Begitu
kelas berakhir, dengan angkuhnya Rava melangkah keluar kelas diikuti ketiga
sahabat karibnya. Tatapan dan decakan kagum dari lawan jenis masih saja ia
temui. Meski imagenya benar-benar buruk. Terkenal sebagai playboy kelas kakap
tapi tetap saja fansnya bejibun. Tak heran si, dengan ketampanan serta kekayaan
yang dimilikinya di atas rata-rata mampu menutupi sejuta kekurangannya.
Sampai
dipelataran parkir, Rava segera mengenakan helm dikepalanya. Kemudian melesat
pergi mengendarai motor kesayangannya melaju pulang kerumah. Tepat ditikungan
yang kebetulan sepi, mendadak Rava mengerem motornya. Tampak dihadapannya kini,
terdapat beberapa orang bertampang sangar yang sepertinya sengaja menghadang.
Tanpa diketahui, Rava sudah terlebih dahulu mendapat pukulan tepat dibagian
kepala, membuatnya jatuh terlempar kearah motor dan ikut ambruk secara
bersamaan. “mau apa kalian?”. Sebuah pukulan kembali mendarat ditubuh Rava
secara bertubi-tubi sebagai jawaban atas pertanyaannya. Meski sebenarnya Rava
juga sedikit jago bela diri, namun siapa yang sanggup jika mendapati
pengeroyokkan seperti ini?. Dan kini keadaan Rava benar-benar terkulai lemas
tak berdaya.
“STOPPP!!!”.
Para preman itu serentak berhenti melakukan aktifitasnya dan menoleh kesumber
suara. Walau setengah sadar tapi Rava masih mampu mengenali sosok itu. Dia kan…
gadis sepuluh jutanya?. Apa yang dia lakukan disini?. “Hei, siapa kau. Apa yang
kau lakukan disini?” tanya salah satu preman itu terdengar sangar yang membuat
Indah, sosok gadis yang baru saja muncul sedikit bergidik ngeri. Mendadak
merasa ragu dengan apa yang ia rencanakan. Ditariknya nafas dalam-dalam untuk
menetralisir rasa takutnya. “Bukan siapa-siapa kok Pak. Cuma kebetulan lewat
aja. Kayaknya… ada yang lagi dipukulin tuh pak? Kalau boleh tau, apa salah
orang itu?” tanya Indah polos. Saking polosnya ia, sampai membuat Rava
berpikir. Apa gadis itu sudah gila! melihat Rava yang sedang dipukuli bukannya
menolong, tapi malah menonton. “Udah pak, gak perlu dijawab kok. Lanjutin aja
aktifitasnya, nanti yang ada keburu basi loh mangsanya. Lagian saya juga disini
cuma sebentar kok, lagi nungguin jemputan”. Terang Indah. “Jemputan
siapa?,”tanya preman itu tak mengerti. “Jemputan bapak.”. “Apa? Siapa orang
itu?”. “emm… petugas keamanan” jawab Indah terdengar santai. Tanpa banyak
berkata-kata lagi, preman itu sudah lebih dulu meninggalkan tempat kejadian.
“Mau
apa loe?”. Refleks Indah menoleh. Baru menyadari kalau saat ini ia tidak
sendirian, ternyata makhluk yang satu itu masih terbaring betah di atas tanah.
Dengan segera Indah menghampiri tubuh itu dan membantunya untuk bangkit berdiri
kemudian duduk dipinggir jalan. “Loe kenapa ada disini? Dan apa yang loe lakuin
barusan?” tanya Rava lagi. Sejenak Indah terdiam, mempautkan bibirnya tanda
cemberut. Lagi pula sudah dibantuin bukannya bilang terima kasih tapi malah
ngebawel. Dasar banci kampus!. “Masih nanya lagi. Jelas-jelas gue disini buat
bantuin loe!” balas Indah sewot. “bantuin gue?” Kening Rava berkerut bingung.
“Terus
loe pikir. Dengan kaburnya preman-preman tengik itu karena kemauan sendiri? Ya
nggak lah. Mereka semua kabur karena berhasil gue bohongin soal petugas
keamanan. Lagian polisi mana coba yang mau dateng ketempat sepi kayak gini”.
Jelas Indah yang kemudian disusul tawa kecil dari bibirnya. Membuat Rava
terpaku melihat keindahan senyum itu. “ke-kenapa loe ngeliatin gue kayak gitu?
Awas jangan macem-macem sama gue!” ungkap Indah mendadak horror saat mendapati
tatapan aneh yang memancar dari wajah Rava. Seolah baru sadar dari lamunannya,
Rava segera mengalihkan tatapan itu kearah lain.
“Loe
udah gila yah? Nekad bohongin preman kayak gitu. Gimana kalo sampai tadi tu
preman gak percaya akan ancaman loe?”ucap Rava balik bertanya. “kok loe
ngomongnya kayak gitu sih?”. “Inget, jangan pernah loe ngulangin hal bodoh
seperti itu. Ntar yang ada gue lagi yang disalahin” tandas Rava penuh
penekanan. “Iyya iyya bawel!” Umpat Indah. “Oya, emm gue mau jujur sama loe”
ucap Rava. “jujur apaan?” tanya Indah merasa bingung. “sebenernya… gue ada
kesepakatan sama teman-teman gue. Isi kesepakatannya… kalo gue berhasil
naklukin hati loe selama satu bulan. Gue bakal menang taruhan.” jelas Rava yang
sontak membuat Indah geram dan bangkit dari duduknya. “Apa? Jadi maksudnya, loe
dan teman-teman loe jadiin gue barang taruhan? Wah gila loe!” rutuk Indah
sewot. “Tunggu dulu. Sebenernya gue juga gak ada niat kali buat jadiin loe
pacar gue, tapi ya mau gimana lagi. Kalo seandainya gue nolak, pasti ketenaran
gue bakalan luntur belum lagi populasi fans gue juga bakalan menurun”. “loe
enak-enakan numpang tenar pake nama gue sedangkan gue menderita karena jadi
pacar taruhan loe. Loe pikir itu lucu?” Gadis itu makin sewot. “gini aja,
gimana kalo kita fifthy fifthy?,” ucap Rava menawarkan. “otak loe tuh fifthy
fifthy!” Cerca Indah kemudian berlalu pergi meninggal sosok Rava yang tengah
mematung.
Untuk
pertama kalinya setelah hampir tiga tahun Rava menjalani hari-hari sebagai
mahasiswa dikampus itu, kini barulah ia berjalan menunduk merasa risih dengan
tatapan seisi kelasnya. Karna sepertinya tatapan itu bukan tatapan yang biasa
ia alami. Tetapi tatapan mereka kali ini adalah tatapan yang penuh dengan tanda
tanya. “Hei bro. Kenapa sama wajah tampan loe? Abis dipukulin?” tanya Andre
diikuti kedua temannya yang baru saja datang. “gue habis dihajar sama kumpulan
preman sewaktu pulang kemaren”jawab Rava. “dipukulin sama preman? Emangnya apa
yang udah loe lakuin sampe mancing harimau buat nyerang loe?” Sambung Irvan.
“gue sendiri juga bingung dari mana asalnya tuh preman. Pas gue tiba ditikungan,
tiba-tiba aja mereka langsung nyerang gue” jelas Rava membayangkan kejadian
itu. “gue rasa ada orang lain dibalik itu semua” Ujar Andre. “Gue gak akan
ngusut masalah itu sekarang. Tapi yang jelas begitu gue denger kabar soal itu,
akan gue pastikan yang nyuruh tu preman bakalan abis!”. “yaudahlah, kita
kekantin yok. Laper nih perut gue belum diisi dari semalem”Ajak Rey. “Ayo!!!”
sahut mereka kemudian beranjak menuju kantin.
“Sial,” rutuk Indah dalam hati
begitu mendapati tiga orang cewek yang kini menghadangnya untuk masuk kekelas.
“Siapa loe?,” tanya Lisa. Dari nadanya saja Indah sudah dapat merasakan kalau
tidak ada aura persahabatan disana. “Nama gue Indah” ucapnya sambil mengulurkan
tangan. Sedangkan Lisa hanya menatapnya sekilas tanpa ikut menyalaminya. “Ada
urusan apa loe sama Rava?” tanya Lisa langsung.
“Yang
jelas bukan urusan loe” balas Indah terdengar sinis. Membuat Lisa sedikit
tersentak kaget. “denger ya, siapapun yang berurusan sama Rava menjadi urusan
gue!” kata Lisa penuh penekanan. “Oh ya?” Indah pura-pura pasang tampang kaget.
“termasuk para preman yang menghajar Rava kemaren?.”sambungnya.
“Apa?.”
Kali ini Lisa tak mampu menyembunyikan tampang kagetnya. Indah sendiri hanya
angkat bahu. “Ehem…” Lisa sedikit berdehem tak mau terpancing emosi. “Apa
maksud loe barusan?” sambungnya lagi. Sejenak Indah tersenyum sinis, membuat
Lisa jelas menatapnya kesal. “Karena wajah tampan yang ia miliki, ia
menggunakan kelebihan itu untuk menyakiti orang. Tak ada salahnya kalau gue
memberi dia sedikit pelajaran bukan?,” Sambung Indah sambil menirukan gaya
Lisa. “Loe!!!” tunjuk Lisa kearah wajah Indah. “jadi sekarang loe mau ngancem
gue?” tukas Indah. “gak ada untungnya juga gue ngancem loe!” balas Lisa yang
tak kalah sinis. “yaudah kalau gitu. Berhenti ganggu gue, dan menyingkir
sekarang juga. Gue mau lewat” tukasnya.
“Eh
dengar ya? Loe pasti anak baru disini, jadi loe gak tau kan kalau gue ini
siapa. Asal loe tau aja ya, gue idola dikampus ini. Jadi gak akan ada yang
percaya sama ucapan loe kalau orang yang kemaren mukulin Rava itu suruhan gue.
Secara loe kan gak punya bukti” kata Lisa sambil mendorong tubuh Indah ke
dinding. “Soal gue gak punya bukti, loe salah.” belum sempat Lisa berujar,
Indah sudah lebih dulu mengisyaratkannya agar menengok kebelakang. “Rava?” Ujar
Lisa kaget, bingung, juga… takut. “Jadi para preman yang menghajar gue kemaren
itu orang-orang suruhan loe?” Tembak Rava langsung.
Lisa
hanya mampu menelan ludah. Mendadak seram saat mendapati tatapan tajam dari
Rava. “Iya. Itu orang-orang suruhan gue. Yang sengaja gue bayar buat menghajar
cowok brengsek kayak loe, yang udah seenaknya ngejadiin gue bahan taruhan. Puas
loe sekarang? Terus sekarang loe mau apa?” tantang Lisa. Percuma ia menghidar,
toh sudah tertangkap basah ini. “Loe…” tangan Rava siap terangkat keudara.
Sementara Lisa langsung menutup mata terkejut akan reaksi Rava padanya. “Cuma
pria pengecut yang berani melakukan tindakan kekerasan terhadap wanita”. Lisa
segera membuka matanya. Begitu dilihat ternyata Indah sedang menahan tangan Rava
yang tadinya akan melukai pipi mulus Lisa. “Loe sebenarnya belain gue apa dia
sih?” gumam Rava frustasi sambil menarik kembali tangannya. Indah angkat bahu.
“Gue gak belain siapa-siapa. Toh gak ada untungnya juga buat gue. Soal insiden
kemarin, Lisa jelas punya alasan untuk melakukannya. Karena tindakan itu
termasuk tindakan kriminal makanya gue berusaha untuk mencegah. Dan sekarang,
loe marah sama dia berniat untuk melakukan kekerasan fisik, jelas gue tahan.
Adil bukan?” terang Indah panjang lebar kemudian melengos pergi.
Starnightbloggeradreass.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar