“Dasar manusia gila, kurang kerjaan.
Rese” Gerutu Indah sepanjang perjalanan menuju kekelasnya. Entah karena
keasyikan menggerutu atau memang pikirannya saja yang sedang badmood, yang
jelas saat tiba dibelokan koridor tak sengaja ia menabrak seseorang. Membuat
gadis itu yang ternyata sedang membawa banyak buku langsung berserakan di
lantai.
“Sory
sory, gue nggak sengaja” Sesal Indah sambil berjongkok membantu mengumpulkan
buku-buku itu. Setelah kembali tertata rapih, barulah Indah berani menatap
sosok yang barusan ia tabrak itu. Bulu matanya yang lentik serta kulit wajahnya
yang halus bebas dari jerawat membuat wajah bulatnya terlihat lebih cantik. “eh
sekali lagi ma’af ya. Gue jalan nggak liat-liat” ulang Indah merasa bersalah.
“nggak papa kok. Kayaknya tadi itu gue deh yang salah karena terlalu ceroboh
bawa bukunya” Balas gadis itu sambil berdiri. “Indah,” Tanpa diminta Indah
langsung menyodorkan tangannya. “Clara” balas gadis itu sambil menyambut uluran
tangan Indah. “Eum… mahasiswi baru yah?” Tambah Clara. “kok tau?” Tanya Indah
balik. “soalnya gue baru liat”. “Ohh. Oh ya, buru-buru banget memangnya mau
kemana?” Tanya Indah mengalihkan pembicaraan. “tadinya si pengen kekantin,
tapi… berhubung sebentar lagi udah mau masuk. Gak jadi deh, mau langsung kekelas
aja” sahut gadis itu. “emm kalo boleh tau kelas mana emang?” tanya Indah lagi.
“jurusan sastra, Semester tiga ruang 3C”. “kok sama?” tanya Indah kaget. “masa
sih?” tanya Clara ikutan kaget. “Yaudah yuk bareng!” Ajak Indah.
“Oh
ya ra, ngomong-ngomong loe kenal Rava gak???” tanya Indah sambil menyantap mie
soto pesanannya. “Rava?. Maksud loe dia?” tanya Clara balik sambil menunjuk
keluar melewati jendela kantin. “Tentu. Siapa sih yang gak kenal sama prince
playboy,” balas Clara santai sambil menggigit pisang goreng. “Oh ya? Emang dia
beneran playboy?” tanya Indah terlihat tertarik. “emmm” Clara mengangguk
membenarkan. “bahkan asal loe tau aja. Bukan cuma playboy tu orang, tapi juga
kurang ajar. Dua hari yang lalu, dia mutusin si Lisa. Cewek idola di kampus kita.
Katanya dia jadian sama tu cewek cuma karena teman-temannya nantangin dia buat
jadi taruhan, kan overdosis banget tuh orang! Gila kali ya?” jelas Clara sambil
menggeleng tak percaya. Indah kembali terdiam. Sekarang ia baru mengerti kenapa
Lisa begitu benci pada Rava sampe-sampe harus nyewa preman segala. Sepertinya
itu memang balasan yang pantas untuknya. “tapi dari mana loe bisa tau kalo dia
playboy?” tanya Clara yang membuat Indah mau tak mau harus menjelaskan kenapa
ia bertanya seperti itu.
“Apa?
Loe adalah target selanjutnya?”. “Demi apapun Indah benar-benar menyesali
karena sudah berkata jujur kepada Clara. Saat ini puluhan pasang mata tengah
menatap lurus kearah Indah. “kenapa gak sekalian aja loe minjem mic di kampus
atau kalau perlu buat iklan dikoran” Gerutu Indah kesal. “Ups, sory gue
kelepasan” Bisik Clara merasa bersalah. “giliran minta ma’af aja loe, baru
bisik-bisik” Umpat Indah. “Apa! Jadi bener, Rava melakukan taruhan lagi? Dan…
target selanjutnya itu elo?” tanya seseorang yang tidak diketahui namanya.
Akhirnya dengan berat hati Indah mengangguk, yang sontak membuat mereka tambah
melotot.
“Kok
bisa? Gimana ceritanya? Lagi juga loe gak cantik-cantik amat tuh”. “mana gue
tau. Kalau kalian mau tau tanyain aja langsung sama si Rava!” Gertak Indah dan
segera menyeret Clara untuk meninggalkan kantin. “Ma’af tadi gue nggak sengaja”
kata Clara lirih. Untuk sejenak Indah menghentikan langkahnya. Menatap kearah
Clara yang terlihat merasa bersalah. “Udahlah, lupain aja. Gue tau kok kalo loe
gak sengaja,” kata Indah akhirnya. “Tapi… “ Clara tidak jadi melanjutkan
ucapannya. Matanya lurus menatap sosok yang kini berdiri di belakang Indah.
Awalnya Indah merasa ada yang aneh, ternyata benar saja begitu dilihat ternyata
pria itu muncul lagi.
“Ya
Tuhan… “ Gumam Indah frustasi sambil mengusap keningnya. “Loe kenapa? Sakit?”
tanya Rava yang hendak melangkah untuk mendekat. Namun dengan sigap Indah
menyetopnya. “ekh, mau apa loe? Jangan deket-deket. Gue gak mau dideketin sama
banci kampus kayak loe!” Damprat Indah sewot. Kemudian tanpa kata segera berlalu.
“kenapa tu anak? Lagi dateng bulan ya?” tanya Rava kearah Clara yang masih
berdiri dihadapannya. “Bukannya itu gara-gara loe ya?” Cibir Clara sinis.
“Gue?” tunjuk Rava kearah wajahnya sendiri. “Iya. Lagian ngapain coba, loe
jadiin dia target taruhan loe selanjutnya?”. “Kok loe tau?” tanya Rava makin
kaget. “Bukan cuma gue. Tapi gue bisa jamin, sebentar lagi seluruh anak kampus
juga bakalan tau”. “Hah?”. Mulut Rava hanya mampu melongo terbuka. Sementara
Clara sama sekali tak tertarik untuk melanjutkan pembicaraan. Ia lebih memilih
mengejar Indah. Memastikan kondisinya sekarang.
Setelah
membasuh mukanya dengan air keran, tangan Indah terulur meraih tisu.
Mengeringkan wajahnya. Sejenak di tatapnya bayangan di cermin. Raut lelah jelas
tergambar disana. Tak ingin berlama-lama Indah segera melangkah keluar. Tepat
dipintu langkahnya terhenti. Menatap sosok tubuh yang kini berhadapan
dengannya.
“Gue
minta ma’af untuk masalah kemarin” Gumam Lisa yang terdengar menyesal. “maksud
loe?” Tanya Indah tak percaya. “Soal masalah kemarin. Gue mau minta ma’af sama
loe” ulang Lisa. “Ehem.. gak apa-apa kok. Lagian loe gak punya salah juga sama
gue” kata Indah akhirnya. “Tapi kemarin gue sempat bersikap gak wajar sama
loe”. Indah hanya membalas dengan senyuman. “Lisa,” tiba-tiba Lisa mengulurkan
tangannya. “Indah,” jawab Indah dan segera menyalami tangan Lisa. “Selain minta
ma’af. Gue juga mau berterima kasih sama loe, karena loe udah mau belain gue di
hadapan Rava”. “nggak masalah. Gue cuma ngelakuin apa yang menurut gue benar.”.
“Kalau gitu mulai sekarang loe mau jadi sahabat gue kan?” tanya Lisa lagi.
Indah terdiam sejenak. Sampai kemudian sebuah senyuman terukir di bibirnya.
“kenapa nggak?”. Kali ini benar-benar senyuman mengembang di kedua wajah cantik
itu.
Saat
kelas berakhir Indah segera membereskan buku-bukunya. Kemudian berjalan
beriringan dengan Clara menuju halaman kampus. Sepanjang perjalanan mereka
saling berbagi cerita. “Oh jadi loe pulang naik bus?” Tanya Clara. Kepala Indah
mengangguk membenarkan.
“O…
yaudah kalau gitu sory ya, gue duluan” Tambah Clara lagi saat melihat mobil
berwarna silver sudah terparkir tak jauh di hadapannya. “Oke… hati-hati ya”.
“Sip… loe juga”. Kata terakhir yang keluar dari mulut Clara sebelum menghilang
bersama mobilnya. Begitu Indah sampai di halte, suara klakson mengagetkannya
secara tiba-tiba. “Mau pulang ya?” tanya pria itu yang ternyata adalah Rava.
“Gak. Mau kepasar jualan sayur!” jawab Indah ketus. Suara tawa kontan terdengar
dari mulut Rava. “Ya elah jadi cewek judes amat si? Ntar gak punya pacar lo.”
Kata Rava setengah meledek. “Siapa bilang? Justru malah ada yang niat banget
buat bisa macarin gue biar dapet sepuluh juta” Tembak Indah. ~ Glek. Skak mat.
Tawa Rava langsung terhenti mendengar kalimat sindiran yang jelas-jelas tertuju
kepadanya. “Ehem, kalo loe mau pulang, gue gak keberatan kok buat nganterin”
ucap Rava mengalihkan pembicaraan. “Gak perlu! Gue masih sanggup bayar bus buat
nganterin gue sampe kerumah.”. Tak lama kemudian sebuah bus berhenti dihadapan
mereka. Indah segera memasuki bus itu. Sedang Rava hanya menatapnya sambil
melongo.
Selesai
mengunci pintu pagar, Indah segera melangkah. Suara klakson motor mengagetkan
nya. Dan lebih kaget lagi ia saat melihat Rava yang duduk diatas motor lengkap
dengan senyum manis dibibirnya. “Pagi Indah,” Sapa pria itu sambil melambai
ramah. “Loe kenapa bisa ada disini?” tanya Indah mengabaikan sapaan Rava.
“tentu aja buat jemput loe supaya kita bisa pergi bareng”. “Hah?” gumam Indah
tak percaya. “Akh loe makin kelihatan imut deh kalau lagi kaget kayak gitu,”
puji Rava. Dengan cepat Indah segera menoleh kearah lain. “dari mana loe tau
kalo gue tinggal disini?,”. “gue kan ikutin loe kemarin” Aku Rava santai.
“Hah?” Indah kembali terkejut. “Mentang-mentang gue bilang loe imut kalau
kaget, pake acara tayang ulang segala,” Komentar Rava membuat Indah segera
mengganti ekspresinya. “Jadi, loe mau pergi bareng gue kan?” Tawar Rava
kemudian. “nggak, makasih”. Tolak Indah kemudian melangkahkan kakinya berniat
untuk meninggalkan Rava.
“Indah,
kenapa si cowok sekeren gue loe tolak juga?” Tanya Rava yang kontan membuat
Indah berbalik menatapnya. Mata Indah terarah lurus kearah Rava dengan tatapan
mengamati. Kemeja lengan pendek dipadu dengan jaket beserta jins hitam serta
sepatu yang terpasang rapi dikakinya. Ditambah dengan motor sport dan helm
berwarna hitam. “Ah benar juga. Gue baru nyadar kalau loe ternyata beneran
keren,” Aku Indah santai. Sedangkan Rava hanya melotot kaget. “beneran gadis
itu memuji penampilan gue?” batin Rava dengan wajah yang kini terlihat nerves.
“Tapi sayang, kelebihan itu loe gunain sebagai playboy.” Tambah Indah angkat
bahu. Kemudian berbalik kembali. Meninggalkan Rava dengan tampang syoknya.
“Loe
emang demen banget ya angkat orang tinggi-tinggi terus abis itu loe hempaskan
kedasar bumi,” Tukas Rava kesal sambil berusaha mensejajarkan langkahnya
disamping Indah. Indah menghentikan langkahnya. Kemudian menatap kebelakang.
“Kok motor loe ditinggal?”. “Ya loe gak mau pergi bareng gue pake motor, yaudah
kalau gitu biar gue yang ikutan naik bus” Sahut Rava santai. “emang loe gak
takut tu motor hilang?”. “gue anak orang super kaya asal loe tau. Urusan motor
hilang mah tinggal beli aja lagi yang bagusan”. “Orang kayak kok sombong. Dasar
gila!” Umpat Indah yang mendadak mualnya kumat.Starnightbloggeradreass.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar