Secara
tiba-tiba Indah menghentikan aktivitasnya. Manik matanya kini menatap lekat
sosok pria yang sedang lurus menghadapnya. Perlahan gelak tawa yang sedari tadi
ditahannya kini keluar secara spontan. “Hahhha. Rava… Rava… segini aja
kemampuan loe? Baru gue tatap segitu aja loe langsung salting.”. “Apa? Jadi dia
ngerjain gue? Cuma mau bikin gue salting aja? Sial. Liat aja loe, bakalan gue
bales!.”batin Rava.
~
Brukkk. Tiba-tiba saja tubuh Rava ambruk di atas ranjang. Membuat tawa Indah
lenyap dalam seketika. “Rava? Rava loe baik-baik aja kan? Ra-Rava, loe jangan
bercanda kayak gini dong. Gak lucu tau. Rava?” rasanya percuma Indah
memangil-manggilnya, toh Rava juga tidak sadar. Karena merasa khawatir, kini
tangan kanannya menepuk pelan pipi Rava dengan harapan agar pria itu segera
sadar. “Gue gak nyangka, segitu pedulinya loe sama gue,” ucap Rava sambil
meniup rambut-rambut halus diwajah Indah yang hanya berjarak sejengkal dari
wajahnya. Seolah baru menyadari kalau ternyata Rava hanya berpura-pura, Indah
segera mencubit perut Rava kemudian kembali berdiri.
“Aww…
bisa gak sih, loe kalau jadi cewek agak lembut dikit?” gerutu Rava sambil
terduduk memegangi perutnya yang baru saja di cubit oleh Indah. “Gue gak akan
bisa lembut saat berhadapan sama cowok hidung belang kayak loe!” terror Indah.
“kok jadi loe sih yang marah? Ayo, katanya mau ngobatin luka gue,” timpal Rava.
“Gak! Udah basi. Obatin aja sendiri!” Balas Indah kesal sambil melempar
kompresnya. Dan kini langkahnya sudah tak bisa diurungkan lagi untuk benar-benar
meninggalkan Ruang UKS. “Indah. Ndah jangan tinggalin gue Ndah!” teriak Rava
sambil mengacak rambutnya karena frustasi.
Dengan
langkah mengendap-endap Indah meninggalkan ruang kelas. “Indah, loe lagi
ngapain?” Tanya Clara heran sambil membuntuti Indah. Indah pun menoleh
berhadapan langsung dengan wajah Clara yang tengah menatapnya bingung. “gak
kenapa-napa. Loe mau pulangkan? Ayo bareng!” ucap Indah setelah ia pastikan
bahwa Rava tidak sedang menunggunya di depan kelas. Sepanjang perjalanan menuju
parkiran mereka berdua asyik berbincang-bincang sampai akhirnya Clara tidak
menyadari bahwa Reyhan tengah menghampirinya. “Reyhan? gue pikir loe belum
dateng?” tegur Clara. “gue udah nyampe dari tadi kok,” Sahut Reyhan sambil
menatap Indah padahal yang saat ini bertanya adalah Clara. “Hei Ndah?” sapa
Rava sambil merangkul bahu Indah yang refleks membuatnya memutar badan untuk
menatap sosok itu. Rava tetap merasa tak perduli meski kini kedua mata Indah
tengah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. “Ayo tadi katanya mau pulang
bareng, kok sekarang malah berdiri disini?” tanya Rava dengan nada manjanya
yang… lebay.
Indah
sempat merasa kesal namun dengan cepat ia meredamnya. Seolah baru menyadari
kalau ternyata Rava sengaja melakukan ini untuk memanas-manasi Reyhan. “Ohh
iyya. Gue sampe lupa, kitakan mau pulang bareng yah? Aduh… sory yah gue
benar-benar lupa” ucap Indah sambil tertawa jaim. “Hehhhe. Iyya” Sahut Rava.
“Yaudah deh kalau gitu. Ra, Rey kita balik duluan yah bentar lagi udah mau
sore. Bye…” tambah Indah kemudian berlalu tanpa berniat untuk melepaskan
rangkulan tangan Rava dibahunya.
Usai
mengeringkan rambutnya dengan handuk, Indah langsung menuju ruang tv untuk
bersantai. Tak lama kemudian, bel rumah berbunyi. Indah sempat bertanya-tanya
siapa orang yang malam-malam begini masih bertamu kerumahnya?. Sepertinya ia
tahu siapa orang itu. Siapa lagi kalau bukan makhluk pengganggu hidupnya
belakangan ini yaitu Rava. Begitu Indah mendekati pintu dan membukanya, sontak
kedua mata itu menatap tak percaya. “Re-Reyhan???” gumam Indah. “Indah…” lirih
Reyhan. “Loe tau dari mana alamat kostan gue?”. “Clara. Gue minta kasih tau
alamat loe sama dia,” jawab Reyhan. “Clara?” tambah Indah. “Ndah, tolong loe
jujur sama gue. Apa alasan loe buat deket sama cowok itu?” kini Reyhan yang
mendesak Indah. “Jadi loe malam-malam datang kesini cuma buat nanyain apa
alasan gue deket sama Rava?”. “Gue mau loe jawab jujur. Gue tau kalau semua ini
loe lakuin untuk manas-manasin gue kan?”. Indah mencibir. “Loe tuh kenapa sih?
Bukannya waktu itu loe sendiri yang udah nolak gue? Terus kenapa sekarang loe
jadi mengintimidasi gue kayak gini?”. Reyhan terdiam sejenak berusaha mencerna
kata-kata Indah barusan yang ternyata memang benar.
“Gue
mau… mulai sekarang loe jauhin dia!” ucap Reyhan yang sontak membuat Indah
menatapnya lekat. “Apa kata loe? Sejak kapan kita pacaran sampe loe
berani-beraninya ngatur hidup gue? Asal loe tau yah, walaupun loe ngelarang gue
sampe seribu kali buat ngejauhin Rava, gue gak akan mau nurut!” ucap Indah
penuh penekanan. “Bukannya loe cuma suka sama gue?” tanya Reyhan memastikan.
“Iyya. Tapi itu dulu, sebelum loe bikin gue balik benci sama loe!” Sahut Indah
santai namun tegas. “Tapi kenapa loe mau sama dia. Jelas-jelas loe sendiri juga
tau kalo dia cuma manfa’atin loe buat menang taruhan” tegas Reyhan. “Yaa terus
apa bedanya sama loe?” Balas Indah seraya memutar matanya kesal. “Asal loe tau
yah, justru gue lebih menghargai cowok yang ngomong jujur ke gue dibandingin
sama cowok yang bisanya mencari kesalahan orang lain padahal dia sendiri juga
gak tau bagaimana sifat asli orang itu!” Tukas Indah kemudian beranjak masuk
namun dengan cepat Reyhan menggenggam tangannya dan menarik paksa Indah agar
segera naik kemotornya. Tanpa mendengar tolakan dari Indah, Reyhan segera meluncurkan
motornya menuju suatu tempat.
15
menit menuju tempat itu. Kini keduanya telah sampai. Reyhan kembali menggenggam
tangan Indah dan mengajaknya menelusuri keindahan taman kota di malam hari.
“Coba lihat disana,” Reyhan akhirnya angkat bicara sambil menunjuk lurus kearah
depan. Tanpa bertanya lagi Indah segera mengikuti arah telunjuk Reyhan dimana
terdapat dua orang pasangan tengah duduk dibangku taman yang tepat menghadap
kearah bukit. Dengan santai Reyhan melangkah menuju kedua pasangan itu, dan diikuti
oleh Indah yang membuntut di belakangnya.
“Mungkin
cuma loe orang satu-satunya yang gue percaya, secara loe kan sahabat baiknya
Indah. Sejujurnya gue nolak keras waktu teman-teman gue ngadain taruhan buat
nantang gue jadian sama Indah. Tapi teman gue maksa, makanya mau gak mau gue
ngikutin semua kemauan mereka. Dan yang lebih hebatnya lagi, keliatannya
sekarang Indah mulai suka sama gue”. Itulah pengakuan dari pria itu yang
ternyata adalah Rava.
“Loe
yakin Indah baik-baik aja?” Tanya Clara. “Yaa mana gue perduli. Dia kan bukan
siapa-siapa gue. Bukannya dia juga udah tau kalo gue sengaja jadiin dia barang
taruhan?” Sahut Rava enteng. Entah sengaja ataupun tidak, tapi yang jelas
mereka sangat terkejut mendapati Indah yang sudah berdiri mematung sedari tadi.
“I-Indah?” lirih Clara. Mata Rava melirik sekilas kearah Reyhan kemudian
kembali menatap Indah. Indah terus menatap keduanya tanpa berkedip sebelum
akhirnya ia angkat bicara, “Terima kasih karena loe udah nyadarin gue akan
kata-kata gue dulu. Dan gue juga sadar, kalo disini gue cuma sebagai barang
taruhan aja. Yang gak akan lama lagi setelah loe dapetin gue, loe akan buang
gue sesuka hati loe” Lirih Indah. Rava sama sekali tak ada niat untuk menjawab.
“mulai besok, gue sendiri yang akan nemuin teman-teman loe untuk bilang kalo
kita udah resmi pacaran. Dan sehabis itu loe bisa putusin gue kapanpun loe mau”
Lanjut Indah kemudian beranjak pergi namun Reyhan segera menahannya. “Indah.
Loe mau kemana?” Tanya Reyhan. “Ini udah malem. Gue harus balik sekarang” Sahut
Indah. “Biar gue anter!”. Indah hanya membalasnya dengan anggukkan kecil.
“Thanks
yaa Rav, loe udah mau bikin Indah ngejauh dari loe” ucap Clara. “justru
seharusnya gue yang bilang terima kasih sama kalian berdua. Karena udah
ngingetin siapa sebenarnya diri gue. Kedekatan gue sama Indah hanya akan
menambah deritanya. Secara gue kan bukan orang baik-baik” balas Rava. Clara
tersenyum mendengar ucapan Rava.
~
~ ~
Perlahan
Indah menghembuskan nafasnya kemudian melangkah menuju meja kantin yang
terdapat Rava dkk. Andre merasa heran mengapa tiba-tiba Indah menghampiri
mereka. “Ada apa Ndah?” Tanya Andre penasaran. Rava menatap Indah sekilas
kemudian mengalihkannya kearah lain seolah sudah tau apa yang akan dilakukan
oleh gadis itu. “kira-kira gue ganggu kalian gak?” Indah balik bertanya. “Nggak
kok. Nggak sama sekali,” jawab Irvan. “emangnya loe mau ngomong apa?” Tanya Rey
menimpali. Andre menatap Rava seolah meminta penjelasan apa yang sebenarnya
terjadi. “gue kesini mau nyampein sesuatu sama kalin semua. Sebenarnya … gue
sama Rava udah jadian,” usai mengucapkan kalimat itu Andre dan yang lainnya
melotot tak percaya kecuali Rava yang tampak menyesal. “Seriusan Rav?” Tanya
Andre memastikan. “Dan sekarang gue mau pergi. Tapi sebelum gue pergi, gue mau
minta satu hal sama loe Rav.”. Rava mengerutkan dahi. “gue mau nagih sesuatu
yang seharusnya loe ucapin saat ini.”. Andre dan yang lainnya tampak terlihat
bingung apa yang sebenarnya mereka ucapkan. Dengan ragu Rava bangkit dari
kursinya. “Gue rasa bantuan loe cukup, buat gue dapetin uang sepuluh juta itu.
Dan mulai sekarang… gue mau kita putus,” ujar Rava dengan nada sendu. Indah
tersenyum senang.
“Kalo
gitu selamat. Usaha loe gak sia-sia. Oya, loe masih ingetkan dengan perjanjian
kita waktu itu? Loe bilang… siapapun diantara kita yang jatuh cinta lebih dulu,
maka dia akan kalah. Dan gue akui, kalo kali ini gue kalah” Aku Indah yang tak
terasa air mata telah jatuh dipipinya. “Indah loe gak apa-apa?” Tanya Andre
tampak khawatir. Indah menggeleng.
“Makasih
karena udah mau ngelibatin gue dalam permainan kalian. Seenggaknya gue dapat
merasakan, bagaimana rasanya dikejar-kejar sama cowok meskipun itu hanya
settingan. Gue mau minta ma’af sama loe Rav karena selama ini udah sering
maki-maki loe. Gue pergi dulu” Pamit Indah meninggalkan kantin dan juga puluhan
orang yang tengah menatapnya termasuk Lisa. Rava kembali mendudukkan dirinya
dikursi. “Si Indah kenapa si Rav?” Tanya Rey bingung. Rava tak menjawab, namun
Andre terlihat sedang berfikir keras sambil mencerna atas ucapan Indah barusan.
Dengan
langkah gontai Rava menjatuhkan tubuhnya dikursi taman belakang kampus.
Pikirannya saat ini benar-benar kacau, entah hal apa yang membuatnya sehancur
ini. Yang jelas hatinya tak pernah berhenti untuk merutuki diri sendiri. Saking
frustasinya, Rava mengacak-acak rambut serta mengusap kasar wajahnya. “Kenapa
harus dia!!!” pekik Rava yang terdengar diseluruh penjuru taman. “Kenapa harus
dia yang jadi korban gue…” gumamnya terdengar lirih.
[
Sementara Itu ]
“Ndah
sebenarnya ada yang mau gue omongin sama loe. Soal Rava” ucap Clara yang sesaat
membuat Indah terdiam. “Sebenarnya… gue yang nyuruh Rava untuk ngejauhin loe
dengan cara kayak gitu.”. Indah masih tak mengerti maksud dari ucapan
sahabatnya. “Dia juga sengaja ngelakuin itu supaya loe ngejauhin dia, karena
dia pikir seorang playboy gak akan bisa bersatu dengan gadis lugu dan baik hati
seperti loe,” jelas Clara. “jadi…?” tanya Indah. Clara pun mengangguk seolah
mengerti maksud Indah. “Sekarang gue mau nanya sama loe, loe harus jawab dengan
jujur. Apa loe benar-benar suka sama Rava?”. “Itu pertanyaan atau pernyataan?
Kok gue jadi ragu,” gumam Indah. “Loe tinggal jawab iyya atau nggak?” ulang
Clara menegaskan. “sory ya Ra, bukannya gue gak mau jawab pertanyaan loe saat
ini, tapi gue masih gak yakin sama perasaan gue yang sekarang. Jujur aja sejak
gue ketemu sama Rava, gue ngerasa kalo hidup gue tuh gak ada beban meskipun dia
yang selalu jadi beban hidup gue” gumam Indah.
“Bukannya
itu udah jelas kalo loe suka sama dia? Terus kenapa loe mesti pergi?” tutur
Clara. “gue pergi karena gue punya alasan lain,” Sahut Indah. “kapan loe akan
pergi?” tanya Clara to the point. “besok pagi” lirih Indah. Clara menarik nafas
dalam-dalam sebelum akhirnya ia hembuskan perlahan. “Gue cuma berharap agar loe
bisa berubah pikiran dan gak akan jadi ninggalin kita bersama kampus ini.”.
“kalo gitu gue pergi dulu yah,” pamit Indah. Clara pun mengangguk.
Selepas
kepergian Indah, Clara langsung mencari-cari keberadaan Rava saat ini. Setelah
kesana kemari mencari sosok itu, akhirnya ia menemukannya. “Rava,” panggil
Clara. Mendengar namanya dipanggil Rava pun menoleh sesaat kemudian
mengabaikannya lagi. “Rava. Sekarang juga loe harus ikut gue” ucap Clara. Rava
sama sekali tidak menggubrisnya. “Rav, loe kenapa sih?” tanya Clara heran
melihat wajah kusut Rava. “Gue gak apa-apa” Sahut Rava yang terdengar lirih.
“Kalo gitu loe harus ikut gue sekarang!” Clara terpaksa menarik tangan Rava
untuk ikut dengannya.
Perlahan
satu persatu kejadian itu kembali muncul di ingatan Indah. Mulai dari awal
mereka bertemu, bertengkar, hingga berpandangan satu sama lain. Sekilas hadir
raut wajah Rava, dimana ia menggodanya dulu. Namun semua itu hanya akan menjadi
sebuah kenangan. “Lagi-lagi gue terjebak dimasalah yang sama” Lirih Indah yang
entah sejak kapan air mata itu telah meleleh membasahi pipinya. Satu hal yang
membuatnya berat untuk meninggalkan tempat itu. Apalagi kalau bukan Rava,
faktor utama mengapa ia menangis. Mengingat waktu sudah mulai sore, Indah
segera bergegas untuk mengemas barang-barangnya.
Usai
mengemas, Indah berniat untuk langsung tidur. Namun niat nya diurungkan, begitu
mendengar seseorang membunyikan klakson di depan kost-an nya. Karena merasa
terganggu, Indah beranjak bangun dan melihat langsung siapa orang jail itu. “Akhirnya
tuan rumah buka pintu juga.”. Mendengar suara itu, Indah segera menoleh
kearahnya. “Loe? Ngapain loe kesini?” tanya Indah. “Mau mastiin keadaan loe,”
sahutorang itu yang ternyata adalah Rava. “Mastiin keadaan gue? Emangnya kenapa
sama gue?” Tanya Indah heran. “Gue tau, kalo loe cuma pura-pura merasa baik di
depan gue. Tapi faktanya, loe menyimpan sakit hati itu.” Tutur Rava. “Loe gak
usah sok tau deh,” ucap Indah sambil menggodanya. “Gue mau loe jujur, untuk
kali ini aja. Apa pernah loe berpikir kalo gue juga suka sama loe?”. Indah
tertegun mendapat pertanyaan itu. “Kalo emang loe gak bisa jawab, gue ngerti
kok. Seenggaknya gue udah tau kalo loe suka sama gue. Tapi satu hal yang harus
loe dengar langsung. Bahwa orang yang seharusnya dihukum pertama kali itu gue.
Karena gue lah yang pertama kali jatuh cinta sama loe. Sejak loe nolong gue
dari preman suruhannya Lisa.”. “Apa omongan loe itu benar?” Tanya Indah
memastikan. Rava menangguk. “Tolong jangan datang dan pergi sesuka loe. Karena
gue gak mau terus-terusan jadi playboy,” pinta Rava. Indah menghampiri dan
langsung memeluk Rava sambil menangis haru.
~ END ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar