didunia ini. Mungkin usia ayah tidak akan lama lagi, ayah harap kamu mau mema’afkan ayah”. ” Tidak ayah.. bukan ayah yang salah, tapi aku yang salah… ayah tidak boleh bicara seperti itu, ayah harus kuat” ucap Melati disela-sela tangisnya. “Ma’afkan ayah Melati… ayah tidak bisa menjadi orang tua yang baik untuk kamu, ayah tidak bisa membahagiakanmu”.

“ Ayah salah.. ayahlah sumber kebahagiaan aku, ayah tidak boleh tinggalin aku…”.

” Ayah harap, jika ayah sudah tidak ada nanti… kamu tidak akan melupakan ayah. Ayah sayang kamu Melati…”. Kata-katanya semakin terdengar samar, matanya sudah tak lagi terbuka. “Ayah…?Yah.. ayah bangun yah!“ ucap Melati sambil mengguncang tubuh ayahnya, berharap sang ayah akan bangun kembali. Namun sia-sia Pak Kardi sudah menghembuskan nafas terakhirnya. “ Ayah jangan tinggalin aku yah… aku sayang ayah.. cuma ayah yang aku punya. Ayah ma’afin Melati yah…“ tangisnya memecah, kini sudah tidak ada lagi figur seorang ayah dalam hidup Melati, hanya kesepian yang selalu hinggap dihatinya.

Andaikan ia dapat mengerti atas ucapan ayahnya saat itu, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Kini nasi sudah menjadi bubur, apapun yang kita rencanakan didunia ini semuanya atas kehendak Tuhan. Mungkin dari situ kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa jodoh, rezeki, maut, semuanya menjadi rahasia Tuhan. Maka dari itu sayangi dan cintailah orang tua kalian sebagaimana kalian mencintai diri kalian sendiri.

 

~ END ~

Senja yang menjadi saksi cinta kita


Senja yang menjadi saksi cinta kita

 

Dalam hidup memang tak selamanya bahagia, hidup itu ibarat gelombang air laut, kadang pasang kadang surut. Dan terkadang juga kita harus merasakan yang namanya asam manis kehidupan. Begitulah yang saat ini dirasakan oleh gadis bernama Kenanga, ia dilahirkan dalam keadaan cacat fisik. Sejak lahir ia belum pernah menatap yang namanya warna-warni dunia, karna kedua mata yang tak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Bahkan dokter yang saat itu menangani proses persalinan Ibunya pun, tidak mengetahui apa penyebab dari semua itu. Kedua orang tuanya hanya dapat pasrah menerima cobaan yang diberikan Tuhan terhadap mereka. Seiring berjalannya waktu, Kenanga tumbuh menjadi seorang gadis dewasa yang cantik, dan juga baik. Kini usianya sudah 19 tahun, beberapa tahun yang lalu ayahnya meninggal karena mengalami serangan jantung. Hingga sampai saat ini ibunya lah yang selalu menemani serta membimbing Kenanga, walau hanya seorang diri tetapi ia tetap sabar dan berbesar hati menerima sikap anaknya yang setiap saat selalu merutuki dirinya sendiri. Sejujurnya orang tua ingin sekali memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya, apapun akan dilakukan oleh mereka meski nyawa taruhannya.

Begitulah yang saat ini tengah dirasakan oleh Bu Lia, namun apa yang dapat dilakukan oleh janda ber-anak satu itu? Sebagai seorang kuli cuci, tidak banyak pendapatan yang ia hasilkan. Keuangannya hanya dapat ia gunakan untuk menghidupi kebutuhan mereka sehari-hari. Sampai suatu ketika, ada seorang pria pendatang baru yang tinggal disamping rumah mereka. Pria itu bernama Rava, ia hanya tinggal sendiri sedangkan kedua orang tuanya tinggal diluar negeri karena kesibukan bisnis mereka. Awalnya Rava merasa heran, mengapa tiap kali ia sedang bersantai dirumah selalu saja terdengar teriakkan seorang gadis. Rasa penasaran hinggap dibenaknya, ia ingin sekali mendatangi rumah itu untuk sekedar menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, mengapa dari rumahnya selalu terdengar jeritan seorang gadis?, sepertinya gadis itu sedang putus asa. Namun niat itu diurungkan, ia takut kalau pertanyaannya nanti hanya membuahkan kekesalan karena sikap Rava yang ingin tahu mengenai masalah dalam keluarga itu.

Pagi itu Rava sedang berjalan-jalan disekitar rumahnya, untuk sekedar menghirup udara pagi. Namun tak sengaja matanya menangkap kediaman seorang gadis, ia rasa gadis itulah sumber dari suara yang tempo hari ia dengar. Dari jarak beberapa meter ia memandangi gadis itu dengan tatapan yang intens. Sejenak Rava terdiam dan berfikir, mengapa gadis itu diam saja? Ia bahkan tidak berniat sama sekali untuk menggubrisnya. Sepertinya ada yang janggal… Rava melangkahkan kakinya untuk mendekati Kenanga. Hanya tinggal beberapa langkah lagi ia sampai dihadapan gadis itu, namun langkahnya terhenti ketika Kenanga mulai membuka mulut dan bertanya ..

“Siapa kau?,“ suaranya memecah keheningan. “Aneh sekali, gadis itu sedang berbicara denganku atau siapa? Jika benar, lalu kenapa ia menatap kearah lain“ batin Rava. Kedua bola matanya tak henti-hentinya mengedarkan pandangan kesekeliling, tetapi tidak ada satupun orang selain mereka berdua, hanya ada pepohonan rimbun yang menambah kesejukan dipagi hari. Kini ia sadar, ternyata gadis itu memang sedang berbicara dengannya.

“Aku... aku Rava, tetangga yang tinggal disebelah rumahmu. Apa yang sedang kau lakukan?,“ Ucap Rava balik bertanya dengan mata yang masih menatap lurus kearah Kenanga. “Pergi! pergi kau dari sini!!,“ Ssirnya sambil mengayunkan sebuah tongkat yang sedang digenggamnya. Beruntung saat itu Rava cepat menghindar, sehingga tongkat itu meleset. “Aku bukan orang jahat, aku hanya ingin bertanya, apa kau gadis yang tempo hari berteriak?,“. Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Rava, Kenanga menghentikan aktivitasnya. “Untuk apa kau ikut campur, cepat pergi dari siniii!!!“ Usir Kenanga untuk yang kedua kalinya dengan sedikit penekanan diakhir kalimat. Akibat teriakan Kenanga yang terdengar nyaring,  sehingga membuat ibunya lari keluar dengan tergesa-gesa .

Sesampainya sang ibu diluar, suasana berubah hening. Sesekali ia menatap Kenanga lalu sesaat kemudian membuang pandangannya kearah Rava. Diwajahnya tergurat rasa khawatir sekaligus bingung, seolah-olah meminta penjelasan. “Gawat… kenapa ibunya juga keluar, melihat anaknya saja sudah seseram itu, bagaimana dengan ibunya???“ Batin Rava yang mulai gelisah. Namun penilaiannya terhadap bu Lia 100% salah, Bu Lia justru meminta ma’af kepada Rava atas perilaku anaknya itu. Ia bahkan sempat bercerita mengenai keadaan yang menimpa Kenanga, sesaat kemudian Rava memasang wajah pilu mendengar cerita itu.

Dengan langkah gontai Rava memasuki kamarnya, Kepalanya mendongak menatap langit-langit sambil membaringkan tubuhnya diatas ranjang yang berukuran king size. Usai mendengar cerita Bu Lia tadi, membuat hati Rava tersentuh. Sungguh berat cobaan yang menimpanya. Semenjak itu pula ia jadi lebih sering mengunjungi rumah Bu Lia untuk mempererat tali silaturahmi, namun faktor utama yang mendorongnya adalah Kenanga.

Sepertinya ia mulai menaruh hati terhadap gadis itu, meski tak jarang pula ia mendapat tolakan mentah dari Kenanga tiap kali ia ingin membantunya untuk menyusuri jalan dan melakukan aktivitas lainnya. Kejadian ini mengingatkan kita pada sebuah kalimat, “Cinta tak akan hadir tanpa adanya pertemuan, juga tak akan bersemi tanpa adanya perhatian karena dari pertemuan dan juga perhatian itulah awal cinta berkembang“. Itulah perumpamaan yang disandingkan untuk sepasang insan yang mulai merasakan benih-benih cinta. Berkat ketulusan serta kesabaran yang diberikan oleh Rava, sehingga membuat hati Kenanga perlahan mulai luluh. Rava membimbingnya dengan penuh kesabaran, mulai dari membantu Kenanga untuk mengontrol emosi, sampai menasehatinya.

            Sore itu puluhan burung tengah mengepakkan sayapnya, melintasi langit senja yang mulai tampak keorange-orangenan. Semilir angin berbisik lirih, seolah menyampaikan maksud tertentu kepada dua pasang insan yang tengah duduk dihalaman rumah. Entah mengapa sore itu menjadi hari terpanjang bagi mereka, mungkin karena Rava telah menyampaikan perasaannya terhadap Kenanga. Dan tanpa pikir panjang lagi, Kenanga pun langsung menerima Rava menjadi kekasihnya. Namun belum lama hubungan mereka berlangsung, tiba-tiba saja dokter memvonis Rava bahwa ia menderita sirosis hati. Tentu saja Rava tidak membiarkan kabar itu sampai ketelinga Kenanga. Jika itu sampai terjadi, mungkin saja Kenanga akan kembali seperti dulu, tidak dapat mengontrol emosinya.

Hari demi hari mereka lewati bersama, namun senja kali ini tampak berbeda dengan senja-senja sebelumnya. Jika senja sebelumnya mereka menatap puluhan burung melintasi langit, tapi kini justru tidak ada satu ekor pun burung yang terbang bahkan hinggap didahan. Dalam seketika cuaca berubah menjadi gelap, Rava berniat untuk mengantarkan Kenanga masuk kerumahnya dan setelah itu ia kembali pulang.

Malam harinya Rava menerima telefon masuk dari Kenanga. Setelah menyimak apa yang baru saja disampaikan olehnya, ia tersenyum senang. Karena Kenanga bilang... dua hari lagi ia akan menjalani operasi mata, dan tentunya bukan hanya itu yang membuatnya senang. Tetapi Kenanga juga bilang kalau ada orang yang ingin mendonorkan kedua matanya, bahkan orang itu juga yang akan menanggung biaya operasi. Dalam beberapa detik kemudian cairan bening mulai mengalir dari matanya, disatu sisi ia merasa senang karena sebentar lagi Kenanga dapat melihat indahnya dunia, namun disisi lain hatinya tergores luka yang amat mendalam. Karena orang yang baru saja diceritakan oleh Kenanga itu adalah dirinya. Ya, Ravalah yang akan mendonorkan kedua matanya untuk Kenanga. Dokter bilang usia Rava tidak akan lama lagi, cepat atau lambat ia akan meninggal dunia. Sementara kedua orang tuanya yang berada diluar negeri hanya sekedar mengetahuinya lewat pesan sms yang dikirimkan Rava, dan mereka pun baru akan tiba dijakarta esok lusa.

2 hari sudah berlalu, sejak sepulangnya Rava kemarin sore dari rumah Kenanga, ia sudah tak lagi menunjukkan batang hidungnya. Hari ini merupakan hari yang paling mendebarkan bagi Kenanga dan juga ibunya, hanya tinggal hitungan menit saja Kenanga akan menjalani operasi. Namun hatinya tak tenang menunggu kehadiran Rava yang hingga saat ini belum juga tiba dirumah sakit. Beberapa jam operasi berlangsung. Alhasil, operasi itu berjalan dengan lancar, kini Kenanga sudah diperbolehkan pulang. Sepulangnya Kenanga dari rumah sakit, ia langsung menuju rumah Rava yang diantar oleh ibunya. Belum sempat mereka memasuki rumah itu, bendera kuning sudah lebih dulu menyambutnya. Tanpa pikir panjang, mereka segera memasuki rumah Rava yang ternyata sudah banyak orang tengah menangisi sebujur mayat yang terbaring kaku, dengan sehelai kain yang menutupinya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Dengan langkah ragu dan segenap keberanian yang ia miliki, perlahan ia membuka sehelai kain yang menutupi wajah mayat itu. Kenanga bertanya kepada ibunya, ”Apa dia adalah Rava, orang yang kutunggu kedatangannya sejak kemarin?”. “Iya... dia adalah Rava,“ Jawab sang Ibu yang seketika membuat Kenanga terguncang. Orang yang ditunggunya sejak kemarin dirumah sakit, ternyata kini sudah terbaring kaku. Kenanga tak kuasa lagi menahan sesak dihatinya, air mata yang sedari tadi tertahan dipelupuk mata kini menyeruak keluar. Belum reda Kenanga menangis, selembar surat sudah terulur dari tangan Ibu Rava. Perlahan ia membuka surat itu, ”Kenanga... tetaplah engkau menjadi bunga kenangaku yang cantik, aku tak ingin lagi ada kesedihan dalam dirimu. Jika kau merindukanku, maka ingatlah senja... karna senja yang mempersatukan cinta kita“.

 

END

 

Cerpen karangan : Sinta Bela

Facebook : Sinta BelLa