Translate

Sabtu, 26 November 2016

Make Me Fall In Love With You Part 5


Secara tiba-tiba Indah menghentikan aktivitasnya. Manik matanya kini menatap lekat sosok pria yang sedang lurus menghadapnya. Perlahan gelak tawa yang sedari tadi ditahannya kini keluar secara spontan. “Hahhha. Rava… Rava… segini aja kemampuan loe? Baru gue tatap segitu aja loe langsung salting.”. “Apa? Jadi dia ngerjain gue? Cuma mau bikin gue salting aja? Sial. Liat aja loe, bakalan gue bales!.”batin Rava.
~ Brukkk. Tiba-tiba saja tubuh Rava ambruk di atas ranjang. Membuat tawa Indah lenyap dalam seketika. “Rava? Rava loe baik-baik aja kan? Ra-Rava, loe jangan bercanda kayak gini dong. Gak lucu tau. Rava?” rasanya percuma Indah memangil-manggilnya, toh Rava juga tidak sadar. Karena merasa khawatir, kini tangan kanannya menepuk pelan pipi Rava dengan harapan agar pria itu segera sadar. “Gue gak nyangka, segitu pedulinya loe sama gue,” ucap Rava sambil meniup rambut-rambut halus diwajah Indah yang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya. Seolah baru menyadari kalau ternyata Rava hanya berpura-pura, Indah segera mencubit perut Rava kemudian kembali berdiri.
“Aww… bisa gak sih, loe kalau jadi cewek agak lembut dikit?” gerutu Rava sambil terduduk memegangi perutnya yang baru saja di cubit oleh Indah. “Gue gak akan bisa lembut saat berhadapan sama cowok hidung belang kayak loe!” terror Indah. “kok jadi loe sih yang marah? Ayo, katanya mau ngobatin luka gue,” timpal Rava. “Gak! Udah basi. Obatin aja sendiri!” Balas Indah kesal sambil melempar kompresnya. Dan kini langkahnya sudah tak bisa diurungkan lagi untuk benar-benar meninggalkan Ruang UKS. “Indah. Ndah jangan tinggalin gue Ndah!” teriak Rava sambil mengacak rambutnya karena frustasi.
Dengan langkah mengendap-endap Indah meninggalkan ruang kelas. “Indah, loe lagi ngapain?” Tanya Clara heran sambil membuntuti Indah. Indah pun menoleh berhadapan langsung dengan wajah Clara yang tengah menatapnya bingung. “gak kenapa-napa. Loe mau pulangkan? Ayo bareng!” ucap Indah setelah ia pastikan bahwa Rava tidak sedang menunggunya di depan kelas. Sepanjang perjalanan menuju parkiran mereka berdua asyik berbincang-bincang sampai akhirnya Clara tidak menyadari bahwa Reyhan tengah menghampirinya. “Reyhan? gue pikir loe belum dateng?” tegur Clara. “gue udah nyampe dari tadi kok,” Sahut Reyhan sambil menatap Indah padahal yang saat ini bertanya adalah Clara. “Hei Ndah?” sapa Rava sambil merangkul bahu Indah yang refleks membuatnya memutar badan untuk menatap sosok itu. Rava tetap merasa tak perduli meski kini kedua mata Indah tengah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. “Ayo tadi katanya mau pulang bareng, kok sekarang malah berdiri disini?” tanya Rava dengan nada manjanya yang… lebay.
Indah sempat merasa kesal namun dengan cepat ia meredamnya. Seolah baru menyadari kalau ternyata Rava sengaja melakukan ini untuk memanas-manasi Reyhan. “Ohh iyya. Gue sampe lupa, kitakan mau pulang bareng yah? Aduh… sory yah gue benar-benar lupa” ucap Indah sambil tertawa jaim. “Hehhhe. Iyya” Sahut Rava. “Yaudah deh kalau gitu. Ra, Rey kita balik duluan yah bentar lagi udah mau sore. Bye…” tambah Indah kemudian berlalu tanpa berniat untuk melepaskan rangkulan tangan Rava dibahunya.
 
Usai mengeringkan rambutnya dengan handuk, Indah langsung menuju ruang tv untuk bersantai. Tak lama kemudian, bel rumah berbunyi. Indah sempat bertanya-tanya siapa orang yang malam-malam begini masih bertamu kerumahnya?. Sepertinya ia tahu siapa orang itu. Siapa lagi kalau bukan makhluk pengganggu hidupnya belakangan ini yaitu Rava. Begitu Indah mendekati pintu dan membukanya, sontak kedua mata itu menatap tak percaya. “Re-Reyhan???” gumam Indah. “Indah…” lirih Reyhan. “Loe tau dari mana alamat kostan gue?”. “Clara. Gue minta kasih tau alamat loe sama dia,” jawab Reyhan. “Clara?” tambah Indah. “Ndah, tolong loe jujur sama gue. Apa alasan loe buat deket sama cowok itu?” kini Reyhan yang mendesak Indah. “Jadi loe malam-malam datang kesini cuma buat nanyain apa alasan gue deket sama Rava?”. “Gue mau loe jawab jujur. Gue tau kalau semua ini loe lakuin untuk manas-manasin gue kan?”. Indah mencibir. “Loe tuh kenapa sih? Bukannya waktu itu loe sendiri yang udah nolak gue? Terus kenapa sekarang loe jadi mengintimidasi gue kayak gini?”. Reyhan terdiam sejenak berusaha mencerna kata-kata Indah barusan yang ternyata memang benar.
“Gue mau… mulai sekarang loe jauhin dia!” ucap Reyhan yang sontak membuat Indah menatapnya lekat. “Apa kata loe? Sejak kapan kita pacaran sampe loe berani-beraninya ngatur hidup gue? Asal loe tau yah, walaupun loe ngelarang gue sampe seribu kali buat ngejauhin Rava, gue gak akan mau nurut!” ucap Indah penuh penekanan. “Bukannya loe cuma suka sama gue?” tanya Reyhan memastikan. “Iyya. Tapi itu dulu, sebelum loe bikin gue balik benci sama loe!” Sahut Indah santai namun tegas. “Tapi kenapa loe mau sama dia. Jelas-jelas loe sendiri juga tau kalo dia cuma manfa’atin loe buat menang taruhan” tegas Reyhan. “Yaa terus apa bedanya sama loe?” Balas Indah seraya memutar matanya kesal. “Asal loe tau yah, justru gue lebih menghargai cowok yang ngomong jujur ke gue dibandingin sama cowok yang bisanya mencari kesalahan orang lain padahal dia sendiri juga gak tau bagaimana sifat asli orang itu!” Tukas Indah kemudian beranjak masuk namun dengan cepat Reyhan menggenggam tangannya dan menarik paksa Indah agar segera naik kemotornya. Tanpa mendengar tolakan dari Indah, Reyhan segera meluncurkan motornya menuju suatu tempat.
15 menit menuju tempat itu. Kini keduanya telah sampai. Reyhan kembali menggenggam tangan Indah dan mengajaknya menelusuri keindahan taman kota di malam hari. “Coba lihat disana,” Reyhan akhirnya angkat bicara sambil menunjuk lurus kearah depan. Tanpa bertanya lagi Indah segera mengikuti arah telunjuk Reyhan dimana terdapat dua orang pasangan tengah duduk dibangku taman yang tepat menghadap kearah bukit. Dengan santai Reyhan melangkah menuju kedua pasangan itu, dan diikuti oleh Indah yang membuntut di belakangnya.
“Mungkin cuma loe orang satu-satunya yang gue percaya, secara loe kan sahabat baiknya Indah. Sejujurnya gue nolak keras waktu teman-teman gue ngadain taruhan buat nantang gue jadian sama Indah. Tapi teman gue maksa, makanya mau gak mau gue ngikutin semua kemauan mereka. Dan yang lebih hebatnya lagi, keliatannya sekarang Indah mulai suka sama gue”. Itulah pengakuan dari pria itu yang ternyata adalah Rava.
“Loe yakin Indah baik-baik aja?” Tanya Clara. “Yaa mana gue perduli. Dia kan bukan siapa-siapa gue. Bukannya dia juga udah tau kalo gue sengaja jadiin dia barang taruhan?” Sahut Rava enteng. Entah sengaja ataupun tidak, tapi yang jelas mereka sangat terkejut mendapati Indah yang sudah berdiri mematung sedari tadi. “I-Indah?” lirih Clara. Mata Rava melirik sekilas kearah Reyhan kemudian kembali menatap Indah. Indah terus menatap keduanya tanpa berkedip sebelum akhirnya ia angkat bicara, “Terima kasih karena loe udah nyadarin gue akan kata-kata gue dulu. Dan gue juga sadar, kalo disini gue cuma sebagai barang taruhan aja. Yang gak akan lama lagi setelah loe dapetin gue, loe akan buang gue sesuka hati loe” Lirih Indah. Rava sama sekali tak ada niat untuk menjawab. “mulai besok, gue sendiri yang akan nemuin teman-teman loe untuk bilang kalo kita udah resmi pacaran. Dan sehabis itu loe bisa putusin gue kapanpun loe mau” Lanjut Indah kemudian beranjak pergi namun Reyhan segera menahannya. “Indah. Loe mau kemana?” Tanya Reyhan. “Ini udah malem. Gue harus balik sekarang” Sahut Indah. “Biar gue anter!”. Indah hanya membalasnya dengan anggukkan kecil.
“Thanks yaa Rav, loe udah mau bikin Indah ngejauh dari loe” ucap Clara. “justru seharusnya gue yang bilang terima kasih sama kalian berdua. Karena udah ngingetin siapa sebenarnya diri gue. Kedekatan gue sama Indah hanya akan menambah deritanya. Secara gue kan bukan orang baik-baik” balas Rava. Clara tersenyum mendengar ucapan Rava.
~ ~ ~
Perlahan Indah menghembuskan nafasnya kemudian melangkah menuju meja kantin yang terdapat Rava dkk. Andre merasa heran mengapa tiba-tiba Indah menghampiri mereka. “Ada apa Ndah?” Tanya Andre penasaran. Rava menatap Indah sekilas kemudian mengalihkannya kearah lain seolah sudah tau apa yang akan dilakukan oleh gadis itu. “kira-kira gue ganggu kalian gak?” Indah balik bertanya. “Nggak kok. Nggak sama sekali,” jawab Irvan. “emangnya loe mau ngomong apa?” Tanya Rey menimpali. Andre menatap Rava seolah meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. “gue kesini mau nyampein sesuatu sama kalin semua. Sebenarnya … gue sama Rava udah jadian,” usai mengucapkan kalimat itu Andre dan yang lainnya melotot tak percaya kecuali Rava yang tampak menyesal. “Seriusan Rav?” Tanya Andre memastikan. “Dan sekarang gue mau pergi. Tapi sebelum gue pergi, gue mau minta satu hal sama loe Rav.”. Rava mengerutkan dahi. “gue mau nagih sesuatu yang seharusnya loe ucapin saat ini.”. Andre dan yang lainnya tampak terlihat bingung apa yang sebenarnya mereka ucapkan. Dengan ragu Rava bangkit dari kursinya. “Gue rasa bantuan loe cukup, buat gue dapetin uang sepuluh juta itu. Dan mulai sekarang… gue mau kita putus,” ujar Rava dengan nada sendu. Indah tersenyum senang.
“Kalo gitu selamat. Usaha loe gak sia-sia. Oya, loe masih ingetkan dengan perjanjian kita waktu itu? Loe bilang… siapapun diantara kita yang jatuh cinta lebih dulu, maka dia akan kalah. Dan gue akui, kalo kali ini gue kalah” Aku Indah yang tak terasa air mata telah jatuh dipipinya. “Indah loe gak apa-apa?” Tanya Andre tampak khawatir. Indah menggeleng.
 
“Makasih karena udah mau ngelibatin gue dalam permainan kalian. Seenggaknya gue dapat merasakan, bagaimana rasanya dikejar-kejar sama cowok meskipun itu hanya settingan. Gue mau minta ma’af sama loe Rav karena selama ini udah sering maki-maki loe. Gue pergi dulu” Pamit Indah meninggalkan kantin dan juga puluhan orang yang tengah menatapnya termasuk Lisa. Rava kembali mendudukkan dirinya dikursi. “Si Indah kenapa si Rav?” Tanya Rey bingung. Rava tak menjawab, namun Andre terlihat sedang berfikir keras sambil mencerna atas ucapan Indah barusan.
Dengan langkah gontai Rava menjatuhkan tubuhnya dikursi taman belakang kampus. Pikirannya saat ini benar-benar kacau, entah hal apa yang membuatnya sehancur ini. Yang jelas hatinya tak pernah berhenti untuk merutuki diri sendiri. Saking frustasinya, Rava mengacak-acak rambut serta mengusap kasar wajahnya. “Kenapa harus dia!!!” pekik Rava yang terdengar diseluruh penjuru taman. “Kenapa harus dia yang jadi korban gue…” gumamnya terdengar lirih.
[ Sementara Itu ]
“Ndah sebenarnya ada yang mau gue omongin sama loe. Soal Rava” ucap Clara yang sesaat membuat Indah terdiam. “Sebenarnya… gue yang nyuruh Rava untuk ngejauhin loe dengan cara kayak gitu.”. Indah masih tak mengerti maksud dari ucapan sahabatnya. “Dia juga sengaja ngelakuin itu supaya loe ngejauhin dia, karena dia pikir seorang playboy gak akan bisa bersatu dengan gadis lugu dan baik hati seperti loe,” jelas Clara. “jadi…?” tanya Indah. Clara pun mengangguk seolah mengerti maksud Indah. “Sekarang gue mau nanya sama loe, loe harus jawab dengan jujur. Apa loe benar-benar suka sama Rava?”. “Itu pertanyaan atau pernyataan? Kok gue jadi ragu,” gumam Indah. “Loe tinggal jawab iyya atau nggak?” ulang Clara menegaskan. “sory ya Ra, bukannya gue gak mau jawab pertanyaan loe saat ini, tapi gue masih gak yakin sama perasaan gue yang sekarang. Jujur aja sejak gue ketemu sama Rava, gue ngerasa kalo hidup gue tuh gak ada beban meskipun dia yang selalu jadi beban hidup gue” gumam Indah.
“Bukannya itu udah jelas kalo loe suka sama dia? Terus kenapa loe mesti pergi?” tutur Clara. “gue pergi karena gue punya alasan lain,” Sahut Indah. “kapan loe akan pergi?” tanya Clara to the point. “besok pagi” lirih Indah. Clara menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya ia hembuskan perlahan. “Gue cuma berharap agar loe bisa berubah pikiran dan gak akan jadi ninggalin kita bersama kampus ini.”. “kalo gitu gue pergi dulu yah,” pamit Indah. Clara pun mengangguk.
Selepas kepergian Indah, Clara langsung mencari-cari keberadaan Rava saat ini. Setelah kesana kemari mencari sosok itu, akhirnya ia menemukannya. “Rava,” panggil Clara. Mendengar namanya dipanggil Rava pun menoleh sesaat kemudian mengabaikannya lagi. “Rava. Sekarang juga loe harus ikut gue” ucap Clara. Rava sama sekali tidak menggubrisnya. “Rav, loe kenapa sih?” tanya Clara heran melihat wajah kusut Rava. “Gue gak apa-apa” Sahut Rava yang terdengar lirih. “Kalo gitu loe harus ikut gue sekarang!” Clara terpaksa menarik tangan Rava untuk ikut dengannya.
 
Perlahan satu persatu kejadian itu kembali muncul di ingatan Indah. Mulai dari awal mereka bertemu, bertengkar, hingga berpandangan satu sama lain. Sekilas hadir raut wajah Rava, dimana ia menggodanya dulu. Namun semua itu hanya akan menjadi sebuah kenangan. “Lagi-lagi gue terjebak dimasalah yang sama” Lirih Indah yang entah sejak kapan air mata itu telah meleleh membasahi pipinya. Satu hal yang membuatnya berat untuk meninggalkan tempat itu. Apalagi kalau bukan Rava, faktor utama mengapa ia menangis. Mengingat waktu sudah mulai sore, Indah segera bergegas untuk mengemas barang-barangnya.
Usai mengemas, Indah berniat untuk langsung tidur. Namun niat nya diurungkan, begitu mendengar seseorang membunyikan klakson di depan kost-an nya. Karena merasa terganggu, Indah beranjak bangun dan melihat langsung siapa orang jail itu. “Akhirnya tuan rumah buka pintu juga.”. Mendengar suara itu, Indah segera menoleh kearahnya. “Loe? Ngapain loe kesini?” tanya Indah. “Mau mastiin keadaan loe,” sahutorang itu yang ternyata adalah Rava. “Mastiin keadaan gue? Emangnya kenapa sama gue?” Tanya Indah heran. “Gue tau, kalo loe cuma pura-pura merasa baik di depan gue. Tapi faktanya, loe menyimpan sakit hati itu.” Tutur Rava. “Loe gak usah sok tau deh,” ucap Indah sambil menggodanya. “Gue mau loe jujur, untuk kali ini aja. Apa pernah loe berpikir kalo gue juga suka sama loe?”. Indah tertegun mendapat pertanyaan itu. “Kalo emang loe gak bisa jawab, gue ngerti kok. Seenggaknya gue udah tau kalo loe suka sama gue. Tapi satu hal yang harus loe dengar langsung. Bahwa orang yang seharusnya dihukum pertama kali itu gue. Karena gue lah yang pertama kali jatuh cinta sama loe. Sejak loe nolong gue dari preman suruhannya Lisa.”. “Apa omongan loe itu benar?” Tanya Indah memastikan. Rava menangguk. “Tolong jangan datang dan pergi sesuka loe. Karena gue gak mau terus-terusan jadi playboy,” pinta Rava. Indah menghampiri dan langsung memeluk Rava sambil menangis haru.
 
~ END ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar