Orang
bilang cinta itu SIMPLE . Kata siapa??
Buktinya
begitu gue ngerasain sendiri,
Ternyata
cinta itu rumit. Serumit-rumitnya rumus matematika,
Lebih
rumit lagi rumus cinta….
#Make
Me Fall In Love With You
Dari
kejauhan 300 meter, tampak sepasang kekasih yang bisa disebut baru jadian 1
minggu tengah melangkah lurus menuju kantin. Lisa terus berjalan sambil
tersenyum bangga menggandeng pacar barunya. Senyum dibibirnya semakin melebar
tiap kali mendapati kalimat pujian yang dilontarkan oleh teman-temannya, sesekali
matanya melirik sosok yang berjalan di sampingnya. Menurut pria itu, menyetujui
taruhan ini adalah keputusan yang tepat. Terbukti saat ini Lisa telah jatuh
dipelukan Rava, bukankah itu sudah jelas, bahwa hanya Rava lah yang berhak
menerima julukan Playboy In University.
Begitu
mereka menginjakkan kaki dikantin, seperti biasa langsung menarik perhatian
semua orang. Mulailah terdengar bisikan-bisikan membicarakan tentang keduanya.
“Kok kita malah duduk bareng sama teman-teman kamu sih” Bisik Lisa merasa risih
karena ditatap oleh ketiga sahabat karibnya Rava.”Oh, itu karena gue punya
kejutan buat loe. Bener gak guys?” Tanya Rava sambil tersenyum misterius kearah
teman-temanya.
“Oh
ya?” Tanya Lisa dengan wajah tampak bercahaya. ”Ya… gue sih gak yakin loe suka.
Tapi kalo kaget, bisa jadi.” .”Apa itu?,”tanya Lisa sambil mengernyitkan dahi
semakin penasaran dibuatnya.”gue mau kita PUTUS,”Kata Rava singkat, jelas dan
padat. “Apa!,” kali ini nada kaget yang keluar dari mulut Lisa. “loe gak
denger, gue bilang apa barusan?,” kata Rava sedikit emosi. “iya aku dengar,
tapi… kenapa kita harus putus?,”. “Sebenarnya nih ya, gue males banget pacaran
sama loe kalo bukan karena teman-teman gue yang udah berbaik hati buat ngadain
taruhan. Mereka bilang kalo aja gue bisa naklukin elo dalam sekali tembak
kemudian mutusin di depan umum, gue akan menang taruhan. Yaa gue pikir kenapa
enggak, malu dong gue kalo pencetak recore playboy gak bisa naklukin hati cewek
secantik apapun,” Aku Rava sambil menadahkan tangannya kearah Irvan, sahabat
karibnya yang sedang duduk berhadapan. Dan detik berikutnya lembaran uang
ratusan sudah tertera disana.
“Makasi
ya, atas kerja samanya. Sekarang loe boleh pergi”. Refleks tangan Lisa
melayang. Namun belum sempat mendarat diwajah Rava, tangannya sudah lebih dulu
mencekalnya.”loe pikir elo siapa, berani-beraninya nantangin gue hah?” kata
Rava lirih namun penuh penekanan. “Asal loe tau aja, image loe sebagai cewek
idola dikampus ini yang KATANYA selalu nolakin cowok ternyata cuma gosip
murahan. Buktinya loe dengan gampangnya bertekuk lutut dihadapan gue sekarang”
Sambung Rava lagi.
“Sialan
loe. Dasar brengsek!!!” Geram Lisa sambil menghempaskan tangannya membuat
cekalan Rava terlepas. “Oya? Makasi atas pujiannya barusan” Balas Rava santai.
”dengar ya, gue akan pastiin loe menyesali atas apa yang udah loe perbuat sama
gue hari ini.” Ancam Lisa dengan wajah memerah. Entah karena terlalu marah atau
malu karena kini tengah menjadi objek tontonan bagi anak-anak yang lain.”Kita
liat aja nanti” Rava cuek. Dengan kesal Lisa berlalu membawa sejuta dendam dan
sakit hatinya. Sementara Rava sendiri justru malah tertawa diikuti ketiga
teman-temannya.
“Wow…
sulit dipercaya, ternyata loe beneran berhasil menaklukannya” komentar Irvan
sambil menggeleng kagum menyaksikan drama action yang baru saja terjadi
dihadapannya. “Kenapa enggak? Lagian tuh cewek juga gak bener-bener ngejaga
image kok, dianya aja yang bodoh udah tau gue playboy ngapain coba masih
ditanggepin,”sahut Rava menyombongkan diri. ”Apa loe tertarik untuk melakukan
taruhan lagi?,” kali ini Andre yang angkat bicara. Rava terdiam. Matanya
melirik lembaran merah yang berada ditangannya. Setelah berpikir sejenak ia
kembali berujar. “Jika kalian siap untuk kalah lagi”. “wow pede sekali”
komentar Irvan. ”jadi apa taruhan mainnya?” tanya Rava lagi. Andre tidak
langsung menjawab. Wajahnya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan
tiba-tiba saja muncul senyum misterius dari bibirnya.
“Sebelum
gue jawab, gue pengen nanya sekali lagi. Rava, loe siap untuk ber’main?” tanya
Andre sambil menoleh kearah Rava. Rava hanya mengangguk. “Apapun?” tambahnya.
“Apapun selama itu masih terkait dengan ketenaran gue sebagai playboy!” balas
Rava membuat temannya mencibir mendengarnya. “Baiklah, taruhannya sepuluh juta.
Deal?” Tanya Andre lagi. “Tunggu dulu. Loe belum menentukan apa permainannya?”
potong Rava. “Baiklah, kalian lihat persimpangan dikoridor sana?” tunjuk Andre.
”Iya. Kenapa?” Irvan masih terlihat bingung. ”Loe” tunjuk Andre pada Rava
sekali lagi. “Harus bisa menaklukan siapapun yang pertama kali muncul dibalik
tembok itu”. “Apa???” ketiga teman-temannya bertanya tak percaya. “Bagaimana
kalau yang pertama muncul itu adalah Pak Anwar?” celetuk Rey.
Semuanya
terdiam untuk sejenak sambil membayangkan sosok yang disebut Rey barusan. Pak
Anwar, pria gendut, berkepala botak lengkap dengan kacamata minus yang selalu
ia pakai. Ditambah dengan raut wajah yang jelas-jelas sangar, hingga ia
dijuluki “Dosen Killer” sontak membuat Rava bergidik ngeri. “Rava loe tertarik
buat nunjukin pesona loe pada… bapak-bapak?” tanya Andre sambil berusaha
menahan gelak tawa saat melihat tampang kecut Rava. “loe gila ya, biar keren
gini gue juga masih waras kali! Ya gak mungkinlah gue macarin macan botak itu” Damprat
Rava kesal. “wuahahhha. Oke aturan main kita rubah dikit. Siapapun wanita yang
muncul pertama kali dari tembok itu, loe harus bisa naklukin dia dalam waktu
satu bulan?. Bagaimana?” tawar Andre lagi. Rava kembali menimbang-nimbang
keputusannya sebelum ia menyetujui tawaran itu. “Deal. Gue setuju” kata Rava
akhirnya. “Baiklah, permainan dimulai. Kita lihat siapa yang beruntung” Sahut
Andre sambil menatap lurus.
Satu
menit, dua menit, bahkan sampai lima menit masih belum ada tanda-tanda
kehadiran seorang wanita. Membuat keempat orang itu mendesah tak sabar dan
hampir gila hanya karena menunggu seseorang. Tapi tunggu! Tepat dimenit
kesembilan, mulai terdengar langkah kaki seseorang yang akan muncul dari balik
tembok. Semuanya langsung pasang mata sambil menarik nafas menanti siapa yang
akan datang, mulut semuanya langsung terbuka tak percaya akan apa yang
dilihatnya. “Mungkin kali ini nasib loe lagi beruntung” ujar Andre kemudian
mendorong tubuh Rava. Dengan langkah P.d Rava mendekati gadis itu dengan
harapan bisa menyapanya sebagai awal dari kesuksesan.
“Hai,”
itulah kata pertama yang keluar dari mulut Rava. Gadis itu tidak menjawab,
masih menatap Rava dengan tatapan heran. “Gue Rava, mahasiswa teladan ditahun
ini.” Lanjutnya. Belum sempat gadis itu bicara, Rava sudah lebih dulu
memotongnya. “apa loe mau jadi pacar gue?,”. Mendengar perkataan Rava barusan,
sontak membuat gadis itu melayangkan satu tamparan ke wajah Rava. “Aduh.. kok
loe nampar gue?,” geramnya. “jangan kurang ajar jadi cowok!” maki gadis itu
kemudian beranjak pergi. “Keberuntungan berujung maut…” lirih Irvan. Kini
ketiga temannya menghampiri Rava. “Apa yang loe rasain Rav?,” tanya Andre yang
memancing emosi Rava. “loe masih nanya? Nih yang gue rasain barusan!” kata Rava
ikut menampar wajah Andre, kemudian pergi.
[
Kelas ]
“Jadi segitu aja kemampuan loe buat
naklukin cewek itu?,” tanya Andre menghampiri. “kalo gitu gue gak usah
repot-repot ngumpulin uang 10 juta buat loe.” Sambungnya. Jelas Rava langsung
menatapnya tajam. “gue belum nyerah. Loe pikir cuma segitu aja kemampuan gue?
Jangan panggil gue Rava kalo naklukin cewek kayak gitu aja gue gak bisa.”
Ucapnya menyombongkan diri.
~
~ ~
“Dasar
Rava brengsek”. Langkah Indah mendadak terhenti mendengar teriakan yang baru
saja hinggap ditelinganya. Rava? Siapa Rava? Sepertinya ia baru mendengar nama
itu. Awalnya Indah tidak bermaksud untuk menguping, namun rasa penasaran kini
menggelayutinya. Ia terpaksa harus menguping dari balik tembok yang menghadap
kepekarangan kampus dimana terdapat tiga orang cewek yang tidak diketahui siapa
namanya sedang duduk disana.
“Udahlah Lisa, lupain aja makhluk
nggak berguna itu”. “lupain? Nggak akan semudah itu”. “terus loe mau ngapain?”.
“Gue nggak akan pernah ma’afin dia, sampai kapanpun. Kalian bayangin, gue idola
dikampus ini dijadikan bahan taruhan oleh si playboy brengsek itu. Dipermalukan
di depan anak-anak, loe pikir gue akan diam aja?. Nggak!. Gue akan pastikan dia
terima akibatnya” Dendam Lisa. “Maksud loe?” Tanya kedua temannya yang masih
belum mengerti. Dan kalimat yang meluncur dari mulut Lisa benar-benar membuat
Indah terlonjak kaget. Dengan hati-hati ia meninggalkan tempat persembunyiannya
karena khawatir ketahuan oleh mereka jika menguping terlalu lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar