Translate

Sabtu, 26 November 2016

Make Me Fall In Love With You Part 4

Starnightblogradreass.blogspot.com




“Ini pertama kalinya buat gue tau gak si,” Kata Rava saat keduanya duduk berdampingan dalam bus yang akan mengantarkan mereka kekampus. “naik bus?” akhirnya setelah sekian lama Indah terdiam. “Bukan. Tapi ngejar cewek. Secara biasanya kan gue yang di kejar-kejar” jelas Rava. “Kalo gitu sama dong. Ini juga jadi yang pertama buat gue,” Aku Indah. “di kejar-kejar sama cowok?” tanya Rava yang tak lama disusul tawa dari bibirnya. “Bukan. Tapi ini jadi yang pertama kalinya buat gue naik bus bareng sama kecoa kakus kadal bunting kayak loe!” balas Indah mencibir yang sontak membuat tawa dibibir Rava hilang dalam sekejap. “kok diem?” tanya Indah memastikan apakah keadaan Rava baik-baik saja setelah ia membunuhnya secara terang-terangan. Rava tak membalas. Hanya tampak menggerutu tak jelas membuat Indah tertawa lepas. “Ohh ya, ngomong-ngomong kenapa loe pindah kekampus baru kita?” Tanya Rava mengalihkan pembicaraan. “Gue habis patah hati” Balas Indah singkat. “Hahaha, emangnya cewek preman kayak loe bisa juga ya patah hati?” Tanya Rava jelas meledek. Tapi Indah tak ada niat untuk menjawab pertanyaan itu. Keheningan terus menyelimuti mereka, hingga tibalah di gerbang kampus.


“Indah,” panggil Rava. “Apa lagi?” tanya Indah tanpa menoleh. “Soal yang loe bilang tadi. Loe bercanda kan?. Kali ini Indah menghentikan langkahnya. Dan berbalik menatap Rava. “kalau seandainya gue bilang serius, loe percaya?” Tanya Indah balik. “Ya enggak lah,” Sahut Rava cepat yang membuat Indah tersenyum sinis. “Ya udah, kalo gitu yang tadi itu bo’ong. Gue cuma bercanda,” Balas Indah kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Membuat Rava sejenak mengerutkan kening. Gadis itu benar-benar sulit ditebak.


[Kantin]


Saat sedang asyiknya Indah mengobrol dengan Clara sambil menyantap soto pesanannya, tiba-tiba saja makhluk itu datang lagi. “Berani loe duduk disini, gue pergi sekarang juga!,” Ancam Indah yang membuat Rava membatalkan niatnya untuk duduk dan kembali berdiri. “Loe bilang loe gak akan terpengaruh sama sekali akan rayuan gue. Belum juga gue ngerayu, loe malah takut duluan” Ujar Rava. “Eh?” gumam Indah kaget. “Demi apapun loe imut banget kalo lagi kaget kayak gitu” lagi-lagi Rava mengakuinya. Refleks Indah segera bangkit berdiri. Bersiap untuk pergi kalau saja Rava tidak lebih dulu menarik tangannya. Dan membuat ia duduk kembali.


Kali ini Indah jelas melotot sebal kearah Rava yang dengan santainya malah duduk di sampingnya. “Oya ra, tadi loe bilang loe gak bisa nganterin gue ketoko buku yah?,” tanya Indah memastikan. “Iya, sorry banget ya Ndah. Soalnya cowok gue jemput.” Kata Clara. “Yaudah deh gak papa. Lain kali aja,”. “Gue gak keberatan kok kalo harus nemenin loe kemana pun,” kata Rava tulus. “Oya?,” tanya Indah dengan wajah berbinar. Rava pun mengangguk senang. “BODO!!!” Tukas Indah kemudian berlalu pergi yang disusul oleh Clara. Rava melongo sambil menyabarkan hatinya yang mulai memanas.


Saat Indah dan Clara sedang berjalan berdampingan tiba-tiba saja Rava datang menghampiri. “Hei, mau pulang ya?” Sapa nya ramah. Clara mengangguk sementara Indah justru mencibir. “Oya ra, mana katanya cowok loe mau jemput?” tanya Indah seolah tak mengetahui keberadaan Rava.


Clara tak langsung menjawab, matanya tengah asyik mencari sosok pria yang akan menjemputnya. “Akh. Itu dia” ucapnya setelah melihat pria bersama motor sportnya tengah menghampiri mereka. Indah terus menatap pria itu yang entah mengapa sepertinya ia pernah mengenalnya. Sedangkan Rava, ia mengamati pria itu mulai dari motor sport, helm hitam, jaket serta sepatu yang dikenakan terlihat keren memang. Tapi menurutnya style dia lebih keren. Sesaat Rava menggelengkan kepalanya begitu pria itu membuka helm, menurutnya pria itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dia, tapi tunggu. Kenapa Indah justru menatapnya lekat?


“Indah, loe kenapa. Jangan bilang loe naksir sama cowok gue?” Tanya Clara langsung. “Eh? Nggak kok ra, gue gak apa-apa.” jawab Indah seolah baru sadar dari lamunannya. “yaudah kalo gitu kenalin. Ini Reyhan. Dan Reyhan, ini Indah.”. Reyhan mengulurkan tangannya sedangkan Indah tak langsung menyambut uluran tangan itu. Ia berfikir sejenak kemudian tersenyum sambil bersalaman. “Ehem” Rava hanya berdehem. “Oiya, Reyhan. Kenalin yang itu namanya Rava. Playboy kampus tingkat dewa” jelas Clara yang terdengar menyindir. Rava yang awalnya tersenyum manis kini merubah ekspresinya setelah menatap Indah yang terdiam tanpa ekspresi. Sepertinya ada sesuatu yang janggal, setelah kedatangan Reyhan. “Eum… udah hampir sore nih, kita balik duluan yah” pamit Rava sambil menarik tangan Indah untuk menjauh dari mereka. “Iyya, kalian hati-hati” sahut Clara.


Bus melaju dalam keheningan. Keduanya masih sibuk akan jalan pikirannya masing-masing. Bahkan tak terasa bus sudah berhenti ditempat tujuan. Dengan perlahan Indah melangkah turun diikuti Rava yang masih setia di belakangnya. Sambil melangkah Indah melirik jam yang melingkar ditangannya. Masih terlalu siang untuk langsung pulang. Lagi pula pikirannya masih kusut jadi yang ia butuhkan adalah tempat yang tenang. Menatap langit sore sepertinya menyenangkan. Hanya saja ia baru menyadari kalau ternyata makhluk itu masih saja membuntutinya. “Loe boleh kok terus menganggap gue gak ada kalau loe mau,” Rava akhirnya bersuara saat mendapati tatapan risih Indah padanya. Sedangkan Indah hanya berdehem seolah mengiyakan ucapan Rava barusan.


“Huh,” tanpa sadar ia menghembuskan nafas berat yang kini hinggap dihatinya. “Dia mantan loe ya?” Tanya Rava buka mulut. Indah refleks menoleh. Rava sedikit mengernyit mendapati wajah Indah yang kini menatapnya sinis. “Heh, gimana gue bisa nganggep loe gak ada, kalau jelas-jelas loe bisa ngomong.” Balas Indah mencibir. “Kalau gitu loe gak perlu jawab.” Rava menambahkan. Suasana kembali hening. Saat sampai di dekat taman Indah melajukan langkahnya menuju pohon rindang dan duduk di bawah sana sambil menatap langit.


“Bukan” gumam Indah. “Eh?” tanya Rava heran. “Dia bukan mantan gue,” Sambung Indah tanpa menoleh walau ia tahu Rava sedang menatapnya menunggu kelanjutan dari ucapan Indah. “walau gue pernah suka sama dia, bahkan sampai detik ini!” Indah menegaskan. Kali ini ia menoleh. Berhadapan langsung dengan wajah Rava yang menatapnya heran sekaligus merasa tak percaya.


“Untuk menghindari dia, gue pindah kampus dengan harapan bisa ngelupain semuanya. Siapa yang menyangka, justru dikampus baru ini gue malah ketemu loe. Seorang playboy yang jelas manfa’atin gue buat dapet uang 10 juta. Ditambah lagi kedatangan Reyhan yang ternyata pacar sahabat gue sendiri. Menurut loe, kurang apa coba penderitaan gue?” Sambung Indah lagi. Rava menunduk dalam dengan mulut terkunci. Tak tau perasaan apa yang kini ada dihatinya.


Selesai berkata tangan Indah terulur mengambil handphone beserta headset yang tersimpan di dalam tas. Kemudian memutar sebuah lagu yang beberapa hari ini menjadi teman galau untuknya. The One That Got Away tengah mengalun lembut. Yang tanpa ia sadari kini cairan bening sudah mengalir bebas dipipinya. Rava yang melihatnya secara langsung, tak bisa diam begitu saja. Ia merengkuh tubuh Indah agar menyandarkan kepala dibahunya. Entah Indah yang merasa nyaman berada di dekapan Rava atau justru malah Rava yang enggan untuk melepasnya. Tapi yang jelas saat ini mereka terlihat lebih akrab dari biasanya.


[ Keesokan Harinya ]


Selesai mengunci pintu rumah, Indah melangkah dengan santai. Namun baru tiga langkah saja, sebuah klakson sudah terlebih dulu menahannya. Kali ini ia menghembuskan nafas kesal saat mendapati cengiran lebar diwajah Rava. “Loe gak keberatankan kalo gue parkir motor disini lagi?” tanya Rava. “tentu aja gue keberatan,” balas Indah sinis. Rava terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sementara Indah sendiri terdiam. Matanya mengawasi sosok yang berdiri dihadapannya dari atas kepala sampai ujung kaki. Ya Tuhan, ini orang makin hari kok makin keren aja ya?. Pujinya dalam hati. “Dari pada loe parkir di sana, lebih baik loe goncengin gue”. Mendengar ucapan Indah barusan, sontak saja membuat Rava terlonjak kaget. “ya-yang bener?,”. Indah mengangguk. “Eh tapi tunggu! Gue mau naik motor bukan karena gue suka sama loe. Tapi karena gue tau bahwa Sebaik-baiknya manusia, adalah dia yang memberikan manfa’at kepada orang lain. Ya… jadi itung-itung irit ongkoslah. Kan loe tau sendiri kalo gue ini cuma anak kost kost-an,”. “Iyyyaaa gue tau itu, yaudah yuk naik!” perintahnya.


[ Sepanjang Perjalanan ]


            “Bagaimana kalau kita… bikin perjanjian?” ucap Rava. “Perjanjian? Perjanjian apa?” tanya Indah penasaran. “siapapun di antara kita yang jatuh cinta lebih dulu, itu tandanya dia yang akan kalah?” Tambah Rava. “gimana kalau ternyata loe sendiri yang jatuh cinta lebih dulu?” Indah balik bertanya. “Ya… itu tandanya gue kalah, dan loe yang menang” sahut pria itu dengan santai. “Apa gak ada hukuman tambahan buat yang kalah?”. “Hmm ada. Hukuman bagi yang kalah, dia harus mengakui di depan semua orang kalau dia udah melanggar perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak” terang Rava yang kemudian disetujui oleh Indah. “Oke, deal!”.


            Begitu sampai dikampus, tatapan tak bersahabat langsung didapatkan oleh Indah. Tapi ia bersikap cuek enggan untuk meladeni mereka. “Indah,”. Merasa namanya dipanggil Indah pun menoleh keasal suara. “Clara?” Sahut Indah.


Matanya tak sengaja menangkap keberadaan Reyhan yang baru saja mengantar Clara dan kini berhadapan dengannya. “Kok loe bareng sama Rava?” Tanya Clara dengan wajah herannya. “Tadi dia jemput gue,” balas Indah malas. “kalian pacaran?” tanya Reyhan tiba-tiba yang sontak membuat Indah dan Rava melotot. “Yaa nggak lah. Gak mungkin. Mana mau gue pacaran sama dia,” sahut Indah sambil tersenyum kikuk. “Tapi gue suka sama dia.”. Refleks mata Indah memandang tajam kearah Rava setelah apa yang ia katakan barusan. “Apa?” Tanya Reyhan tak percaya. Rava hanya angkat bahu sambil tersenyum manis kearah Indah. “Sebagai taruhan sepuluh juta,” Sambung Clara. “maksud kamu?” tambah Reyhan yang semakin tak mengerti. “Iya. Rava ini playboy, dan secara sengaja bikin taruhan sama teman-temannya buat macarin Indah dengan bayaran sepuluh juta,” Jelas Clara enteng.


            Entah sejak kapan kejadian itu terjadi, yang jelas saat ini Rava sudah terdampar di tanah sambil mengusap bekas luka diwajahnya. Kalau saja Clara tidak menahan kuat emosi Reyhan, bisa dipastikan Rava masuk ruang ICU setelah ini. “Loe benar-benar brengsek. Loe tau gak, kalau tindakan loe ini bisa melukai hati Indah!” Geram Reyhan kalap. Perlahan Rava berdiri. Menghadap langsung kearah Reyhan dengan tatapan menantang. “Loe yakin kalau loe gak lebih brengsek dari gue?” Serang Rava balik. “maksud loe?” tanya Clara bingung. “Cukup. Rava ayo kita pergi!” Indah angkat bicara saat melihat keadaan yang semakin lama semakin kacau kalau saja ia membiarkan kelanjutan dari perkelahian ini. “Indah loe kenapa masih aja ngelindungin dia? Bukannya loe sendiri yang bilang ke gue kalau dia…”. ~ Plakkk. Belum sempat Rava menyelesaikan kata-kata, tiba-tiba saja Indah menamparnya. Membuat pria itu bungkam seribu bahasa sambil menatap Indah tak percaya. “Ayo kita pergi,” kini gantian Indah yang menyeret tangan Rava agar menjauh dari mereka.


            “Loe nampar gue?”. Walau kalimat yang Rava lontarkan terdengar santai, namun nyatanya itu sebuah pernyataan. “ma’af gue gak sengaja” balas Indah sedikit merasa bersalah. “Dia yang udah bikin loe sakit hati, tapi kenapa gue yang ditonjok dan ditampar?” ujar Rava. “kenapa harus marah sih? Lagian elo. Udah tau disana ada Clara, pake mau bongkar rahasia segala lagi!” Serang Indah. “Bagus… bukannya menyesal tapi malah nambah nyalahin gue,”. Seketika ucapan Rava barusan membuat Indah merasa tak enak. Ia terdiam sejenak kemudian mulai angkat bicara. “Sini luka loe biar gue yang ngobatin,” Ucap Indah akhirnya setelah sampai di depan ruang UKS.


            Tanpa kata lagi Indah membersihkan luka di wajah Rava yang membuat mereka saling berhadapan dengan jarak hanya beberapa centi saja. Mendapati Indah yang sedang mengobati lukanya dengan telaten, Rava merasa jantungnya kacau. Saat ini ia benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaannya. Dengan cepat Rava memalingkan wajahnya untuk menetralisir rasa gugup yang kini mendera. Indah menatap heran. “Nih anak kenapa tiba-tiba jadi aneh? Masih bagus dia mau ngobatin lukanya, bukannya terima kasih tapi malah melengos.” Batin Indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar